Perlahan aku membuka mataku. Namun kedua netraku mendapat suasana yang asing. Sepertinya ini bukan kamarku. Saat hendak bangun dari posisiku, aku mendapati ada 3 orang suster yang melihatku sembari menulis sesuatu di kertas.
"Nona sudah bangun? Bagaimana perasaan Nona?"
Salah seorang dari mereka bertanya padaku. Tetapi aku sangat malas untuk menjawabnya. Kuedarkan pandanganku di sekitarku. Nihil, kak Ardan tidak ada. Heh, apakah aku dibuang lagi?
"Aku tidak apa-apa. Bisa tidak kalian pergi? Aku mau istirahat."
"Baiklah Nona. Kalau begitu kami permisi."
Mereka bertiga perlahan menjauh dariku. Aku menatap punggung ketiganya dengan tatapan kosong. Kenapa aku masih hidup? Mengapa aku selamat. Aku kembali mengedarkan pandanganku untuk mencari sesuatu. Setelah menemukannya, aku menarik sudut bibirku membentuk sebuah lengkungan.
Setelah meraihnya, segera kugoreskan ke tanganku. Hingga membuat kulitku luka dan mengucurkan darah. Sakit ... Tetapi hidup ini jauh lebih mengerikan dari apapun. Lebih baik aku segera mengakhiri semuanya. Bruk. Tubuhku telah jatuh ke lantai yang dingin. Aku berharap ini semua berakhir dan aku pastinya akan berkumpul dengan mama. Hanya mama yang menyayangiku. Hanya mama yang memberikan seluruh dunia untukku. Samar-samar aku mendengar seseorang memanggil namaku. Kuabaikan saja, karna aku lebih memilih untuk memejamkan kedua mataku yang terasa sangat mengantuk.
****
Samar-samar aku mendengar seseorang kembali memanggilku. Apa aku lagi-lagi selamat? Kedua kelopak mataku kubuka. Jika terakhir kali aku berada di ruangan ini aku sendiri, saat ini justru tak sendiri. Aku terkesiap begitu saja saat kudapati kedua orangtua kak Ardan beserta kak Dion, dan kak Kevin. Mereka semua berada di sini.
"Rianna, apa yang kau lakukan?" aku menoleh ke arah sumber suara. Kak Ardan? Tunggu, mami menangis? Ada apa ini?
"Sayang," panggil mami dengan lembut. Bahkan air matanya terus luruh. "Mengapa kamu melakukan hal itu? Bukankah masih ada kami? Jangan lupakan kami semua. Ingatlah sekarang kau bagian dari kami."
Bagian dari kami? Tidak. Kenyataannya aku ini hanya benalu bagi semua orang. Bagiku sudah cukup. Memangnya kita memiliki hubungan darah? Memangnya aku ini siapa? Bagiku mereka akan menyayangi jika mereka memiliki hubungan darah. Sedangkan aku? Lagi-lagi aku ini hanya orang luar.
"Pergi! Kalian pergi dari sini!. Huaaaa ... Pergi! Biarin aku sendiri."
Aku memberontak berusaha menerobos mereka semua. Lebih baik aku saja yang pergi jika mereka tetap ingin disini. Lagi-lagi kak Ardan menedekapku. Aku tetap memberontak sekuat tenagaku.
"Kevin, cepat panggil dokter!" titah kak Ardan pada kak Kevin. Lakiclaki itu tanpa berfikir dua kali justru melesat menembus angin.
"Tidak! Aku tidak butuh dokter! Aku hanya butuh mama! Aku hanya butuh mamaku. Bukan yang lainnya! Huaaa ... Biarin aku pergi. Tolong kak Ardan. Aku mohon."
"Tidak! Rianna, kami sekarang keluargamu. Kami ...." Kak Ardan terus saja mengatakan hal yang sama. Sebelum akhirnya dia meneruskan kata-katanya, aku langsung meluapkan emosiku.
"Keluarga? Aku hanya punya mama. Aku ini hanyalah orang luar buat kalian! Huaaaa minggir kak Ardan. Aku mau pergi."
"Nak, dengarkan kami. Sekarang kamu keluarga kami. Menurutlah Nak."
"Tidak!"
Kugigit tangan kak Ardan yang mendekap tubuhku. Berhasil, tangannya sedikit merrenggang. Kembali aku gigit tangannya di sebelahnya yang lain. Yah aku tinggal lari saja sekarang. Kak Dion?
Bugh.
"Egh." Aku mendesis dan jatuh tak sadarkan diri.
*****
Aku membuka kedua mataku. Seketika aku segera mencoba bangun dari posisiku. Aneh, mengapa tubuhku terasa kaku? Aku segera melirik kearah tangan dan kakiku. Seketika kedua mataku membulat sempurna saat aku mengetahui kedua kaki dan tanganku telah terikat. Segera aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Bukan hanya kak Ardan, tetapi disana juga ada mami, papi, kak Kevin serta Kak Dion yang ada di sana. Bahkan justru ada sekitar 5 orang dokter dan suster juga.
"Lepaskan aku! Kenapa kalian mengikatku? Aku nggak mau di sini. Aku mohon kak Ardan, tolong lepasin aku."
"Rianna menurut lah. Ini yang terbaik buat kamu." Kak Ardan mengusap dengan lembut pucuk Kepalaku. Aku menatap nanar ke arah dokter yang berdiri mematung.
"Dokter katakan, bagaimana keadaannya? Apakah perlu kita membawanya ke Ausie?" tanya kak Ardan.
"Jika itu keputusan dari Tuan muda, maka kami akan segera mengurus keberangkatannya," ucap dokter itu lalu kemudian beranjak pergi membuat aku bertanya-tanya mengapa.
"Rianna, kamu harus tenang. Ini untuk kebaikan kamu. Kami terpaksa mengikatmu seperti ini. Dengar, kau itu adikku. Mau bagaimanapun kau akan menjadi adikku. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu.
"Pembohong! Kalian pembohong! Tolong lepaskan aku kak Ardan."
Aku terus memberontak. Tak perduli dengan mereka semua yang ada di sana. Hatiku telah mati, hidupku telah hancur. Aku telah kehilangan sandaran hidupku terbesar di dunia ini. Tak akan ada kebahagiaan lagi untukku. Bukankah seharusnya aku ini harus sadar diri? Aku hanyalah seorang yang candela. Aku telah berjalan menyusuri kehidupan ini yang hanya dipenuhi dengan derita. Tak akan ada kebahagiaan untukku. Karena sudah jelas jika aku ini adalah atma yang hancur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Emyl Ros Telaumbanua
yg sabar rianna jangan sedih aku selalu ada untukmu sayangkuh 😘 😍🤭🤭
ditunggu kelanjutannya akak 😀😂🤭
2021-02-04
2
@✿€𝙈ᴀᴋ hiat dulu⦅🏚€ᵐᵃᵏ⦆🎯™
like5
sudah saya like semua bab
ditunggu like balik😊
mari kita saling dukung selalu
2021-02-01
1
N Nuryati
ditunggu Kelanjutannya Thor
2021-01-31
0