Rey dan teman-temannya saat ini berada di kantin. Ren terus saja merenggek karna kelaparan, dan keberadaan mereka di sana menarik perhatian banyak mata. Banyak pasang mata yang menatap mereka berempat dengan tatapan memuja tapi tatapan sinis justru mereka tunjukkan pada Lia. Menurut mereka gadis sombong seperti dia tidak layak bersanding dengan Idol kampus seperti Rey.
"Aster, di sini!"
Teriakkan itu mengalihkan perhatian Rey dari ponselnya. Iris abu-abunya menatap datar dua orang pria dan wanita yang baru saja menginjakkan kakinya di kantin. Mereka adalah Aster dan Hoya.
Banyak sekali yang menyayangkan hubungan mereka berdua. Hoya yang seorang brandalan kampus menjalin hubungab dengan berliannya kampus. Sungguh perpaduan yang tidak seimbang. Aster yang jenius malah berpacaran dengan Hoya yang tukang membuat onar, tak sedikit pula yang mendoakan agar mereka segera putus.
"Sayang sekali ya kak, Aster, yang cantik dan jenius malah menjalin hubungan dengan pembuat onar. Jika boleh jujur aku malah berharap kak, Aster dengan, kak Rey. Mereka itu terlihat serasi."
"Jangan ngelindur, mana mungkin jika mereka berdua berhubungan. Kau tau sendiri bukan jika mereka berdua itu adalah musuh bebuyutan di kampus ini, jadi tidak mungkin bila mereka sampai berpacaran apalagi aku pernah tidak sengaja dengar dari seseorang bila kak, Rey, sudah memiliki seseorang yang special di hatinya."
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Lagi pula benci dan cinta itu perbedaannya sangat tipis. Dan benci itu sebenarnya singkatkan dari benar-benar cinta. Mau bertaruh dengan hal ini?"
"Aku rasa bukan ide buruk."
Telinga Lia rasanya seperti terbakar mendengar percakapan antara dua gadis yang duduk dibelakangnya. Menurutnya mereka terlalu mengada-ada, lagi pula dibandingkan Aster tentu lebih pantas dirinya kemana-mana yang bersanding dengan Rey dibandingkan Aster, begitulah menurut Lia
"Lia, kau mau daging lagi?" tawar Aria pada gadis itu. "Jika kau mau, boleh kok untukmu semua daging milikku." Tawar Aria sembari menyodorkan daging miliknya pada Lia.
"Apa kau ingin membuatku menjadi gemuk dan tidak cantik lagi? Aku tidak mau, lagi pula aku cuma mau mencicipi milik, Rey. Rey, suapi aku." Renggek Lia sambil membuka lebar-lebar mulutnya. Tapi sayangnya permintaan Lia tidak di hiraukan oleh Rey. Dan hal itu membuat Lia merenggut kesal.
"Jika, Rey, tidak mau biar aku saja yang menyuapimu, bagaimana? Buka mulutmu, aaahhhh."
Lia mendengus, dengan terpaksa dia menerima makanan yang Aria sodorkan padanya. Aria tersenyum bahagia.
Rio menoleh dan menatap pasangan Aster dan Hoya. Laki-laki itu juga tidak habis fikir kenapa gadis itu mau berpacaran dengan Hoya, bahkan hubungan mereka sudah masuk tahun ke dua
"Menurut kalian mereka berdua cocok tidak sih?" Tanya Rio pada tiga pemuda didepan nya. Ren mengikuti arah pandang Rio kemudian menggeleng
"Tidak sama sekali, Aster, nunna lebih pantas denganku dibandingkan dengan pria seperti, Hoya kuda."
Rey menoleh dan memandang mereka berdua dengan pandangan tak terbaca. Tanpa berkata apa-apa pemuda itu bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja Lia yang merasa terabaikan dan di tinggalkan segera menyusul Rey.
"Rey, tunggu aku." Seru Lia dan segera menyusul Rey yang berjalan semakin menjauh.
.
.
.
