"Kenapa baru bilang sekarang!" Aster pun berlari ke belakang kepala ranjang. Sari menggaruk tengkuk sebab ia kira Tuan Putri sudah tahu akan hal ini.
"Kenapa diam saja! Cepat bantu aku mengusir psikopat ini!" teriaknya menyadarkan Sari yang sedang melamun. Aster melempar bantal, guling, selimut dan vas bunga. Namun tiada yang berhasil mengenai wajah Putri Ketujuh. Perempuan itu masih santai mengelak barang-barang yang Aster lemparkan ke arahnya.
"Tuan Putri, tolong bertahan! Saya akan meminta bantuan Pangeran Ketujuh."
Brak! Sari lenyap di balik pintu. Sekarang Aster benar-benar sendirian melawan seekor nyamuk raksasa.
Aster berlari dari sisi ranjang kanan ke sisi ranjang kiri. Mereka terlihat bermain kejar-kejaran. Beruntung sekali Aster memiliki tubuh mungil sehingga memudahkan ia menerobos bawah meja. Ia bersyukur ditempatkan di sebuah kamar yang luas.
Bahu Putri Ketujuh bergetar. Wajahnya menunduk menyembunyikan senyum lengkung yang masih bisa Aster tangkap, hanya saja tertutup oleh jari berkuku hitam dan panjang. "Pfft, bodoh sekali," ejeknya memicu api membakar wajah Aster.
Tentu saja mukanya merah padam. "Angkat kaki dari kamar gue, sekarang!" usirnya tak digubris sama sekali.
"Aku ingin menghisap darahmu yang manis itu. Kalau memberontak seperti ini, jangan salahkan aku memakai cara menyakitkan."
Aster mengambil pisau buah di nakas samping tempat tidur, kemudian menodongkannya ke arah berseberangan. "Bodo amat! Pergi nggak? Atau jantung lo gue tusuk pakai pisau!" ancamnya.
Brak! Pintu terbanting untuk kedua kali. Namun kali ini, pintu itu terbanting oleh sosok laki-laki berwajah tampan. Persis adegan menyelamatkan putri kerajaan. Ialah Pangeran Ketujuh, menghampiri dan menarik tangan Aster ke belakang tubuhnya, berusaha melindungi.
"Adik, apa yang kau lakukan di kamarku?"
Aster membulatkan mata. Pisau yang dipegang erat jatuh ke lantai begitu saja dan mengeluarkan suara nyaring. Jemari Aster melemas karena Pangeran Ketujuh mencengkeram terlalu kencang.
"Hehe, tadi aku hanya lewat, Kak. Tak sengaja mendengar pembicaraan Putri Tumbal bersama pelayannya. Katanya, dia ingin pergi sebab Kakak adalah penyebar virus berbahaya serta mematikan."
Bagai petir menyambar kepala. Aster memekik, kepalanya menggeleng cepat. "Saya tidak ..."
"Aku mengerti. Adik, kau keluarlah dari kamarku, sekarang!" titah Pangeran Ketujuh.
Setelah kepergian nyamuk betina, Pangeran Ketujuh mengangkat tangan Aster sehingga terlihatlah darah menganak sungai, mengalir ke siku berakhir menetes ke lantai. Pangeran Ketujuh datang tergesa-gesa karena aroma darah ini, menandakan Aster terluka.
"Apakah sakit?"
"Tidak terlalu," jawabnya heran.
Aster pun digiring untuk duduk di pinggir ranjang. Pangeran Ketujuh setengah berlutut. Dia menjulurkan lidah, menjilat darah itu mulai dari siku semakin naik dan naik ke ujung jari telunjuk, sumber mengalirnya cairan merah. Aster kurang hati-hati saat meraih pisau.
"Apa kau tahu betapa nikmatnya darah manis? Ini terlalu berharga jika terjatuh sia-sia."
Aster mengikuti arah pandang Pangeran Ketujuh. Benar, darahnya mengotori lantai. "Maafkan aku ...."
Pangeran Ketujuh memasukkan sebagian ujung jari Aster ke dalam mulutnya. Dapat Aster rasakan sensasi dingin perlahan menghangat oleh saliva pemuda itu. Aster ternganga akan pesona laki-laki di depannya.
Pangeran Ketujuh menjauhkan wajahnya. "Jangan menatapku!" larangnya sambil mengusap sudut bibir menggunakan jempol.Pangeran memasukkan sisa darah yang menempel di ibu jari ke celah mulut Aster.
