Pendengaran ditajamkan. Isabel lebih mencondongkan badan ke depan agar lebih mendengar saat Anjani memberi penjelasan tentang status dirinya.
"Bagi cerita, dong. Kepo banget, nih!" pinta Isabel.
"Sebenarnya, aku baru aja menikah. Sekarang, aku juga sedang mengandung. Masih usia enam minggu, kok. Kamu kaget, ya?" tanya Anjani usai penjelasan singkatnya.
"Tadinya iya, tapi sekarang aku lebih kepo sama wajah suamimu. Seperti apa lelaki yang beruntung mendapatkan hatimu itu. Hihi." Isabel memamerkan deretan gigi gingsulnya.
Tawa ringan disuguhkan. Anjani tadinya mengira Isabel akan memberondong dengan pertanyaan lainnya. Ternyata Isabel justru lebih kepo dengan wajah Mario.
"Bentar lagi aku kenalin. Tapi jangan naksir, ya. Suamiku mantan idola kampus," ungkap Anjani dengan nada canda.
"Wuiih! Mantan idola kampus? Kayak Riko, dong! Pasti suamimu bening!" Isabel membayangkan wajah Mario akan sebelas dua belas dengan Riko.
Kembali Anjani tertawa ringan. Keadaan ramah seperti ini sungguh membuatnya nyaman. Isabel benar-benar asyik diajak berteman.
"Eh, tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal sih kalau lagi hamil. Tau gitu kan aku nggak ngajak kamu keliling gedung lama-lama. Maaf, ya. Kamu pasti lelah." Isabel merasa bersalah.
"Nggak apa-apa. Sekarang, kita ke dekat gerbang, yuk!" ajak Anjani.
"Loh, ngapain?"
"Nungguin suamiku. Aku nggak enak kalau ketemu di depan gedung," ungkap Anjani.
Di saat banyak yang diantar sang pacar, gebetan, atau teman dekat hingga ke depan gedung, Anjani justru memilih untuk bertemu di depan gerbang saja. Padahal statusnya dengan sang suami sangatlah jelas sebagai pasangan yang sah. Isabel yang belum terlalu mengenal betul watak Anjani pun memilih menuruti kemauannya.
"Eh, itu kakakku. Woi, Kak!" seru Isabel memanggil Bastian.
Bastian yang saat itu sedang beriringan langkah dengan temannya pun berlari kecil mendekat. Posisi mereka saat ini hampir mendekati gerbang utama.
"Udah kelar kuliahnya? Kalian mau kemana?" tanya Bastian.
"Udah, nih. Mau ketemu suaminya Anjani di depan," ungkap Isabel.
"Suami?" Keterkejutan tak dapat ditutup-tutupi. Bastian sungguh terkejut kali ini.
Bastian seketika melihat Anjani dengan tatapan penuh tanya. Sungguh Bastian tidak menyangka bahwa Anjani telah berstatus sebagai seorang istri. Padahal, Bastian memiliki niatan untuk PDKT dengan Anjani. Pupus sudah niatan Bastian.
Auto mundur alon-alon. Gagal sebelum berjuang, nih. Batin Bastian.
"Kak, Bas. Boleh ajak Isabel main ke rumahku, nggak? Nanti pulangnya kuanterin," izin Anjani.
"I-iya bolehlah." Bastian sedikit tergagap. Masih ada sedikit rasa kecewa yang menggelayut dada. "Masa iya aku ngelarang. Aku kan baik hati, tidak sombong, rajin menabung, tapi ... nggak punya kekasih. Hihi. Bel, jangan ngabisin makanan di rumah Anjani loh, ya!" ancam Bastian kemudian.
"Iya, bawel!" sahut Isabel.
"Anjani, sekalian nasihatin adikku ini, ya. Biar mau nutupin rambutnya kayak kamu. Lihat kamu adem. Kalau lihat adikku ... Kaboooor!" ujar Bastian, kemudian nyelonong pergi.