Kelas pertama selesai lebih cepat dari biasanya. Satu persatu meninggalkan ruang kelas dan menyisahkan dua orang di dalam ruangan itu 'Pukk!' Sebuah bulpoin mendarat mulus pada kepala coklat gadis berparas barbie yang duduk beberapa meja didepannya
"Aduhh!" Membuat gadis itu memekik sambil mengusap kepalanya. Sontak ia menoleh. "Yakk! Rusa, apa kau sudah bosan hidup!!" amuk Aster pada pemuda itu yang pastinya adalah Rey.
Rey menghampiri Aster kemudian duduk disampingnya. Pemuda itu memicingkan matanya melihat novel yang ada di pangkuan Aster. "Novel apa ini?" Tanpa ijin Aster, Rey mengambil novel tersebut kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi ketika Aster hendak mengambilnya kembali.
"Rusa kutub, kembalikan novel itu padaku." Pinta Aster menuntut. Rey menggeleng dan memindahkan pada tangan satunya. "Yakk!! Aku bilang kembalikan." Aster melompat-lompat berusaha untuk mendapatkan kembali novelnya tapi tidak sampai.
"Ambil sendiri jika kau bisa." Tantang Rey kemudian membawa novel itu menjauh dari Aster. "Dasar lambat!" Cibir Rey melihat cara berlari Aster yang mirip siput. Gadis itu mencerutkan bibirnya. "Kejar aku dan ambil sendiri jika kau ingin novel ini kembali." seru Rey menantang.
Aster mencerutkan bibirnya. "Rusa gila, kembalikan novel itu atau kau akan mati." Ancam Aster. Rey menjulurkan lidahnya. Ia sama sekali tidak menghiraukan ancaman gadis itu, baginya ancaman Aster hanyalah sebuah bualan belaka karna mana mungkin gadis itu bisa membunuhnya. "Kembalikan novelku sekarang juga atau-"
"Atau apa?" Aster menyela cepat.
"Rio! Rey, kau di cari, Rio." sontak saja Rey menoleh dan kelengahan Rey dimanfaatkan oleh Aster untuk mendapatkan kembali novelnya. Aster tersenyum penuh kemenangan. "Hahahha! Emang enak ketipu. wleekk," Aster menjulurkan lidahnya pada Aster dan pergi meninggalkan pemuda itu sendiri di kelas. Aster mendengus geli.
Pemuda itu merogoh saku rompinya merasakan getaran pada ponselnya. Matanya memicing melihat nomor asing terterang menghiasi layar ponselnya yang menyala terang.
Penasaran siapa yang menghubunginya, segera Rey menggeser tanda hijau dan menerima panggilan itu. "Hallo" suara dingin Rey langsung menyapu gendang telinga penelfonnya.
"Rei, Rusa Chinaku. Ini, Nenek, bisakah kau pergi kembandara dan jemput nenek? Nenek baru saja mendarat di Bandara Incheon."
Rey menjauhkan ponsel itu dari telinganya karna teriakkan seseorang di seberang sana. "Aku rasa tidak bisa. Sebaiknya nenek minta jemput, Kris, saja. Pip." Rey memutuskan sambungan telfonnya secara sepihak dan dia berani bersumpah bila neneknya sedang ngomel-ngomel tidak jelas di seberang sana. Tapi Rey tidak peduli. Beranjak dari kelasnya dan pergi ke atap kampus untuk bertemu dengan teman-temanya.
.
.
.
"Aaaahhhh...!! Ougghhh...!! Aaahhh..!!! Lebih keras lagi, Nunna-ya."
Aster merinding sendiri ketika mendengar suara desahan yang berasal dari salah satu ruangan di toilet pria.
Tak ingin mendengar suara-suara horror yang menyakitkan telinganya segera saja di pergi dari sana. Aster mengenali betul siapa pemilik suara itu. Itu adalah suara Jimin salah satu teman Rey yang sudah tidak bisa diragukan lagi kemesumannya. Dan Aster berani bersumpah bila saat ini Jimin sedang bermain gila dengan salah satu seniornya.
Hoya yang baru saja keluar dari kelasnya terlihat bingung melihat Aster keluar dari toilet dengan ekspresi wajah yang sulit di jelaskan. Pria itu menghampiri Aster dan menegurnya
"Sayang, ada apa? Kenapa kau terlihat panik, seperti di melihat hantu saja!" ucapnya heran.
