Vampire Aedes
Malam sudah larut dan hanya terdengar bunyi jam. Tak ... tak ... tak ... seperti ritme jantung gadis kecil yang kian memacu. Rambut kucirnya berantakan. Besok adalah jadwal ulangan bab taksonomi dan dia belum menghapal satu kamus.
Guru itu gila! Pria botak yang menyuruh muridnya menghapal nama latin hewan serta tumbuhan benar-benar gila. 3000 nama latin? Aster tidak berminat menjadi ahli biologi. Ia hanya ingin menjadi ahli gizi.
Drttt ... ponselnya bergetar di dalam laci. Aster mengambilnya, ternyata itu dari teman sekelas bernama Vanesa.
"Halo, Nes. Apaan?" tanya Aster tanpa basa-basi. Sekarang ia sedang sibuk mengamati deretan huruf yang miring-miring, bahkan otaknya ikutan miring.
Vanesa berteriak seperti di tengah hutan, otomatis Aster menjauhkan ponselnya. "Beruntung banget lo belum tidur, Astericeae!"
"Ceileh, gaya-gaya manggil pake nama latin. Eh, udah hapal sampai mana?"
"Gue? Emm ... baru sampai abjad P. Kalau lo?"
"Bah! Gue sih ogah ya hapalin urut dari depan. Gue daritadi cuma bolak-balik lampiran buat lihat mana yang bakalan keluar soal."
"Emang lo tau yang mana?"
"Nggak. Makanya ini gue ngira-ngira."
"Dari minggu kemaren lo cuma bolak-balikin lampiran?"
"Gue belajar baru hari ini."
"Sukses besok ya!"
"Lo nggak mau bantuin gue?" tanya Aster tak percaya.
"Gue bantu doa. Bye bye ...!"
"Lah, terus lo ngapain nelpon gue?"
"Tadinya mau curhat sih, pas tau lo sibuk banget ya gue mau tutup telponnya."
"Jangan ih. Gue juga mau curhat. Pak Steven itu kayaknya kena gangguan deh, Nes."
"Hush! Kualat lo ntar, ilmu lo nggak berkah Sayang. Gibahin guru dosa, Sayangku!"
"Iya, gue tau. Tapi, ini gimana ceritanya, masa gue harus hapalin tiga ribu nama latin hewan dan tumbuhan dalam semalem?"
"Emang siapa yang nyuruh lo ngapalin kurun waktu semalem? Kan, Pak Steven suruh dari awal bulan?"
"Huh, pokoknya gue sebel! Mending nugas Fisika kalo kek gini."
"Udah ah, malah lo yang curcol. Gue mau bobok cantik. Bye bye, Astericeae! Have a nice dream ...."
Panggilan terputus. Aster menatap layar mati di tangannya dengan mata memicing. Ia menirukan gaya bicara Vanesa sambil mulut sengaja dimanyun-manyunkan. "Have a nice dream ... nye nye nye."
"Hish!" Aster membanting hapenya kembali ke laci bawah dan menutupnya lagi dengan sekali tendangan.
Aster mengurut pangkal hidung. Ia menata lampu belajar agar lebih fokus ke buku, lalu mulai serius untuk menghapal. Bibirnya bergerak cepat.
"Hoam ...!" Aster menutup mulut. Ia menengok jam dinding. Sekarang pukul dua dini hari. Sesungguhnya dia sangat mengantuk, berkali-kali matanya terpejam sendiri kemudian terjengkit karena kepalanya terantuk. Aster mencoba berdiri, menggeliatkan badan, lalu menggeser kursi belajar agar lebih nyaman.
Setelah itu dia duduk. Namun beberapa menit kemudian, Aster merasa tidak tahan menahan kantuk. Ini bukan kemauan sendiri untuk pergi ke pulau kapuk, pikirannya terbang ke alam bawah sadar.
"Aku akan tidur lima menit, setelah itu lanjut belajar."
Tiba-tiba, Aster merasa wajahnya terciprat sesuatu. Hal itu mengusik tidur lelapnya. Aster menggeleng dan spontan membuka mata.
"Akhirnya Tuan Putri bangun! Hari ini adalah hari pertama mengikuti kelas, kalau Tuan Putri tidak bangun sekarang entah bagaimana nasib saya."
Aster hanya bisa menatap aneh ke arah perempuan yang mungkin seumuran, tapi lebih tua sedikit. Mungkin selisih dua tahun.
"Lo siapa? Terus ... ini gue di mana?" Aster melihat posisinya saat ini. Dia sedang berada di ranjang ukuran sedang yang berlapis seprai ungu. Di atasnya terpasang kelambu merah muda. Di sekelilingnya berupa tembok bermotif bunga. Ini seperti kamar tidur yang Aster impi-impikan.