Anjani tersenyum, lantas menanggapi dengan kata insya Allah meski Bastian sudah tidak lagi di hadapannya. Sedangkan Isabel, dia hanya cemberut dan berulang kali meneriaki kata 'awas kau nanti'.
Memang, sang kakak bahkan orangtua Isabel telah gencar menyuruhnya berhijab. Hanya saja hati Isabel yang belum mantap.
Dua wanita beda penampilan telah berdiri di dekat gerbang utama. Menunggu kedatangan Mario yang tengah dalam perjalanan.
Tak begitu lama menunggu, sebuah mobil mewah bercat hitam menepi. Sosok berparas tampan keluar dengan membawa setangkai bunga mawar putih di tangan. Mario telah datang. Langsung didekatinya Anjani, lantas mengecup keningnya tanpa sungkan.
"Ish, di tempat umum kok main cium aja, sih!" protes Anjani. "Nanti aku dikira simpanan om-om!" imbuhnya.
"Om-om? Apa penampilanku setua itu? Baiklah, besok aku mau ganti gaya rambut biar terlihat lebih muda," sahut Mario.
Anjani justru terkekeh melihat ekspresi Mario yang begitu serius menanggapi kata-katanya.
"Tuan putriku baik-baik saja? Kubawakan bunga kesukaanmu." Mario menyerahkan setangkai mawar putih yang dibawanya.
"Hayo, metik di pekarangan siapa ini?" selidik Anjani.
"Di depan kantor ada sedikit tanamannya. Curigaan amat, sih? Aku bukan tipe pengambil milik orang tanpa izin." Mario meladeni candaan Anjani dengan ramah.
And how .... Betapa dunia terasa milik berdua jika sepasang kekasih telah larut dalam madu asmara. Isabel, fix terlupakan.
"Ekheem!" dehem kecil Isabel. "Cieee," imbuhnya.
Anjani refleks menoleh. Sedikit tergopoh karena benar-benar lupa dengan Isabel.
"Maaf-maaf. Em, Kenalin dulu. Ini suamiku, namanya Mario." Anjani memperkenalkan.
Mario tersenyum sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"I-isabel." Sedikit gugup juga Isabel karena melihat betapa tampannya Mario.
"Isabel kuajak main ke rumah, ya?" izin Anjani.
"Silakan. Aku antar. Pak Gun aku hubungi dulu biar tidak menjemputmu."
Anjani dan Isabel masuk ke dalam mobil lebih dulu. Sementara Mario masih menghubungi Pak Gun.
"Pantes kamu nggak mau dijemput di depan gedung. Teman-teman kalau lihat suami gantengmu pakai mobil semewah ini, pasti pada ngiri. Auto jadi trending topik satu kampus ntar." Isabel berbisik.
Anjani hanya mengangguk singkat sambil tersenyum sebagai tanggapan. Memang itulah salah satu alasannya. Di awal masa kuliahnya di kampus baru, Anjani tidak ingin terlalu mencolok.
Sampailah mobil mewah Mario di rumah. Pak Gun membukakan gerbang lantas menyapa dengan riang.
"Pak Gun, saya mau balik ke kantor. Nanti tolong antarkan teman istri saya pulang," terang Mario.
"Siap Tuan. Laksanakan!"
Tujuan Mario untuk memastikan keadaan Anjani sudah terpenuhi. Lega, meski hanya sebentar saja. Aura pengantin baru memang masih melekat baik pada diri Mario maupun Anjani. Wajar saja jika keduanya terkadang tak dapat menahan keinginan untuk saling bertemu memastikan keadaan pasangan.
"Makan ini bersama temanmu. Tadi ada penyambutan kecil untukku. Kue bolu, suka?" tanya Mario.
"Suka, kok. Aku nggak rewel kalau soal makanan," sahut Anjani sembari menerima kue bolunya.
"Aku kembali dulu. Assalamu'aikum."
"Wa'alaikumsalam. Jangan balik-balik lagi sebelum waktunya pulang!"
Mario hanya tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Anjani. Masuk mobil, putar haluan, mobil pun kembali dilajukan.
"Haaah! Bisa bernafas lega, deh!" celetuk Isabel.
