Sejak beberapa hari terakhir, Luke banyak berubah. Dia lebih banyak mengurung diri di dalam rumah dan menggunakan headshet, agar obrolan 'tetangga baru' tidak begitu terdengar olehnya. Ia juga malas bertemu kedua teman SMA-nya tersebut.
"Ke mana si Luke? Kok jarang kelihatan ya sekarang?" ujar Kak Nada, tetangga kontrakan yang sedang libur hari ini.
"Iya, nih. Biasanya pagi-pagi udah beres-beres rumah, lalu sarapan," balas Kak Tyas sambil menjemur kain.
"Lagi sibuk mungkin, banyak job nulis," timpal Lukman. Cowok ganteng ini bekerja sebagai satpam di salah satu minimarket, tempat Nada bekerja juga. Ia makhluk kalong yang biasa terjaga di malam hari. Tidak ada yang tahu, kalau pria itu sebenarnya lulusan terbaik sekolah hukum. Tetapi lamarannya belum ada yang diterima.
"Idih si abang. Ikut-ikutan ngerumpi kayak ibu-ibu. Udah deh, tidur aja sana. Ntar malam mau jaga, kan?" balas Kak Nada.
"Gimana gak dengar? Kalian menggosipnya di depan kontrakan begini," ucap Lukman.
"Bagus, dong kalau dia jarang keluar. Aku risih juga lihat dia tebar pesona gitu."
"Hadeh, Nurul si Ratu gosip udah muncul," pikir Kak Nada dan lainnya.
"Tebar pesona gimana?" tanya Kak Tyas.
"Iya, di kontrakan ini kan hanya dia dan Fitri yang masih lajang. Tapi Fitri sudah punya calon. Kenapa dia setiap hari duduk depan jendela, kalau bukan melirik suami kita."
"Hadeeh, Nurul. Gak ada topik cerita lain? Gak bosan kamu menggibah terus?" ujar Kak Nada.
"Dia bukan menggibah, tetapi tidak percaya diri. Segitu takutnya suaminya melirik cewek lain. Makanya Dek, urusin aja rumah tangga sendiri. Biar suami betah," Kata Kak Tyas pula.
"Hei, kalian melupakan aku? Aku kan lajang juga di sini?" kata Lukman.
"Kamu mau ganggu suami kami juga? Idih, amit-amit," celetuk Kak Nada.
"Hahahahaha ..." Kak Tyas terbahak-bahak melihat ekspresi masam Lukman yang berubah masam.
"Kalian gak tahu? Kenapa Leli pindah dari sini? Dia tertanggu, suaminya dirayu Luke," kata Nurul.
"Ini anak, segitu bencinya ya sama Luke," pikir ketiga tetangganya.
"Luke bukan orang kayak gitu. Denganku yang masih sama-sama lajang aja ia selalu menjaga sikapnya. Padahal kalian tahu sendiri, kan? Ia selalu ku goda," bela Lukman. Nurul melotot pada Lukman, tanda tidak setuju.
"Wah, kakak lagi pada ngumpul, ya?" Ina keluar dari rumahnya, sambil membawa baki berisi beberapa piring kecil.
"Ina, ya?" tanya Kak Nada. Ia memang belum sempat bertemu langsung dengan tetangga barunya, karena selalu sibuk bekerja sepanjang hari.
"Iya, kak. Kakak tinggal di rumah nomor berapa?"
"Kakak tinggal di rumah nomor satu, ini Nurul di rumah nomor dua. Tyas di rumah nomor lima. Dan Lukman di rumah nomor delapan," jelas Kak Nada.
Ina menjabat tangan para tetangganya. Sementara baki yang sedari tadi dipegangnya, ia letakkan di kursi kayu temlat mereka duduk.
"Cobain dong, masakan Ina. Dari kemaren pindah, belum sempat syukuran dan kenalan dengan kakak-kakak, nih."
"Duh, Ina. Repot-repot masak untuk kami," ucap Lukman. Tetapi ucapan dan tindakannya gak sinkron. Tangannya dengan cepat menyambar hidangan di piring.
"Elah, basa-basi, Lu. Bilang aja senang dapat makanan gratis," sergah Kak Tyas. Makhluk yang diomongin hanya cengengesan sambil mengunyah makanan.
"Cuma puding jagung, kok. Sambil perkenalan sama Kakak - kakak di sini. Oh, iya, Kak Luke mana, ya? Terus penghuni nomor enam dan tujuh siapa?" tanya Ina.
"Panggil aja coba. Mungkin lagi sibuk nulis naskah. Kalau nomor enam dan tujuh, besok kalian juga bakal ketemu," ucap Kak Nada penuh rahasia.
"Assalamualaikum. Kak, Kak Luke."
Luke pura-pura nggak dengar. Ia malas banget keluar. "Pasti gak bisa langsung balik ke kamar. Mesti ngobrol basa-basi dulu. Menggibah," ucap Luke dalam hati.
