Naina terpaksa menunggu di ruangan Wira sampai jam kantor berakhir. Suaminya itu masih ada jadwal rapat bersama beberapa kepala divisi, selepas makan siang.
“Nai, mau ikut ke ruang rapat atau menunggu disini?” tanya Wira. Mata elang lelaki itu mengekor pergerakan lincah istrinya yang sedang merapikan kembali kotak bekal yang baru saja dikosongkannya. Semua isi nasi soto sudah menghuni perutnya.
“Nai menunggu di ruangan Mas saja,” sahut Naina.
“Yakin?” tanya Wira. Ujung telunjuk merapikan surai hitam yang luruh menutupi sebagian wajah cantik Naina, menyelipkannya di balik daun telinga.
“Cantik, Mas ke ruang rapat dulu,” ucap Wira, menempelkan dahinya pada dahi istrinya.
“Ya. Mas aku boleh pinjam komputer Mas?” tanya Naina.
“Boleh, Sayang,” sahut Wira, menepuk pelan pipi mulus bak porselin yang merona kemerahan dengan perlakuan manisnya.
Melangkah keluar dari ruangannya, Wira menyempatkan diri mampir saat melewati meja Stevi.
“Jangan berani masuk ke dalam ruanganku!” ancam Wira pada sekretarisnya, bergegas pergi.
“Mas, kenapa selalu tidak adil padaku. Padahal perempuan itu tidak ada gunanya. Hanya hamil saja dia tidak mampu,” ucap Stevi pelan, memastikan ucapannya tidak terdengar. Kalau sampai Wira mendengar kata-katanya tadi, sudah bisa dipastikan mereka akan bertengkar lagi seperti biasa.
Stevi hanya bisa menatap punggung Wira menghilang di balik pintu ruang rapat yang masih berada di lantai yang sama.
***
Hampir satu jam Naina berkutat dengan stok barang di butiknya, yang di datanya melalui komputer pinjaman suaminya. Dia harus memastikan produk-produk apa saja yang laris dan menjadi incaran langganannya. Setidaknya itu penting untuknya, negara mana yang akan dikunjunginya untuk mengisi kembali stok tokonya.
Biasanya, Naina akan pergi selama sepuluh hari sampai dua minggu, sembari berburu produk-produk baru. Terkadang juga membuka jastip untuk produk-produk branded bagi beberapa kenalan dan costumernya.
Beruntung Wira tidak pernah rewel dan sangat mengerti dengan kesibukannya. Bahkan kalau sedang tidak banyak pekerjaan, suaminya itu akan menemaninya shopping di luar negri meskipun hanya sekedar membantunya menenteng belanjaan yang memang tidak sedikit.
Bahkan butik ini pun atas usul Wira, yang kasihan melihat Naina melamun sepanjang hari karena tidak ada kesibukan di rumah. Dua tahun sudah butiknya berjalan, dan semakin kesini semakin berkembang berkat doa dan dukungan suaminya yang sudah begitu baik dan pengertian.
Lelah melihat deretan tulisan yang tersusun di layar, Naina memutuskan mengistirahatkan matanya dengan berjalan-jalan keluar, sekedar berbincang dengan Stevi. Paling tidak, ia bisa bergosip dengan sekretaris suaminya itu untuk mengusir bosan.
Naina sudah mengenal Stevi sejak menikah dengan Wira. Sebelum bekerja di perusahaan ini, Stevi adalah teman baik Wira. Mereka menghabiskan masa-masa SMA bersama, bahkan kuliah pun di universitas yang sama.
“Stev, sedang sibuk?” tanya Naina tersenyum, mengejutkan sang sekretaris yang sibuk berdandan di sela waktu kosong. Stevi terlihat gugup, ketahuan istri atasannya sedang memoles lipstik merah menyala di bibirnya.
Stevi yang terlalu serius dengan peralatan make-upnya, kelabakan. Buru-buru menyimpan kembali tas kosmetiknya ke dalam laci.
“Tidak Nyonya,” ucapnya pelan, tersenyum menatap Naina yang sudah duduk di depan meja kerjanya.
“Aku tidak akan mengadu pada Mas Wira,” ucap Naina, menenangkan.
“Bagaimana kabarmu Stev? Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabar putrimu?” tanya Naina
“Baik Nyonya. Nola baik-baik saja.”
“Terakhir kamu membawanya ke kantor, dia baru bisa berjalan,” cerita Naina, mengingat kelucuan gadis kecil yang masih sering terjatuh di masa-masa belajar berjalannya.
“Ya, Nyonya. Sekarang sudah lancar.”
“Sudah 1,5 tahun ya?” tebak Naina. Seingatnya Stevi pernah memberitahunya, tetapi ia lupa.
“Iya Nyonya,” sahut Stevi. Sejak tadi dia was-was dengan setiap pertanyanan Naina.
“Lagi lucu-lucunya. Kenapa tidak dibawa ke kantor lagi?”
“Tempo hari itu kebetulan pengasuhnya pulang kampung, jadi mau tidak mau, aku harus membawanya ke kantor,” jelas Stevi.
“Masih asi?” tanya Naina lagi, mencoba mencari topik pembicaraan.