"Eh? Kenapa, Bel? Emang dari tadi kamu nahan nafas?" tanya Anjani.
"Iya! Duh, suamimu bener-bener ganteng. Beruntung banget sih kamu!" Isabel mendadak gemas dengan Anjani. "Eh btw, kamu nggak takut suamimu diganggu wanita cantik di luaran sana? Suamimu tajir juga lho."
"Kadang sempet khawatir juga, sih. Tapi, insya Allah suamiku setia. Aku yakin suamiku tidak akan berani mendua apalagi sampai nikah lagi." Anjani terlihat yakin sekali.
"Wah, aura optimismu terpancar sampai sini, nih. Efek samping punya suami tampan gini pasti, ya?" Isabel membuat canda.
Hanya senyum ringan yang Anjani berikan sebagai tanggapan. Lengan Isabel ditariknya pelan, lantas diajak masuk ke dalam.
Mbak Lastri sigap membuatkan minuman untuk tamu yang datang. Anjani sempat membantu sebentar sambil meletakkan kue bolu di piring untuk segera dihidangkan. Sementara Isabel, di ruang tamu sana sedang asik mengamati album pernikahan Mario-Anjani. Dalam album foto itu terdapat pula foto teman-teman Anjani selama kuliah di Jember.
Tetiba saja ponsel Isabel berdering. Isabel tak pernah melalaikan ponselnya karena dia aktif juga di organisasi. Seringkali ada saja yang menelepon dirinya untuk sekedar melaporkan persiapan suatu even di kampus. Akan tetapi, yang menelepon Isabel bukanlah teman organisasi. Riko yang telepon saat ini.
"Tumben banget nih anak telepon? Pasti ada maunya." Isabel curiga.
"Ya, halo."
"Halo, Bel. Gue ada perlu, nih!" sahut Riko via teleponnya.
"Apaan tuh? Cepetan bilang!"
"Gue dikira nggak punya teman sama nyokap bokap. Nanti sore, ada acara anniversary-nya mereka. Gue disuruh undang teman. Lu bantu gue dong. Lu kan aktivis BEM. Pasti peduli sama rakyat biasa macam gue."
Isabel mengambil jeda karena Anjani datang dengan kue bolu dan minuman.
"Riko telepon, bentar ya." Kode Isabel.
"Lanjutin aja," pinta Anjani.
Isabel mencomot seiris bolu lebih dulu sambil kembali menanggapi Riko.
"Terus aku bisa bantu apaan? Ngumpulin massa buat akting di depan orangtuamu?" jawab Isabel dengan santainya.
"Nggak perlu repot-repot sampai segitunya. Cukup lu sama Anjani aja yang dateng. Kalian kan teman terdekat gue. Oke?" aku Riko.
Seketika Isabel tersedak mendengar pengakuan Riko. Sejak kapan Riko peduli dengan yang namanya teman. Begitulah pikirnya.
"Lagi bahas apa sih kalian? Kok sampai keselek gitu? Ini, Bel. Minum dulu." Anjani menyodorkan segelas air minum yang langsung diteguk oleh Isabel.
Telepon masih berlanjut.
"Cuma aku sama Anjani yang diundang, nih?" Isabel meyakinkan diri. "Sejak kapan kita berteman dekat?" imbuhnya.
"Sejak aku kenalan sama Anjani tadi. Oke, fix ya? Gue tunggu nanti sore. Alamat kukirim sekarang juga. Bye-bye!"
Telepon dimatikan sepihak. Isabel masih terbengong-bengong sambil menatap layar ponselnya.
"Bel, kamu oke? Riko bilang apa?" Anjani menutupi layar ponsel Isabel agar fokus ke arahnya.
"Ada undangan makan-makan dari Riko. Kamu sama aku diundang. Gimana?"
"Aku sih mau-mau aja, tapi aku izin dulu sama suamiku, ya? Insya Allah suamiku pengertian dan bakal ngasih izin," terang Anjani.