"Haloo... Lukee..." seru Kak Nada dan Kak Tyas.
"Dih, mereka tidak menyerah rupanya." Luke berlalu ke kamar. Ia menyisir rambutnya dan memoles tipis wajahnya dengan bedak agar tidak terlalu kumal.
Ceklek! "Eh, lagi pada ngumpul?" Luke memasang senyum palsu.
"Iya, nih. Kemana aja, sih? Semedi mulu," ujar Lukman
"Sorry. Aku lagi nulis naskah sambil dengar lagu." Yah, nggak bohong, sih. Ia tadi memang sedang menulis naskah, dan mendengarkan lagu dari smartphone-nya. Tetapi bukan berarti ia tidak dengar obrolan mereka.
"Nih, si Ina mau bagi-bagi kue," kata Kak Tyas.
"Ah, kue sederhana aja, kok. Ina gak terlalu pandai masak."
"Enak kok, Dek," kata Nurul.
"Terima kasih."
"Luke, tuh lihat si Ina. Cantik, baik, masih muda dah punya suami cakep. Eh, umur kamu berapa sih, Dek?" tanya Nurul lagi.
"Dih, cari pengikut dia. Sok baik sama anak baru," batin Lukman, Kak Nada dan Kak Tyas.
"Dua puluh tujuh."
"Ih, cuma selisih satu tahun ya sama Luke. Tapi kok Luke gini-gini aja. Pengangguran, kerjaan ngorok aja di rumah. Gimana mau dapat jodoh? Ya nggak?" kata Nurul.
"Kamu pikir cari kerja itu mudah? Luke ini hebat, lho. Dari honor menulis aja, dia bisa membantu uang kuliah adeknya," kata Lukman.
"Iya benar. Aku aja yang lulusan D3 akutansi berakhir jadi kasir di Toko. Lagian dapat jodoh itu gak seperti kita dapat arisan kali, waktunya sudah bisa diperkirakan." Kak Nada bicara dengan Nada agak tinggi.
"Eh, Kak Luke ini hebat, lho. Semasa sekolah selalu mewakili olimpiade Fisika dan Astronomi. Mana lulusan Fisika Universitas terkenal lagi." Ina mengalihkan pembicaraan.
Semua orang di situ tercengang. Mereka sama sekali tidak menyangka tetangga mereka yang rendah hati itu, ternyata seorang jenius. Fisika kan jurusan yang cukup dihindari orang-orang.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Lukman.
"Kami 'kan satu SMA. Suami Ina juga sekelas dengan Kak Luke."
"Tapi apa gunanya lulusan hebat kalau akhirnya pengangguran?" timpal Nurul.
"Lah kamu sendiri? Juga pengangguran. Bisanya cuma gibahin orang. Aku ini cukup pintar, aku sekolah lebih cepat satu tahun daripada teman seusia ku, " balas Luke. Wajah Nurul langsung berubah menjadi masam.
"Ah, Kak Luke ini pasti punya pekerjaan lain yang kita tidak tahu. Zaman sekarang kan sudah banyak freelancer. Kalau Ina sih jadi ibu rumah tangga aja," kata Ina.
"Ina ini, merendah untuk meninggikan derajatnya, atau memang rendah hati?" pikir Luke.
"Kamu dan suami emang pasangan serasi. Sama-sama rupawan dan baik hati," kata Kak Tyas.
"Hati-hati lho, Ina. Jangan-jangan Luke dan suami kamu dulu pernah pacaran. Sepertinya mereka terlalu dekat," ujar Nurul. Ina memandang Luke, butuh jawaban.
"Apaan sih, kalian lupa ya? Aku kan jomblo dari lahir," ucap Luke sambil senyum terpaksa.
...******...
Sore hari, Luke membuat ayam rica-rica. Ia ingin mengembalikan piring kue milik Ina tadi dan mengisinya dengan lauk buatannya. Memang, setiap rumah mendapat satu piring.
"I-na," Luke menghentikan ucapannya. Dede yang masih mengenakan kemeja memeluk istrinya dengan mesra di ruang tamu. Pintu yang terbuka, membuat Luke dapat melihat semuanya dengan jelas. Hatinya begitu teriris.
Luke segera berbalik menuju rumahnya. Namun terlambat.
"Luke, ada apa?" panggil Dede.
Luke terdiam sejenak. "Ah, ini. Aku mau mengembalikan piring. Terima kasih. Maaf masakanku gak enak." Luke buru-buru menyerahkan piring itu kepada Dede, dan bergegas pulang.
(Bersambung)
Halo para pembaca. Yang suka baca novel ala drama korea mampir ke karya aku lainnya, yuk. Di jamin kalian suka, deh.
Yang gak sempat baca, juga ada audio-nya juga, loh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments