Keterkejutan tak hanya melanda Anjani, melainkan juga Isabel. Pengakuan tak terduga yang menyebut-nyebut nama Anjani sebagai pacarnya telah berhasil mengubah mimik wajah semua yang duduk di satu meja. Anjani dan Isabel dengan wajah terkejutnya. Papa-mama Riko dengan wajah bahagianya. Sementara Riko dengan wajah santai tak merasa bersalah.
"Rik," desis Isabel, memberi kode agar Riko mengklarifikasi.
Riko tak peduli dengan kode dari Isabel. Pandangan mata Riko justru tertuju pada Anjani yang masih menampakkan mimik keterkejutan.
"Maaf, Om Tante ...." Anjani berusaha mengawali kalimat klarifikasinya, tapi terburu disela Riko.
"Mama sama papa khawatir Riko tidak punya teman di kampus. Sekarang sudah Riko buktikan bahwa Riko juga bisa berteman," terang Riko dengan wajah bangganya.
Pengakuan sebagai teman lebih bisa diterima Anjani. Sungguh Anjani tidak keberatan bila Riko ingin menganggapnya teman. Anjani akan berusaha menjadi teman yang pengertian sesuai koridor seorang teman. Namun, saat Riko menganggapnya sebagai pacar, pernyataan itulah yang ingin cepat-cepat Anjani sangkal.
"Ternyata kamu mencari pasangan yang tampilannya seperti mamamu. Berhijab," ujar Papa Riko dengan masih menampakkan wajah bahagianya.
"Cantik betul. Pinter kamu milihnya." Mama Riko menyahuti.
Suasana di satu meja semakin tak terdefinisikan. Gejolak rasa di masing-masing wajah jelas berbeda. Khususnya Anjani yang mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan.
"Riko, maaf. Sepertinya ada yang harus kamu jelaskan pada orangtuamu," tegas Anjani tanpa pikir panjang lagi.
Anjani sungguh tidak ingin melihat keadaan mengeruh akibat suatu ketidakjujuran di awal. Riko telah berbohong, maka sikap bijak yang patut diambil adalah kerelaan hati untuk mengutarakan kebenaran. Anjani memberi kesempatan pada Riko untuk berterusterang.
"Eh-eh? Ada apa ini, Rik? Apa kamu dan Anjani sedang bertengkar? Sehingga harus ada yang dijelaskan?" Mama Rikolah yang bertanya pada sang putra.
"Ah, iya! Tentu akan Riko jelaskan." Riko memulai penjelasannya.
Baru saja Riko mau melanjutkan penjelasan, pelayan pengantar makanan dan minuman yang telah dipesan datang. Akan tidak pantas jika diabaikan. Mereka semua pun mengambil jeda hingga pesanan selesai dihidangkan.
"Anjani, Isabel, diminum dulu. Wajah kalian tegang banget, sih. Ayo papa sama mama minum dulu juga. Nah, Riko juga mau minum dulu ini."
Sejujurnya Anjani tak ingin berlama-lama mengulur ketidakjelasan. Namun, semua menuruti saran Riko untuk meminum isi gelas masing-masing. Tidak ada pilihan lain, Anjani pun ikut meneguk minumannya hingga setengah bagian. Terkesan kehausan, padahal Anjani tengah mengguyur hati yang tak tenang.
"Lanjutkan!" pinta Papa Riko.
Terlebih dahulu Riko melihat ke arah Anjani sambil mengumbar senyum manisnya.
"Sebenarnya Anjani adalah mahasiswi pindahan. Riko baru mengenalnya tadi pagi. Tapi ... Riko langsung jatuh hati. Jadi, sore ini juga Riko ingin papa mama menjadi saksi keberanian Riko nembak Anjani. Dan ... Anjani, maukah kamu menerima pengakuan cinta ini?" ungkap Riko.
"Eeeem! Gemes!" Mama Riko menjewer kuping sang putra.
"A-a-aa! Ma!" protes Riko.
"Ternyata baru ngungkapin cinta. Terus kenapa tadi sudah ngaku-ngaku Anjani itu pacarmu!" Mama Riko menggerutu.
"Iiih, Mama. Ya ini lagi usaha mewujudkan kata-kata Riko yang tadi. Mama dukung Riko, dong!"
Papa Riko hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan sang putra.
"Nak Anjani. Maafin kelakuan Riko, ya. Terus, sekarang kamu mau nggak nerima perasaan anak tante?" tanya Mama Riko penuh harap.
Sungguh, bukan inilah penjelasan yang diharapkan dari Riko. Lebih tak terduga lagi, Riko justru mengarahkan panah asmaranya pada Anjani di depan orangtuanya. Anjani benar-benar tak mengerti jalan pikiran Riko.