"Tuan Putri ... saya tidak paham dengan bahasa Anda." Perempuan tersebut balik menatap aneh ke arah Aster.
"Sama gue nggak usah formal gitu, heh! Ini di mana? Lo juga belum jawab semua pertanyaan gue yang barusan!"
Meski agak kelimbungan mencari arti setiap kata yang Aster lontarkan, tetapi dia sedikit paham beberapa kata. "Saya adalah pelayan Tuan Putri. Anda memilih saya ketika diangkat menjadi anggota kerajaan dua hari yang lalu. Apa Tuan Putri sudah lupa?"
Aster menaikkan sebelah alis. Bisa dibilang dirinya mengerti status perempuan ini ialah pelayan. Aster mengangkat kedua telapak tangan, mengamati bahwa mungkin saja ia masuk ke tubuh orang lain. "Ambilkan aku cermin."
"Baik, Tuan Putri!" Pelayan itu menunduk hormat sebelum pergi hanya beberapa detik menuju meja kecil di sudut kamar. "Ini, Tuan Putri."
"Ck! Nggak usah manggil Tuan Putri!"
Lawan bicara hanya terdiam karena memang tidak paham.
Aster berseru melihat wajahnya sendiri. "Wahhh! Aku manis banget!" Ini memang wajahnya, tapi tidak menyangka akan berubah semanis ini. Maksud Aster adalah ... tidak pernah wajahnya terlihat semanis ini.
"Tuan Putri, sebaiknya Anda segera bersiap atau Anda akan ditertawakan oleh anggota kerajaan yang lain."
"Ck, kan udah kubilang jangan panggil Tuan Putri! Memangnya, hari ini ada apa? Oh iya, kamu bisa nggak jelasin lima menit tentang duniaku?" pinta Aster diikuti senyum simpul.
Perempuannya di depannya begitu canggung. "Tuan Putri, Anda adalah perwakilan jiwa Aster dan sudah dilantik satu hari yang lalu. Hanya itu yang saya ketahui dari Tuan Putri. Kita baru berkomunikasi selama dua hari."
Aster mengangguk paham, meski belum puas dengan jawaban sesingkat itu. Ia teringat pelayan ini menyebutkan bahwa dirinya baru diangkat menjadi anggota kerajaan dua hari lalu, langsung dilantik satu hari setelahnya. Bisa dikatakan Aster adalah anak angkat raja dan ratu.
"Apa kau tahu kenapa Raja mengangkatku?" tanya Aster menirukan gaya bahasa si pelayan.
"Karena Anda adalah perwakilan jiwa Aster."
"Ah, itu dia! Perwakilan jiwa itu apa? Aku tidak mengerti sama sekali. Sebenarnya ini di mana dan tempat apa?"
"Tuan Putri, apakah perlu saya panggilkan Anda seseorang dari Negeri Tabib?"
Kerutan di dahi Aster semakin berkelit. "Negeri Tabib? Ya ampun, pasti gue lagi ngimpi main drama deh," gumam Aster sambil menepuk kening.
"Apa Tuan Putri mengatakan sesuatu?" kepala peyalan merendah untuk melihat raut Aster yang sedang menunduk.
Aster menggeleng. "Hm tidak. Nama kamu siapa?"
"Tuan Putri bisa memanggil saya Sari."
"Oke, Sari. Jangan panggil saya Tuan Putri. Panggil aja Aster. Lalu seseorang dari Negeri Tabib, apa kau bisa memanggilnya ke sini?"
"Ini akan sulit, tapi saya usahakan."
"Baiklah, sana pergi," usirnya. Sari masih bergeming. "Kenapa tidak pergi?"
"Anu, Tuan Putri, untuk kelas hari ini ... apakah Anda ingin saya meminta izin? Tapi, saya bingung harus mengatakan alasan apa kepada kakak Anda."
Aster melebarkan mata. Ternyata di sini ia mempunyai seorang kakak. Apakah dia jahat? Pasti jahat mendengar dirinya saja hanya anak angkat. Anggota tiri itu jahat. "Bilang saja kalau aku lelah, semalaman belajar sampai ketiduran dan ingin istirahat." Aster menarik selimut hingga menutup seluruh tubuh. Posisinya memunggungi Sari yang sedang berdiri di dekat ranjang.
"Baik, Tuan Putri."
Setelah dirasa bayangan Sari sudah pergi, Aster menyibak selimut. Melengok ke belakang tidak mendapati siapa pun. Aster memilih memejamkan mata. Mungkin saja bangun-bangun ia sudah kembali ke kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
kelincipincang
gamau dipanggil tuan putri terus mau dipanggil affah dong?? sayang?
2023-07-19
0
Mamahsp99
mampir
2023-06-24
0
The best❤️❤️❤️❤️
2023-06-23
1