"Yang aku dengar bahkan jauh lebih mengerikan dan menyeramkan dari pada setan." Jawabnya bergidik. "Kelasmu baru saja selesai?" Hoya mengangguk
"Bagaimana kalau kita ke kantin?" usul Aster sambil memeluk lengan Hoya. Laki-laki itu tersenyum dan mengacak pelan helaian coklat Aster.
"Baiklah." Keduanya pun berjalan beriringan menuju kantin.
Sementara itu...
Rey yang baru tiba di atap kampus memicingkan mata melihat hanya ada Aria dan Rio saja di sana. "Di mana, Ren, dan si mesum itu? Apa kelasnya belum bubar?" Ren mengambil satu batang rokok yang Aria sodorkan padanya lalu menyulutnya.
Kepulan asap putih terlihat keluar dari sela-sela bibir Rey ketika pemuda itu menghembuskan nafasnya.
"Kau seperti tidak mengenalnya saja. Paling-paling dia pergi ke toilet dan melakukan solo lagi dengan membayangkan, Hyuna, nunna yang meng*lum pen*snya." Tutur Aria. Mendengar jawaban Aria membuat Rey merinding sendiri. Dia tidak tau kapan Jimin akan sembuh dari penyakit mesum akutnya tersebut.
Rey berjalan menuju bibir atap dan berdiri di sana dengan kedua tangan bertumpuh pada pagar besi yang terasa hangat karna teriknya matahari.
Iris abu-abunya menatap manusia yang sedang berlalu lalang di bawah sana dan tanpa sengaja netranya menangkap sebuah pemandangan yang cukup untuk membuat buruk moodnya. Rey kembali menghisap rokok beraroma mintnya yang hanya tinggal setengah.
"Oya, Rey. Sudah lama kita tidak nongkrong di bar milik kak, Max, bagaimana kalau malam ini kita pergi ke sana?" usul Rio. Rey menoleh dan hanya menunjukkan tatapan datarnya.
"Aku rasa bukan ide buruk." jawabnya datar. Sebenarnya Rey agak malas tapi dia rasa sesekali mencari kesenangan tidak ada salahnya.
Rio beranjak dari posisinya dan menghampiri Rey kemudian berdiri disampingnya. Pandangannya langsung jatuh pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan di bawah sana
"Sangat disayangkan sekali. Gadis jenius dan secantik, Aster, mau berpacaran dengan laki-laki seperti Hoya. Memangnya apa bagusnya dia, di lihat dari segi mana pun dia tidak ada apa-apanya dibandingkan diriku." Ujarnya namun tidak mendapatkan respon dari Rey.
Rey tetap asik dengan sisa rokok ditangannya. Ia tidak akan membahas apapun yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.
Derap langkah kaki seseorang yang datang mengalihkan perhatian ketiganya. Terlihat Jimin datang dengan peluh pada keningnya. Pemuda itu kemudian bergabung bersama ketiga hyungnya.
"Solo lagi, eh?" Tebak Aria 100% benar. Jimin tak memberikan jawaban dan hanya mengangkat bahunya acuh. "Yakk! Bocah, aku bicara denganmu." Amuk Aria kesal karna merasa diabaikan, lagi-lagi Jimin tidak merespon dan malah membaringkan tubuhnya di sebuah bangku panjang di dekat tembok.
"Aaahhhh! Nyamannya."
Aria mendumal kesal, pasalnya Jimin mengabaikan dirinya. Dan rasanya dia ingin sekali menggunduli bat*ngnya yang terus saja berfantasy liar tersebut. Sedangkan Rey dan Rio hanya mendengus dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua. Sejak awal mereka berdua memang tidak pernah bisa akur.
Malas dengan tingkah teman-temannya, Rey beranjak dari sana dan pergi begitu saja. Ia berencana untuk pergi ke perpustakaan, ada materi yang harus ia pelajari untuk ulangan esok hari.
.
.
.
"Aster!"
Rey mendekati gadis bermarga Jung tersebut yang sedang asik membaca buku di sudut ruangan. Aster menoleh dan menatap sinis pemuda yang duduk disampingnya
"Penguntit, apa tidak ada tempat lain lagi di sini. Pergi sana." Usir Aster pada Rey, tapi tak dihiraukan oleh Rey
Baru saja gadis itu hendak bersuara lagi tapi dengan cepat Rey menunjuk tulisan yang ada di tembok sebelah kanannya. Aster mendengus, rasanya dia ingin sekali menimpuk Rey dengan buku yang ia baca.