“Masih. Papi Nola mengomel kalau diberikan sufor. Padahal aku bekerja, benar-benar menyulitkan ketika harus memberi asi,” keluh Stevi.
“Suamimu baik juga, masih mengizinkanmu bekerja disaat sudah memiliki bayi lucu seperti Nola,”
“Ya, Nyonya.” Stevi tidak bisa banyak bicara. Hanya menjawab singkat, padat dan jelas. Khawatir pembahasan mereka semakin panjang, yanga ada nanti dia diomeli Wira lagi.
Puas berbincang dengan Stevi, terpaksa Naina kembali ke ruangan suaminya. Memandang jam di pergelangan tangannya, masih dua jam lagi dari jam pulang kantor. Ia masih harus bertahan dan menunggu Wira selama itu.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Wira bersiap meninggalkan kantor. Bibirnya melengkung ke atas, saat mendapati Naina yang tertidur di sofa karena menunggunya terlalu lama. Setiap melihat Naina seperti ini, ada beribu rasa bersalah menyergap perasaannya.
Bukannya dia tidak tahu terimakasih, sudah dianugerahkan istri sesempurna Naina, tetapi takdir hidup seakan mengolok-oloknya. Mempermainkannya sedemikian rupa, membuat terlihat seperti lelaki bejat dan tidak tahu bersyukur.
Lelaki itu berjongkok di depan Naina, berlama-lama menatap wajah polos yang begitu cantik sempurna. Naina bukan hanya cantik wajahnya, hatinya jauh lebih cantik. Kalau bisa mengulang, dia hanya menginginkan Naina. Gadis manis yang menggetarkan perasaannya di pandangan pertama.
Suara merdunya mengalun, mengetarkan sukma. Hanya Tuhan yang tahu seberapa beruntungnya mendapatkan Naina, gadis polos yang dinikahi dan dibawanya pulang ke rumah sebagai istri.
Telapak tangan itu mengelus wajah tertidur, berharap bisa mengusik lelapnya Naina.
“Sayang bangun,” panggil Wira.
“Hmmm,” gumaman Naina terdengar seiring kelopak mata itu membuka.
“Mas, sudah selesai. Kita bisa langsung ke tempat mama?” tanya Naina, mengerjap pelan.
“Iya. Kamu baik-baik saja? Kenapa aku merasa belakangan ini kamu sedikit pucat dan sering mengantuk. Apakah pekerjaan di butik begitu melelahkan?” tanya Wira memastikan, meneliti wajah istrinya dari dekat.
“Tidak juga, Mas. Mungkin kondisi Nai sedang tidak baik. Cuaca tidak menentu akhir-akhir ini.”
“Belakangan Nai juga sering pusing,” lanjut Naina.
“Apa kita ke dokter saja. Mas khawatir terjadi sesuatu padamu.
“Tidak perlu Mas. Istirahat sebentar saja sudah, nanti juga hilang,” ucap Naina.
Wira bangkit dari posisinya, meraih tangan Naina dan membantu istrinya berdiri.
“Ayo kita pergi sekarang, nanti kemalaman,” ajak Wira, masih mengengam tangan Naina dengan mesra sembari menenteng tas tangan istrinya dengan tangan lainnya.
Keduanya sudah berada di dalam mobil, dengan tangan masih saja saling mengengam. Bahkan Wira, hanya menggunakan satu tangannya ketika menyetir. Baru melepas saat memang dibutuhkan.
Sore itu cuaca terlihat mendung dengan gerimis kecil. Ketika mobil mereka baru saja keluar dari gerbang kantor, sudut mata Naina tanpa sengaja melihat Stevi yang sedang menunggu taksi sembari menutup kepala menggunakan tas tangannya.
“Mas, itu Stevi.”
“Hmmm,” gumam Wira, tanpa melirik sedikit pun.
“Kasihan Stevi, Mas. Sudah mau hujan, tetapi belum mendapatkan kendaraan untuk pulang.”
“Hmmm.” Lagi-lagi Wira hanya bergumam.
“Bukankah rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah mama. Sekalian saja, Mas. Kasihan nanti putrinya menunggu kalau sampai pulang kemalaman, apalagi ini sudah mau hujan.”
Mendengar pernyataan istrinya Wira terperanjat, tiba-tiba saja menginjak pedal rem, membuat tubuh Naina nyaris terlempar ke depan, kepalanya hampir membentur ke dashboard. Beruntung Wira sigap, menahan sekuat tenaga tubuh Naina dengan tangan kirinya, supaya istrinya tidak terluka.
“Maafkan Mas. Nai tidak apa-apa?” tanya Wira, melepas seatbelt dan memastikan istrinya baik-baik saja.
“Nai baik-baik saja. Tadi belum sempat memakai seatbelt. Maaf, mengagetkan Mas.”
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Uneh Wee
hadeeuh tuh laki ku kira bneran romantis eh
2023-03-10
0
M.azril maulana
mungkin nola anaknya wira ya,dan orang tua wira pun tau seperti nya, karena rumah nya juga deketan
2022-11-23
0
RahaYulia
g rewel krn punya serep,😤
2022-10-25
0