"Sst, Anjani!" Isabel memanggil, demi membuat Anjani segera berucap kata karena Riko dan orangtuanya terus-terusan melayangkan tatapan mata penuh harap padanya.
Anjani tersenyum lebih dulu pada Isabel, lantas kembali mengarahkan pandang pada Riko.
"Terima kasih atas perasaanmu, Riko. Tapi maaf, aku tidak bisa menerimanya." Anjani menolak dengan ramah.
Mama Riko seketika mengusap bahu sang putra. Mengerti betul retakan hati yang akan lekas menjadi kepingan patah hati.
"Ke-kenapa?" Riko bertanya alasannya. "Apa aku tidak pantas untuk menerima balasan cinta darimu?" imbuhnya.
"Riko, ini bukan tentang pantas atau tidak pantas. Setiap orang pantas mencintai dan dicintai, karena sejatinya perasaan cinta itu adalah anugerah. Namun, tidak semua perasaan harus terbalaskan. Ada kalanya dari sebuah cinta kita belajar ikhlas, sabar, bahkan merelakan. Maaf, aku tidak bisa. Bukan karena kamu tidak pantas dicintai, tapi karena aku telah bersuami."
Deg!
"A-apa? Suami?" Riko terbata.
"Iya. Aku telah menikah dan sekarang sedang mengandung juga," terang Anjani tak ingin menutup-nutupi.
Di saat wajah Riko dan kedua orangtuanya masih diliputi aura tegang karena rasa keterkejutan, tetiba saja tanpa disengaja Mario berdiri tak jauh dari meja yang telah orangtua Riko pesan.
"Anjani, itu kan suamimu?" Isabel yang pertama kali melihat Mario.
Semua mata menoleh ke arah yang ditunjuk Isabel, terutama Anjani. Memang benar, yang dilihat adalah Mario. Tampak mata Mario terlihat tengah menjabat tangan seorang lelaki berjas yang wajahnya kebulean. Di samping Mario dan lelaki itu ada seorang sekretaris yang mendampingi sambil memegang berkas-berkas.
"Mario sama Paman Li?" lirih Anjani. Sedikit terkejut dengan sekretaris yang mendampingi Mario.
"Loh? Bos Mario?" Papa Riko mengenali.
"Eh? Papa kenal?" Giliran sang istri yang bertanya.
"Itu atasan papa di kantor, Ma. Hari ini ada penyambutan jabatan untuknya. Tunggu-tunggu! Apa mungkin?" Tetiba saja papa Riko membuat dugaan sambil melihat Anjani dan Mario bergantian.
Anjani tersenyum dan melambaikan tangan kepada sang suami. Mario yang peka langsung melihat Anjani dan menghampiri dengan didampingi Paman Li, sekretarisnya.
"Nona Anjani, senang bisa bertemu nona lagi!" Paman Li menunduk takzim.
"Aku juga senang bisa bertemu Paman Li," ungkap Anjani.
Semua mata tak percaya dengan pemandangan yang dilihat di depan mereka, kecuali Isabel yang memang sudah lebih dulu mengetahui status Anjani.
"Apa undangan makan-makannya di sini?" tanya Mario, yang detik berikutnya menyadari keberadaan salah satu karyawan di perusahaannya.
"Pak Martin, selamat sore!" sapa Mario.
Papa Riko sedikit kelagapan menjawab sapaan Mario.
"Kebetulan sekali bisa ketemu kamu di sini. Kenalkan. Ini temanku di kampus, namanya Riko. Dia yang mengundangku dan Isabel," terang Anjani.
Mario mengangguk-angguk. "Aku baru saja selesai bertemu relasi. Lanjutkan saja dulu, ya. Aku sama Paman Li masih ada perlu," ungkap Mario.
Anjani menurut. Tanpa sungkan Anjani meraih tangan Mario dan mencium punggung tangannya sebagai salah satu tanda baktinya pada sang suami.
Mario pamit. Meninggalkan Anjani dalam perasaan lega. Kehadiran Mario di sana semakin mempermudah Anjani untuk mengungkap status dirinya.
"Bu Anjani, mohon maaf atas sikap Riko." Martin, ayah Riko langsung berinisiatif meminta maaf begitu tahu bahwa Anjani adalah istri bos di tempatnya bekerja.
Anjani hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Riko, minta maaf juga dong sama Anjani." Mama Riko sedikit mendesak sang putra.
Riko tak bergeming. Hati dan pikirannya masih berusaha keras berdamai dengan kenyataan.
