Setelah seminggu mendekam, akhirnya Davina memberanikan diri keluar rumah. Dia memarkir mobilnya di tempat biasa, menarik nafas panjang sebelum keluar dari mobil.
“Jangan jadi cemen, Dav!” katanya pada diri sendiri.
Lalu dengan mantap dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam Espoir, sebuah tempat kursus balet.
Davina adalah seorang guru balet sekaligus menjadi pemilik Espoir. Tidak percuma Davina menyandang gelar Mahardhika di belakang namanya. Apa yang tidak bisa dilakukan keluarga terpandang tersebut?
Mendirikan sebuah tempat kursus balet agar Davina dapat mengaktualisasikan diri adalah hal kecil yang dapat mereka wujudkan segampang mengedipkan mata. Davina sebenarnya tidak butuh mencari duit sendiri, karena dia sudah punya asset dimana-mana atas namanya.
Tapi, ada satu kekosongan dalam dirinya, yang hanya bisa diisi saat dia menari balet. Ini adalah passion yang dia miliki sejak masih duduk di bangku sekolah. Davina cukup beruntung memiliki keluarga kaya yang membuatnya dapat menjalani apa yang dia sukai sehari-hari. Dia sadar betul tidak semua orang memiliki semua kenyamanan itu. Maka, satu-satunya yang bisa dia lakukan untuk mensyukuri keberuntungannya adalah menjalani hidupnya dengan cara yang terbaik.
Davina membuka pintu Espoir dan menemukan beberapa orang sedang duduk berbincang-bincang di ruang depan. Mereka semua langsung terkesiap begitu melihatnya muncul di pintu.
“Miss Davina? Kok udah datang aja? Bukannya masih cuti honeymoon?” Indira yang berdiri paling dekat dengannya, menyentuh tangannya.
Dia membatin. Mana mungkin kabar batalnya pernikahan dia dan Nikolas belum terdengar orang-orang Espoir ini? Indira terkadang suka kurang ajar!
“No comment ya, gue mau masuk kelas.” Davina melenggang pergi dari ruangan itu. Dia masih bisa menangkap bisik-bisik mereka sebelum masuk ke dalam kelasnya. Ah, gosip ini akan lama redanya.
Dia segera mengganti bajunya dan mengenakan sepatu ballet.
Dia melamun sejenak di tengah ruangan penuh cermin tersebut. Hari ini, sebenarnya dia tidak ada kelas, anak-anak didiknya tidak akan ada yang datang, karena dia sudah mengosongkan jadwalnya dari jauh-jauh hari.
Tapi, dia sengaja datang kesini, karena hanya menari yang akan membuatnya tenang saat ini. Oleh karena itulah, dia rela menahan malu dan datang ke tempat ini.
Ruangan kelas ini adalah satu-satunya tempat persembunyian favoritnya, dia selalu bisa menenangkan pikirannya disini. Segala masalah akan terasa lebih ringan setiap kali dia keluar dari ruangan ini.
Dia mengambil remote dan memilih sebuah lagu. Musik instrumental berjudul River Flows In You dari Yiruma pun mengalun. Dia memejamkan mata, berjinjit, lalu mulai membiarkan lagu tersebut membimbing tubuhnya untuk menari. Irama piano tersebut perlahan bernafas di setiap gerakan tubuhnya. Dia melangkahkan kakinya dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada yang bisa mengalahkan keanggunan Davina saat menari balet. Tidak percuma dia pernah menyabet satu penghargaan internasional lima tahun yang lalu.
Davina terus menari dan menari. Dia selalu masuk ke dalam sebuah cangkang yang tidak mengenal waktu setiap kali dia sedang melakukan hal yang dia sukai ini.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Dia mengambil susu cokelat dari pantry, lalu menikmatinya dalam keheningan. Dia pun duduk di salah satu sudut ruangan kelasnya, tepatnya di depan jendela. Dia dapat melihat hiruk pikuk Jakarta dari tempatnya saat ini.
Setelah puas menari, barulah dia dapat berpikir jernih. Barulah dia dapat benar-benar merasakan ketiadaan Nikolas hari ini. Dia segera mengambil ponselnya lalu menghubungi sebuah nomor. Dia perlu mendengar suara Nikolas.
“Halo?” sapa laki-laki itu dari ujung sana.
“Niko?”
“Ya, sayang? Siapa lagi?” Nikolas tertawa mendengar pertanyaan Davina. Kan wanita itu sedang menelepon nomornya, kenapa pula Davina bertanya.
“Kamu ngantor?”
“Enggak, di rumah.”
“Oh.”
“Kan kita lagi cuti honeymoon sebenarnya.” Nikolas tertawa miris.
“Yeah, right.”
“Jangan sedih-sedih, ah! Kamu kangen gak sama aku?”
“Banget.”
“Terus kenapa gak mau ketemuan?”
