Dibawah derasnya guyuran hujan aku masih mematung. Menatap miris kosong pusara yang masih merah. Semua orang yang melayatpun telah lama pergi. Meninggalkan aku yang tengah terpuruk karena separuh nafasku telah tiada. Tak ada lagi air mata yang mampu terurai seakan telah mengering. Dari sudut bibirku memanggil lirih nama mama yang telah berpulang. Aku sekarang yatim. Meskipun ada seorang ayah, namun ayah tak pernah menunjukkan cintanya padaku. Hanya Jessicalah satu-satunya putri untuknya. Aku mengeratkan genggamanku pada sebuah kalung liontin bermata batu ruby merah. Kalung satu-satunya peninggalan milik mama yang selalu ia simpan. Dibaliknya bertuliskan dua inisial yang tak kumengerti. Namun, aku yakin satunya adalah inisial milik mamaku. Tetapi aku tak tahu inisial nama yang lain. Jika itu inisial nama ayah, aku yakin 100% bukan. Lalu jika itu bukan inisial ayah, inisial siapa? Sekelumit pertanyaan yang membuat hatiku pelik. Tak akan pernah aku mendapatkan jawabannya. Karena sang juru kunci telah tiada.
Kini aku benar-benar sendiri di dunia ini. Tanpa kasih sayang dan cinta yang akan melindungiku dari buasnya dunia yang kian menggerus kejam. Aku menengadahkan pandanganku keatas langit. Yang seakan ikut suram seperti masa depanku. Aku mulai melangkahkan kakiku menjauh dari pusara mama. Sudah mendekati malam yang akan berganti menyapa dunia, aku harus pulang ke rumah. Meskipun enggan, namun aku tau posisiku. Aku hanyalah anak yang tak dianggap. Jika aku terlalu lama diluar, maka pukulan akan menyambutku.
Aku berjalan menyusuri jalanan yang mulai sepi karena derasnya hujan yang mengguyur bumi. Berjalan kaki dengan pikiran dan hati yang kosong. Aku berfikir, jika saja aku tak dilahirkan didunia ini mungkin aku tak akan menjalani hari-hariku dengan semenyedihkan ini. Aku mendongakkan kepalaku. Kusungging sebuah senyum saat aku mendapati sebuah ide yang mungkin saja gila menurut orang. Kembali aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku. Hanya sedikit dari mereka yang masih berlalu lalang melintasi jalanan. Tiba-tiba kedua ekor mataku menangkap pemandngan sebuah truk yang kian mendekat. Aku bersiap dan setelah truk itu aku yakini dekat dengan diriku aku mulai berlari kearah tengah jalanan beraspal. Mencoba untuk mengakhiri semua kesialan ini dan membuatku terjerembab di pinggir jalanan seberang. Detik demi detik aku menyadari satu hal.
"Kau gila ya bocah? Kenapa kau berlari saat truk itu sudah dekat? Apa kau ingin mati?" teriak seorang lelaki berumur 30 tahunan. Aku menajamkan penglihatanku. Mencoba meresapi apa yang terjadi. Ternyata aku lolos dari maut. Mengapa? Mengapa orang ini menyelamatkanku?
Aku bangkit tanpa merespon lelaki yang memarahiku. Mencoba melangkahkan kakiku meskipun merasakan perih karena luka akibat terjatuh dijalanan. Saat aku mencoba melangkah kembali, lelaki itu menarik tanganku. Aku yang seperti mayat hidup hanya mampu mengikutinya. Membisu dan menulikan telingaku. Aku tak lagi mempunyai sandaran hidup lagi. Lalu untuk apa aku masih hidup?
"Kevin, Dion kemarikan jaket kalian," titahnya pada dua orang lelaki lainnya. Aku tetap membisu tanpa meresponnya sedikitpun. Kini aku tak lagi kehujanan karena lelaki itu menyeret tanganku untuk berteduh di emperan toko.
"Ada apa dengannya?" tanya lelaki yang sedikit lebih muda dari lelaki yang menarik tanganku. Lelaki itu melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada orang yang menyeretku tadi.
"Dia mencoba untuk bunuh diri," jawabnya sekilas sembari mencoba mengeringkan rambutku dengan jaket itu.
"Hah? Dimana?" tanya lelaki yang satunya lagi.
"Kau tidak apa-apa? Kenalkan aku Ardan, dia Dion dan Kevin. Katakan siapa namamu?" tanya lelaki yang bernama Ardan itu.
"Rianna." Aku hanya menjawab sepatah kata saja. Tak mencoba untuk berbicara lebih banyak lagi. Nyawaku seakan tercabut dari tubuhku. Tak lagi ada harapan untukku menjalani hidup ini. Pandanganku kosong menatap kedepan.