"Kenapa harus minta maaf? Aku jujur tentang perasaanku. Dan, Anjani juga sudah menolakku," ungkap Riko.
Nada bicara Riko tak lagi ceria seperti sebelumnya. Kentara sekali rasa kecewa yang tengah menggelayut dada.
"Ehehehe. Om, tante, ini makanannya sudah boleh dimakan nggak?" tanya Isabel, berusaha merenyahkan suasana.
"Boleh-boleh. Ayo dimakan!" Mama Riko mempersilakan dengan ramah.
"Bu Anjani, silakan. Jangan sungkan!" Papa Riko mengistimewakan Anjani sebagai istri bosnya.
Suasana perlahan berubah. Kecanggungan terganti dengan rasa saling mengakrabkan. Anjani ditemani Isabel menikmati hidangan sambil mendengar kisah masa lalu mama papa Riko. Empat wajah begitu ceria. Akan tetapi, tidak terjadi pada diri Riko yang sedari mengetahui status Anjani hingga kini masih minim kata.
"Riko, mau kemana kamu? Ayo pulang!" ajak Martin begitu Anjani dan Isabel pamit.
"Riko mau menyendiri dulu. Lagi patah hati!" celetuk Riko.
Martin dan sang istri membirkan Riko tetap di restauran. Sementara mereka berdua pulang lebih dulu.
***
"Sumpah, deh. Gokil banget sore ini." Isabel cekikikan di dalam mobil Anjani.
"Gokil kenapa?" Anjani tertular tawa Isabel.
"Ya gokil aja. Bener-bener nggak nyangka seorang Riko yang bodoh amat ternyata beneran naksir kamu. Langsung ditolak lagi!"
"Huus. Ternyata itu yang kamu ketawain. Jangan gitu ah. Nggak tega juga lihat Riko mendadak murung seperti tadi." Anjani teringat mimik wajah Riko saat pamit pulang tadi.
"Eh, tapi kamu masih mau temenan sama Riko kan setelah kejadian sore ini?" Isabel ingin memastikan.
"Insya Allah. Tidak ada yang salah dengan kata teman. Ya ... semoga perasaan Riko itu memudar," doa Anjani.
"Uuuuh. Sehari kenal kamu, udah banyak aja kisah seru. Ke depan pasti akan lebih asik lagi nih sahabatan sama kamu," ungkap Isabel.
"Hehe. Kamu bisa aja. Nih, bawa pulang." Anjani menyerahkan paper bag dengan cover berlabel keripik talas rasa-rasa. Anjani dapat pesan singkat dari Mario untuk menyerahkannya pada Isabel.
"Eh? Ini buat aku?"
"Iya. Makan sama Kak Bastian."
"Ogah! Buat aku aja. Hihi," canda Isabel.
"Au-au-au. Adik yang iseng nih kayaknya. Terserah kamu aja, deh!" Anjani pasrah saja dan malah ikut tertawa.
Kendaraan terus melaju mengantar kembali Isabel pulang. Begitu sampai, mobil Anjani tancap gas lagi menuju rumah. Rupanya mobil Mario sudah terparkir rapi di garasi.
Anjani bergegas menuju kamar. Didapatinya Mario masih di dalam kamar mandi. Dengan sigap Anjani menyiapkan baju ganti Mario. Beres dengan itu, Anjani menuju dapur sebentar untuk meletakkan cemilan keripik talas di toples.
"Sudah selesai rupanya." Anjani melihat Mario sudah lebih segar.
"Istriku mau nyemil, ya? Sini aku temani."
Anjani mengikuti langkah Mario menuju sofa. Segera dibukanya toples keripik talas yang dibawanya, dicemilnya pula bersama sang suami tercinta.
"Bagaimana harimu dan calon buah hati kita seharian ini?" tanya Mario.
"Baik," jawab Anjani singkat. Tangan dan mulutnya sibuk dengan keripik talas. Anjani juga sama sekali tidak berniat untuk bercerita tentang Riko yang telah menyatakan cinta padanya.
Mario merebut keripik talas di tangan Anjani karena gemas dengan jawaban singkatnya."
"Iiih, ambil sendiri dong. Jail!" celetuk Anjani.
Mario hanya tersenyum sambil terus mengunyah. Senang sekali melihat Anjani doyan makan seperti saat ini.
"Oya, kenapa tadi ada Paman Li?" Anjani bertanya tentang sekretaris Mario.
"Per hari ini, Paman Li jadi sekretaris dan tangan kananku. Ayah yang menugaskan," terang Mario.