“Aku lagi di studio.”
“Jadi lebih milih balet dari aku?”
Davina tertawa kecil.
“Menurut kamu, sekarang kita harus gimana, Nik?”
“Om Azel dan Tante Nay lagi ngurusin semuanya kan? Mereka lagi nyariin Raka.”
“Iya.”
“Kamu tenang aja ya, semuanya bakal baik-baik aja. Kita bakal segera nikah."
“Iya.”
“Eh, aku dipanggil Mama nih. Bentar ya, Dav.”
“Iya.”
Davina pun menunggu sambil tetap menempelkan ponsel di telinganya. Dia berharap Nikolas-nya segera kembali.
Perhatian Davina tersita saat sebuah bayangan memantul di kaca di hadapannya. Dia berharap dia salah lihat, tapi kini orang itu sudah melingkupinya dalam pelukan.
“Kamu ngapain kesini?” Suaranya meninggi, dia mencoba berontak, tapi orang itu memeluknya erat.
“Devni,” panggil Raka, lembut.
“Rakaaa! Stooop!” Davina merintih.
“Kamu lagi nelepon siapa?” tanya Raka.
Davina tidak mau menjawab.
“Niko ya?” Raka berbisik di telinga kanan Davina, karena ponsel masih menempel di telinga kirinya.
“Raka, please, berhenti kayak gini!”
“Enggak,” bisik Raka lagi.
“Dav? Kamu masih disana?” Tiba-tiba Nikolas berbicara kembali di ponselnya. Jantungnya memompa dengan cepat. Apakah Nikolas tadi sempat mendengar suaranya?
“Masih,” jawab Davina. Dia sebenarnya ingin berteriak minta tolong, tapi dia tidak berani ambil risiko. Meskipun Raka brengsek, dia tetap tidak ingin laki-laki itu habis babak belur dipukuli oleh Nikolas. Dia telah mengenal Raka seumur hidupnya. Ini satu-satunya fakta yang membuat dia bertahan untuk tidak membunuh Raka dari kemarin.
“Aku harus nganterin Mama nih.” Nikolas berbicara lagi di telepon.
“I-iya.” Suara Davina terbata, karena kini Raka mempererat pelukannya di pinggang Davina.
“Besok aku main ke rumah ya?” tanya Nikolas. Davina baru akan mengiyakan permintaan calon suaminya itu, tapi sesuatu mengagetkannya…
“JANGAN!” jerit Davina, begitu merasakan bibir Raka mulai menyusuri lehernya.
Davina sadar bahwa Nikolas terkejut di ujung sana. Raka sendiri sudah terkekeh tanpa suara. Keisengannya membuahkan hasil.
“Nik, aku gak enak badan! Aku pulang dulu ya?” Dia cepat-cepat berbicara di telepon sebelum dia melakukan kesalahan lagi dan Nikolas menjadi curiga dengannya.
“Iya, Sayang. Cepat sembuh ya! Hati-hati!”
“Iya. Bye!”
Telepon ditutup.
Davina segera berontak di dalam pelukan Raka.
“KAMU TUH MAUNYA APA SIH, KA??? PLEASE, LEPASIN AKU!!!”
“Kamu. Aku maunya kamu,” kata Raka sambil menumpukan dagunya di bahu Davina.
“Kamu selalu begini setiap kali aku punya orang lain di hidupku. Nanti, di saat aku udah sepenuhnya punya kamu lagi, kamu juga akan ninggalin aku lagi. Jadi please, biarin aku bahagia kali ini, Ka.”
“Enggak, Devni, Sayang. Aku yakin bisa bahagiain kamu sekarang.”
“Perlu gak aku ingatkan kalau kamu juga ngomong hal yang sama dua tahun yang lalu?”
“Tapi waktu itu aku belum tahu apa mauku.”
Davina menggeleng.
“Apa jaminannya kamu tahu apa yang kamu mau sekarang, Ka?”
Raka memutar tubuh mungil Davina. Airmata sudah berjatuhan di pipi wanita itu. Raka tahu dia sudah terlalu sering menyakiti wanita di hadapannya, tapi dia ingin berubah. Sekarang yang ada di pikirannya hanyalah dia ingin mengusahakan yang terbaik dari dirinya untuk membahagiakan Davina.
Raka mengusap airmata wanita itu, kemudian mengecup singkat pipinya.
“Devni, aku udah sadar kalau satu-satunya yang aku mau di dunia ini cuma kamu.”
***
Jangan lupa like dan comment ya bebeb-bebeb kesayangan author 😘
IG Author : @ingrid.nadya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Saepul 𝐙⃝🦜
Sudah seperti jin ababil tiba² nongol aja 😁
2021-09-26
0
sumiati
di gantung tuh nggak enak Rakaaa
2021-09-26
0
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
mungkin rasa itumasih terpatri dlm plung hatimu davni
2021-08-19
0