"Kenapa kau ingin bunuh diri?"
"Tuan ini semua bukan urusanmu. Terima kasih telah menyelamatkn saya." Aku membungkukkan badanku dan aku segera berlari. Namun saat aku hendak berlari, lagi-lagi orang itu menarikku dan menggendongku di bahunya. Segera setelah itu mereka memasukkanku ke dalam mobil mereka. Aku tetap mematung diri. Jika mereka menculikku dan menjual organku, silahkan. Toh aku tak akan mampu lagi untuk bertahan di dunia ini tanpa separuh nyawaku, mama.
"Katakan ... Kenapa kau ingin bunuh diri? Kau masih muda. Umurmu belasan tahun dan kau ingin mebgakhirinya begitu saja?" teriak Ardan.
"Ardan. Udeh lu jangan begono. Anak kecil, mungkin dia lagi putus cinta." Kevinpun ikut berbicara namun aku tetap saja membisukan diri.
"Kalau kau putus cinta, itu berarti kalian berakhir. Kau ini cantik, masih muda jangan membuang harga dirimu untuk lelaki sampah manapun. Hargai dirimu sendiri. Dasar bocah," umpat Ardan.
"Bro lu kalah ma bocah ingusan dong. Dia aja pacaran masa elu jomblo!" Lelaki yang menyetir itu kuketahui bernama Dion.
"Kelakuan bocah jaman sekaramg dikit-dikit meweklah. Dikit-dikit aku bahagialah, aku tanpamu bagaikan butiran debulah. Dasar bocah! Membuat orangtua kecewa dan sedih saja!" seru Ardan yang membuatku marah.
"Kalian tidak tau apa-apa! Persetan dengan pacar! Aku baru saja kehilangan mamaku!" kalimat pertamaku setelah kebisuanku beberapa lamanya. Mereka menoleh dengan kedua matanya yang melebar. Bahkan lelaki yang bernama Dion itu menepikan mobilnya. "Duniaku runtuh saat ini. Aku tak lagi memiliki kehidupan dan harapan. Setitik kebahgiaan nyaris enggan memasuki kehidupanku. Aku sendirian sekarang, bukankah lebih baik kuhabisi saja nyawa kecilku ini?"
"Jika mamamu sudah meninggal, bukankah kau masih memiliki seorang ayah bukan?" tanya Ardan.
"Heh ... Kau pikir jika aku masih memiliki seorang ayah, aku tidak akan sesedih ini? Aku bilang aku sendiri. Aku tak pernah mendapat kasih sayang seorangpun dari sosok yang bernama ayah. Katakan ... Jika aku kini telah kehilangan seluruh duniaku yaitu mama, apa yang harusnya aku lakukan? Aku ... Bukankah harusnya aku mati saja. Bukankah seharusnya aku tak ada di dunia ini? Kelahiranku adalah kesalahan terbesarku di dunia ini." Aku tersenyum miris. Menatap kosong pada jalanan yang masih saja diguyur hujan. Tiba-tiba tanpa permisi, sosok Ardan merengkuhku ke dalam pelukannya membuat kedua mataku melebar.
"Dengar ... Menangislah, jika kau ingin menangis. Tapi ingatlah satu hal. Jangan pernah sesali kehadiranmu di dunia ini. Karena mamamu juga mempertaruhkan nyawanya saat dia membawamu hadir di dunia ini. Kalau begitu, bagaimana jika kau menganggap kami kakakmu. Aku adalah kakak pertamamu, kemudian Dion adalah kakak keduamu, dan Kevin adalah kakak ketigamu. Mulai sekarang hiduplah bersama kami. Jangan pernah kau ungkit lagi tentang ayah biadapmu itu. Bagaimana kau mau kan menjadi adik perempuan kami?"
Aku membeku. Baru kali ini ada yang memberikan sosok hangat yang penuh kasih sayag selain mama. Buliran bening mulai berjatuhan dari kedua sudut mataku yang sudah mengeri itu kini membanjiri. Aku meluapkan tangisanku yang memilukan kepada kakak-kakak asing yang kini memberikanku cinta. Karena terlalu kelelahan, tiba-tiba semua menjadi buram. Akupun terjatuh pingsan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Heksa Suhartini
semoga saja mereka tulus memberikan kasih sayang untuk mu rianna
2021-07-04
1
Ayusofiatun
Sedih thor subuh" aq mewek..😭😭😭😭
2021-04-21
1
neng iyi
sedih x... rianna semngt
2021-04-19
0