"Loh? Terus yang jadi sekretaris Alenna di kantor cabang siapa kalau bukan Paman Li?" Anjani ingin tahu siapa yang menggantikan posisi sekretaris adik Mario.
"Heeeem. Coba tebak!"
Mario malah ingin tebak-tebakan. Anehnya, Anjani justru meladeni suaminya.
"Orang baru?" Tebakan pertama Anjani, tapi Mario menggelang. Artinya, tebakan salah.
"Em ... sahabatnya sendiri, Ranti!" Tebakan kedua, dan masih mendapat gelengan yang sama.
"Siapa dong? Aku kenal nggak?" tanya Anjani.
"Kamu kenal, tapi tidak begitu lama kenalnya. Tidak jauh-jauh dari Paman Li juga, dan adikku itu pernah menjalin hubungan terlarang dengannya." Clue dari Mario teramat jelas kali ini.
"Benarkah? Berarti .... Satria, dong! Kamu nggak takut Alenna akan khilaf lagi sama Satria. Kasihan Mas Rangga nanti."
"Sayang, tenang saja. Kita lihat bersama, ikatan cinta adikku dengan suaminya akan mengendor atau malah sebaliknya."
Mario senyum-senyum sendiri. Sedikit membayangkan betapa terkejutnya sang adik dengan kabar mengejutkan tentang perubahan sekretaris pribadi di perusahaan.
"Oya, besok malam temani aku, ya?" Mario tetiba ingat sesuatu.
"Kemana? Kencan?" Anjani menebak asal dan langsung dihadiahi cubitan gemas di pipi.
"Besok ada acara pertemuan kalangan pebisnis. Semacam pesta. Karena aku baru, jadi direktur menyuruhku datang. Ada Paman Li juga nantinya," terang Mario.
"Kenapa aku ikut juga? Bukankah itu pertemuan pebisnis-pebisnis? Aku mahasiswi biasa lho. Bukan pebisnis. Kalau aku malu-maluin gimana?"
Mario gemas melihat ekspresi wajah Anjani yang terkadang menampilkan mimik kekanakan.
"Ikut saja besok. Sekalian aku mau memperkenalkan istriku yang menggemaskan ini. Untuk baju, sudah kusiapkan. Istri bos harus tampil menawan besok."
"Aku belum pernah ke acara yang begituan. Aku harus apa besok?" tanya Anjani yang masih khawatir akan kikuk sendiri.
"Besok kamu tinggal menggandeng tanganku saja biar tidak hilang!" canda Mario.
Perut Mario langsung menjadi pendaratan cubitan gemas dari Anjani. Seperti biasa, Mario terkekeh dibuatnya.
"Mau, ya? Kujamin kamu akan suka dengan banyak menu makanan di sana."
Makanan menjadi iming-iming menggiurkan. Mario begitu paham dengan kondisi Anjani yang akhir-akhir ini doyan makan.
"Iya, deh. Aku mau. Em ... tapi pulangnya belikan martabak, ya?" pinta Anjani.
"Aduh. Siap-siap istriku menggendut ini," canda Mario lagi.
"Yaudah, nggak usah!"
Anjani ngambek. Langsung ditinggalkannya Mario duduk sendiri di sofa.
"Eh? Mau kemana?" Mario masih tertawa pelan.
"Mau nelpon Meli. Jangan ganggu!"
"Nguping dulu, ah!" goda Mario.
"Berisik!"
Mario geleng-geleng kepala melihat Anjani yang kadang sensi. Namun, Mario bisa memaklumi itu. Kini pun Mario membiarkan Anjani bertelepon ria dengan sahabat baiknya di Jogja.
Bersambung ....
Seperti apa pesta yang akan dihadiri Mario-Anjani? Berjalan lancarkah di sana?
Suka? LIKE-nya dong buat author.
Mampir juga ke novel pertama author yang berjudul Cinta Strata 1, ya. Kisah Mario-Anjani bermula dari sana. Kenal juga sahabat baiknya Anjani, Meli. Merapat ke novel Menanti Mentari karya my best partner, Kak Cahyanti. Dukung kami 💙
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Nurliana Saragih
Sebenarnya kata2nya bagus sih tapi alangkah lebih baik kalo " Sayangnya Mas mau nyemil ya? Sini Mas temani!!! "
Bacanya lebih enak dan adem dihati.
2022-07-11
0
Ferly Ina
hahaha mario 😅
2021-03-26
1
Cinta Marisa
Hallo thor. Ceritamu seru aku suka.
Tetep semangat ya dan jaga kesehatan. Mari saling mendukung 🙏🙏🙏
Salam hangat dari...
THE VAMPIRE HUNTER...
di tunggu feedbacknya.
2021-01-15
1