Aku menatap nanar langit-langit di sebuah kamar yang terlihat mewah. Kuedarkan pandanganku di sekitar. Benar aku berada di sebuah kamar yang mewah. Aku terpaku pada sosok yang tengah sibuk mengompresku. Wanita paruh baya yang begitu anggun dan elegan.
"Nak ... Kau sudah sadar?" tanyanya dengan nada penuh kelembutan.
Aku menganggukkan kepalaku. Mencoba untuk bangun dari posisi tidurku. Wanita itu tersenyum hangat. Aku merasa aman di dekatnya. Tetapi tetap saja pikiranku melayang pada kenanganku bersama mama. Dialah satu-satunya pelita hidupku.
"Kamu kenapa? Panggil aku mami. Mulai sekarang kau akan tinggal disini. Kau butuh sesuatu?"
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawabanku. Begitu enggan untuk menjawabnya. Aku memang tak pernah bisa dengan mudah menerima orang asing dalam hidupku. Seumur hidup hanya mamaku saja yang berada didekatku.
"Kau tidak nyaman denganku?" tanyanya kemudian.
"Aku ..."
"Tenanglah. Bersihkan dirimu dan itu pakaian tidurmu. Dengarlah Nak. Dirumah ini kamu adalah anak bungsuku mulai detik ini juga. Jadi aku harap kau mau menerimaku sebagai orang yang ada dihatimu. Mami turun dulu ya, kamu mandilah. Nanti turunlah dan kita makan malam bersama." Wanita itu pergi meninggalkanku setelah dia memberikan kecupan hangat di keningku. Kuusap keningku dan setelahnya aku menatap sebuah paperbag yang ada di atas ranjangku.
"Ini bajuku?"
Kuambil paperbag tersebut dan kukeluarkan isinya. Sebuah baju piyama untuk tidur. Lalu kulirik baju yang menempel dibadanku. Baju itu terlihat baru. Sedangkan baju yang biasa aku pakai itu baju yang lusuh. Mereka menggantinya? Aku harus bagaimana sekarang? Apa aku harus mempercayai orang baru ini? Atau aku lebih baik pulang saja? Sekarang aku lebih baik mandi saja.
Aku bergerak menuju kamar mandi. Disana aku banyak merenungi apa yang terjadi hari inj. Lagi-lagi aku menangis di bawah guyuran air shower yang membasahi badanku. Mencoba menangis dalam kebisuanku. Mama ... Mengapa kau meninggalkan aku begitu cepat? Belum juga kita bahagia bersama. Mengapa tuhan begitu tidak adil merenggut nyawamu. Sekelebat bayangan kebersamaan ditengah kemiskinan kian melanda. Aku semakin menarik.rambutku kebelakang. Meluapkan segala emosi dengan tangisanku yang kian terisak. Setelah aku rasa cukup lama berada di kamar mandi, aku mulai mematikan shower itu dan mulai mengeringkan badanku menggunakan sebuah handuk yang ada di gantungan. Kemudian aku memakai baju yang telah disiapkan oleh mami. Entahlah aku bingung bagaimana aku harus memnggilnya.
***
Aku kembali mengamati keadaan di bawah. Aku baru sadar jika ada banyak sekali pelayan dan penjaga di rumah ini. Itu artinya keluarga ini bukan keluarga sembarangan. Kulngkahkan kakiku menuruni tangga. Dengan takut-takut aku bertanya kepada pelayan yang sedang membersihkan lantai. Dia memnggilku nona? Apa tidak salah? Pelayan itu menunjukkan jalan menuju meja makan. Disana terlihat ada 3 orang yang telah duduk di kursi kayu itu.
"Kemarilah Nak. Mari kita makan. Kau pasti lapar bukan?" tanya seorang lelaki paruh baya saat dia pertama kali melihatku. Kuanggukkan kepalaku untuk menjawabnya. Dengan perlahan aku mulai mendudukkan bokongku di kursi kayu disamping mami.
"Jangan takut Nak. Kami hanya ingin membantumu. Ayo kita makan dulu setelahnya kita bicara."
Bicara? Apalagi yng ingin mereka bicarakan denganku? Saat aku sedang berfikir, kedua iris biru milikku menangkap sesuatu yang begitu menggugah selera. Sebuah paha ayam goreng yang selama ini aku inginkan. Sudahlah ... Jika mereka meracuniku aku sudah pasti akan mati bukan? Lebih baik mati dengan perut kenyang. Kuambil sebuah paha ayam yang terlihat lezat dan nasi satu piring penuh. Terserahlah aku benar-benar lapar. Dari pagi sama sekali belum ada sebutir nasipun yang sudah masuk keperut. Mereka semua menatapku heran. Mungkin melihat porsi nasi makan yang aku ambil menggunung. Tapi sekali lagi bodo amatlah. Aku makan dengan tenang.
****
"Baiklah Nak. Kumohon jangan takut. Jadi begini ... Kami ingin mengangkatmu sebagai anak kami berdua. Apa kamu setuju dengan keinginan kami ini? Kami berdua hanya memiliki satu orang anak laki-laki. Setidaknya setelah ada kamu, kami bisa merasakan memiliki anak gadis. Apa kau tidak keberatan memanggilku papi dan kemudian istriku ini mami? Oh dia anak lelakiku. Kau bisa memanggilnya kakak. Jika kamu masih bingung, maka kami berdua akan memberikanmu waktu untuk berfikir. Bagaimana? Kudengar mamamu sudah tiada. Agar ada yang menjagamu, setidaknya setujuilah permintaan kami."
Aku terdiam. Kembali pikiranku melayang saat masih ada mama disampingku. Sosok yang begitu anggun dan sabar meskipun aku sangat nakal. Ini terlalu mendadak. Tetapi aku juga membutuhkan sebuah sandaran untukku hidup di dunia ini. Jika mereka membohongiku, memangnya apa yang aku miliki? Tidak ada sama sekali hal berharga yang ada padaku. Namun lagi-lagi aku kembali egois. Ingatanku kembali pada foto mama yang selalu aku simpan di bawah bantal tidurku. Jika aku disini, apa aku tidak boleh membawa foto mama?
"Apa aku boleh membawa foto mama? Aku ingin melihatnya saat aku sedang sedih."
"Tentu! Asal kau mau tinggal bersama kami itu sudah lebih baik," ucap mami sembari tersenyum lembut padaku. Terakhir, dia memelukku hingga membuat diriku mematung. Hangat, meskipun tak sehangat pelukan mama. Akhirnya sebuah senyuman terbit di bibirku. Aku memejamkan kedua mataku. Sekarang mama bisa tenang. Karena aku akan baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Heksa Suhartini
menguras air mata ini thorrrr
2021-07-04
1
Emyl Ros Telaumbanua
semoga kamu bahagia selalu rianna sekarang kamu tausah sedih lg kamu suda punya keluarga yg menyayangimu 😘🤗
2021-02-04
1
@✿€𝙈ᴀᴋ hiat dulu⦅🏚€ᵐᵃᵏ⦆🎯™
like3
2021-02-01
0