Tak ingin moodnya semakin buruk karna Rey, Aster memutuskan untuk berpindah tempat.
Rey menoleh dan gadis itu duduk beberapa meja darinya. Pemuda itu mengangkat bahunya kemudian memfokuskan dirinya pada buku berukuran tebal yang ada didepannya.
Di balik sifatnya yang dingin dan penampilannya yang agak urakan. Sebenarnya Rey adalah mahasiswa yang jenius dan selalu menjadi salah satu yang terbaik di kampusnya. Rey selalu mendapatkan nilai terbaik dan Aster adalah saingan terberatnya.
Keduanya selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Dan hal itu pula yang menjadi faktor utama renggangnya persahabatan di antara mereka berdua. Baik Rey maupun Aster sama-sama tidak ada yang mau mengalah apalagi mengaku kalah. Mereka sama-sama ingin menjadi yang terbaik, dan hubungan keduanya sekarang tak ubahnya seperti tikus dan kucing.
"Rey,"
Aster melirik ke arah Rey setelah mendengar seseorang memanggil nama pemuda itu. Terlihat Lia menghampiri Rey kemudian memeluk lehernya dari belakang.
Aster memutar matanya jengah. "Cih, apa tidak ada tempat lain lagi untuk mengumbar kemesraan! Dasar tukang pamer." Sontak saja Rey menoleh, telinganya yang luar biasa tajam mendengar jelas apa yang Aster katakan meskipun nada bicaranya begitu pelan.
"Rey, lihatlah. Aku bawakanmu makan siang, kata tiang gila itu kau belum makan. Mau aku suapi?" Lia kemudian berpidah ke samping Rey. Rey mendorong makanan yang Lia sodorkan padanya sementara Aster terus menatap mereka dari kejauhan.
"Si manja itu, apa dia ingin membunuh,Rey? Apa dia tolol sampai-sampai tidak tau jika, Rey alergi pada semua makanan berbahan kacang," Ujarnya membatin.
Bisa saja Aster menghampiri mereka dan memperingatkan Lia, tapi dia tidak mau dibilang cari muka dan sok peduli mengingat bagaimana hubungan mereka saat ini.
"Kenapa, Rey? Apa kau tidak menyukai makanan yang aku bawa? Ini sangat enak lo, aku sudah mencobanya," tutur Lia. Rey mendengus berat.
"Aku alergi pada semua makanan yang terbuat dari kacang." Kata Rey datar. Lia membelalakkan mata tak percaya.
"Benarkah?" Rey mengangguk. "Maaf aku tidak tau, sungguh." Lia merasa menyesal karna tidak terlalu banyak yang dia tau tentang Rey selain jika dia membenci rumah sakit.
Di acuhkan terlalu lama oleh Rey membuat Lia merasa kesal. Sudah hampir satu jam dia menemani pemuda itu tapi tak sepatah kata pun yang keluar dari bibir Rey.
Pemuda itu terlalu fokus pada buku didepannya. Bahkan Lia sampai tertidur selama beberapa saat. "Rey, aku ke toilet dulu ya." Rey menatap gadis itu sekilas kemudian mengangguk. Dan ketika menoleh , iris abu-abu milik Rey tanpa sengaja bersiborok dengan mutiara hazel milik Aster. Tapi sayangnya kontak mata diantara mereka hanya berlalung beberapa detik saja. Aster beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja.
Rey mengeluarkan sesuatu dari dalam saku rompinya dan mendesah berat. Iris abu-abunya menatal sebuah liontin berbentuk bulat ditangannya itu dengan sendu. "Jika saja kau tidak keras kepala dan ingin lebih baik dariku, mungkin kita masih menjadi sahabat baik hingga detik ini. Aster Jung ... Aku merindukanmu,"
.
.
.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
EndRu
part ke 2 like
2023-09-19
0
Meylin
jangan terlalu benci aster tar jadi Bucin 😍
2021-08-20
0
Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope
😘❤️💯🤗👍
2021-04-06
0