Isabel nyengir kuda. Dia tidak menjelaskan bahwa yang diundang hanya dirinya dan Anjani saja. Di satu sisi Isabel kebingungan dengan undangan dadakan yang hanya mengundang dirinya dan Anjani. Namun, di sisi lainnya Isabel kasihan dengan alasan yang Riko berikan. Sungguh miris kisah seseorang jika dianggap tak memiliki teman. Isabel berniat menolong Riko saja.
Berbanding terbalik dengan Anjani yang mengira undangan itu untuk teman sekelas. Makanya, Anjani mau-mau saja, dan tentunya dengan izin suaminya.
"Eh, undangannya kapan?" tanya Anjani.
"Sore ini."
"Waduh! Dadakan juga, sih."
Sempat ada keraguan, tapi Anjani memutuskan untuk tidak mengubah niatan. Anjani seketika menelepon Mario, meminta izin padanya. Rupanya Mario mengizinkan dengan mudah, asalkan perginya bersama Isabel dan diantar Pak Gun. Anjani pun setuju dengan itu.
***
Sore pun tiba. Anjani lebih dulu menjemput Isabel di depan gang rumahnya. Sengaja Isabel menunggu di depan gang karena mobil Anjani tidak akan cukup masuk ke dalam sana.
Anjani tampil dengan gamis casual warna pink soft. Sedangkan Isabel, tampil dengan dress bunga lengan panjang selutut. Rambut sebahunya dibiarkan terurai. Dan ... berangkatlah mereka ke rumah makan tempat Riko mengundang.
"Kok nggak seperti sedang disewa untuk pesta, ya?" Anjani mulai curiga.
"Em, Anjani. Sebenarnya Riko cuma ngundang kita berdua." Isabel jujur pada akhirnya.
"Eh?" Ada keterkejutan sesaat, tapi Anjani lekas memaklumi karena memang merasa salah juga tadi tidak bertanya lebih.
"Yaudah, nggak apa-apa. Sudah terlanjur sampai sini. Mungkin juga, teman Riko yang lainnya banyak yang diundang." Anjani berprasangka baik.
Melangkahlah mereka menuju reservasi meja yang telah diberitahu Riko sebelum ini. Lagi-lagi Anjani dibuat terkejut karena di meja yang dipesan hanya ada Riko, dan kedua orangtuanya.
"Bel, beneran cuma kita aja ini sepertinya," lirih Anjani.
"Hihi. Iya. Kok aku jadi kikuk gini, ya?" balas Isabel dengan lirih juga.
Riko menyadari kehadiran Anjani dan Isabel. Segeralah Riko berdiri dan mempersilakan mereka duduk di dua kursi yang tersisa.
"Ma, Pa. Lihat, kan? Riko di kampus punya teman." Ada kebanggaan di wajah Riko begitu menyebut kata teman.
Anjani mulai bisa mengartikan keadaan. Dari ucapan Riko, jelas orangtuanya mengira bahwa sang putra tidak memiliki teman. Menyadari hal itu membuat Anjani tersenyum simpul. Mulai meninggalkan rasa penyesalan telah datang ke undangan Riko yang dadakan.
"Syukurlah. Mama kira kamu beneran nggak punya teman!" Mama Riko terlihat lega, lantas tersenyum bergantian ke arah Anjani dan Isabel.
"Terus-terus? Yang mana pacarmu?" tanya Papa Riko dengan antusias.
"Yang pakai hijab, Pa. Namanya Anjani," terang Riko.
Deg!
Bersambung ....
Suka? LIKE-nya dong buat author. Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Mampir juga ke novel pertama author yang berjudul Cinta Strata 1, ya. Kisah Mario-Anjani bermula dari sana. Kenal juga sahabat baiknya Anjani, Meli. Merapat ke novel Menanti Mentari karya my best partner, Kak Cahyanti. Dukung kami 💙
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Ai Hodijah
sotoy kamu riko
2023-04-10
0
Dhina ♑
👏👏👏👏👏👏👏👏👏👏👏
2021-08-08
0
Esti. W
waduuuuuhhh.... bakalan berabe nih..
duuh riko....
2021-01-16
1