Tangan berkulit keriput dan lemas itu mendekap kedinginan. Bibir keriput itu juga bergerak berkali-kali mengusir dingin 𝘏𝘶𝘧𝘵! 𝘏𝘶𝘧𝘵! kedua mata tuanya menatap luar jendela yang hanya dipenuhi dengan pemandangan tumpukan salju pada atap-atap rumah, jalan-jalan dan pepohonan.
"Doris.... kau belum tidur?" sentuhan hangat pada pundaknya oleh seorang ayah, Doris menoleh, terlihatlah senyum simpul sang ayah.
Bibir tuanya bergerak menjawab, "Belum yah...." sambil duduk di samping ayahnya yang sedang duduk menekuk lutut di dekat perapian.
Dia lihat gerak-gerik ayahnya, mengambil cangkir di atas meja kecil yang berisi kopi panas dan meminumnya.
"Kamu ingin minum juga?" tanya sang ayah, menyadarkan Doris dari lamunannya. Perlahan dia pun menggeleng, dan tersenyum. Memperlihatkan kerut-kerut tua di wajahnya.
"Apa yang kau rasakan?" tanya sang ayah, setelah lama saling terdiam memenuhi dinginnya suasana.
"Heng? Eng.... Enggak ada..." jawabnya terbata.
Sambil meletakkan cangkir berisi kopi panas itu di atas meja, sang ayah tersenyum,
"Sudah lama kau seperti ini...." dan menghembuskan napas mengusir dingin.
Lalu melanjutkan, "Menjadi orang yang pasrah dengan apa yang terjadi dengan dirimu dari dulu sampai sekarang, yang mungkin tak akan pernah berubah." ucapnya. Kini kedua matanya menatap Doris sayu.
Doris membalas tatapan ayahnya, "Ayah.... apa aku boleh bertanya?"
"Aku tak akan pernah bisa melarang mu bertanya padaku..."
Doris terdiam, menyusun kata-kata yang akan diucapkannya. Matanya berkedip berkali-kali.
"Ayah.... namaku ini kau dapatkan dari mana? Aku melihat dari nama Doris Hart itu begitu berarti indah. Apa nama kakek seperti namaku?" ucap Doris.
Dia begitu terkejut mendengar pertanyaan Doris, namun dia berusaha tetap tenang, dia teguk sekali kopi panasnya untuk menghilangkan kecanggungan. Perlahan menyunggingkan senyum dan menjawab,
"Ya, Doris... kakek mu bernama Durkheim..." jawabnya berbohong.
Doris membenarkan duduknya, "Kalau boleh tahu, nama ayah Thorn saja atau..."
"Thorn Dike, itu nama panjang ku." jawab Thorn memotong ucapan Doris, kini dia berkata jujur.
Saat Doris hendak bertanya sesuatu lagi, tiba-tiba saja Thorn beranjak dari duduknya. Menghentikan pembicaraan, cukup sampai disini saja Doris. Batin Thorn.
"Sudahlah! aku ada kepentingan lain, kamu jaga rumah!" ucap Thorn. Lalu beranjak dari hadapan Doris.
Doris memperhatikan langkah Thorn yang semakin menjauh dari penglihatannya, ada sebuah rahasia yang Thorn simpan rapat tak ingin Doris tahu. Namun Doris tak pernah menghiraukan itu semua. Yang Doris ratapi tiap waktu hanya keadaan diri sendiri yang mengerikan.
Tiada hari tanpa menyentuhi sendiri kulit keriputnya, berharap hari keajaiban datang padanya, hari dimana dia bisa menjadi manusia yang normal layaknya seperti Thorn, sang ayah.
Thorn berjalan menyusuri jalan bersalju, berbaju begitu tebal dengan sepatu bot 👢tebal yang panjangnya selutut, menuju suatu tempat yang telah lama ingin ditemuinya, setelah tujuh belas tahun tidak pernah dia datangi.
Kedua kakinya berhenti tepat di depan tempat tujuan. Tangannya bergerak membersihkan tebalnya salju yang menutupi rumah itu dengan bongkahan kayu.
Dan tak lama kemudian, rumah itu sudah terlihat seperti dulu lagi, perlahan Thorn menggeleng tak menyangka dengan apa yang kini dilihatnya. Karena itulah rumah dimana segala peristiwa tentang dirinya terjadi. Dimana dia selalu mendatangi rumah itu karena untuk menemui seseorang yang membuatnya tak pernah dikenal masyarakat sekaligus terkenal di masyarakat, dimana tempat itu menjadi tempat paling disukai sekaligus paling dibenci, dimana tempat itulah menjadi tempat kenang-kenangan dulu harus terus diingatnya. Karena itulah rahasianya, yang tak pernah ingin Doris mengetahuinya. Bahwa dia bukanlah ayahnya, bahwa dialah musuhnya, musuh Dritzehn, ayah kandung Doris.
Dibukanya perlahan pintu rumah itu, dan seketika kehangatan menyeruak begitu saja menerpa tubuhnya, membuatnya semakin betah berada di rumah itu. Thorn pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di rumah itu. Direbahkan tubuhnya di atas ranjang lebar milik Dritzehn. Kedua tangannya menekuk menopang kepala, matanya berkedip berkali-kali, tanpa disadari memorinya memutar kenangan lalu.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
anggita
cerita novel tentang sihir bnyak, tapi yg ini cukup unik, 👍👍, kereeeen.
2021-02-28
2