Aster mengatupkan bibir dengan bantuan kedua tangan. Matanya membulat sempurna. "Apa yang barusan kutelan ... darahku?"
"Iya. Bagaimana menurutmu?" tanya Pangeran Ketujuh.
Aster tadinya ingin marah, akan tetapi rasa manis menjalar di ujung lidahnya. "Ini ...," Aster mematung tiga detik, "mengapa bisa seenak ini?" Tanpa sadar, Aster menghisap lagi darahnya sendiri.
Pangeran mendorong pelan dahi gadis itu agar berhenti memakan 'gula-gula'nya. "Jangan melakukan hal ini! Kau bisa mati."
Aster tertawa. Menurutnya, ini lucu. Dia menatap manik abu-abu. "Kenapa saya sangat manis? Pangeran Ketujuh pasti mengubah saya menjadi vampir. Iya, kan?"
"Jangan omong kosong!" Pangeran Ketujuh bangkit, merapikan jubah hitam.
"Anda mau pergi ke mana?"
Tidak berniat menjawab. Pemuda itu memberi lirikan misterius seperti sebelumnya, kemudian melenggang keluar. Aster merasa jengkel dengan lirikan tersebut.
Di sisi lain, Pangeran Ketujuh berjalan menyusuri lorong sepi ditemani lampu minyak yang melekat di setiap sudut tembok. Ia berbelok ke kanan, mendorong pintu kayu mengilap berukir sepasang sayap.
Perempuan di dalam sana terusik. Mata sipit itu terbuka di balik selimut tebal yang menutup seluruh tubuhnya. Ia melirik ke sumber suara, berasal dari daun pintu.
"Adik, hari ini kau tidak keluar Istana." Suara Pangeran Ketujuh. Dia khawatir terkait laporan kepala pelayan, bahwa Putri Ketujuh belum menghisap setetes darah pun. "Kau bisa mati kelaparan."
"Aku ingin minum darah Aster," cicitnya tanpa menyibak selimut yang menjadi penghalang. Putri Ketujuh sedang malas menatap wajah kakaknya.
"Kau bisa menggigit orang lain semaumu, tetapi jangan Aster. Dia sumber panganku." Usai mengatakan inti pembahasan, ia berbalik membelakangi ranjang Putri Ketujuh. Namun, belum sempat melangkah sudah dihentikan oleh racauan gadis yang sejak dalam kandungan selalu berada di sampingnya.
"Kenapa aku menjadi saudarimu, Kak? Kalau saja bukan karena kau yang terpilih menjadi perwakilan, aku tak mungkin tersiksa seperti ini." Putri Ketujuh meluapkan emosi dengan menggigit bantal.
Setiap perutnya keroncongan, dirinya selalu berpikir apakah sudah takdirnya menjadi monster yang haus akan darah. Semua korban gigitan perlahan-lahan sakit dan mati.
Ialah penyebab tumbangnya warga di tepi sungai. Malam hari, berturut-turut Putri Ketujuh habiskan untuk berburu manusia yang sibuk memancing. Seharusnya ia dikurung, tetapi Pangeran Ketujuh mengancam akan memenggal siapa pun yang berani memborgol kaki adiknya.
"Aku tahu bagaimana perasaanmu, terlebih lagi akulah beban yang membuatmu kesakitan."
Gadis itu memejamkan mata. Dia lelah berburu—membunuh—melupakan fakta bahwa orang yang diterkam juga memiliki kehidupan. Rasanya seperti buronan. Orang di luar Istana tidak tahu menahu apa yang terjadi pada dunia. Mereka tidak tahu apa-apa tentang rahasia di Istana.
Rahasia mengenai ....
Perwakilan jiwa.
"Tuanku, kenapa Anda tidak menjelaskan bahwa perwakilan yang sebenarnya adalah Putri Kejutuh. Sebagai saudara kembar, mau tak mau menyeret Pangeran ke Istana."
"Tidak perlu. Itu akan semakin membuatnya sedih."
***
"Menurut buku yang pernah saya baca, aster merupakan bunga kaya nektar. Karena Anda perwakilan jiwa aster, otomatis tubuh Anda memiliki dua jiwa yang menyatu, yaitu jiwa manusia dan jiwa aster. Itu sebabnya, darah Tuan Putri terasa manis, bahkan mungkin saja di dalam tubuh Tuan Putri mengalir banyak madu."
"Kelebihan kadar gula?"
Aster duduk di kursi rias sambil menopang dagu, matanya lekat memperhatikan penjelasan Sari yang berdiri tak jauh dari tempatnya. "Sari, sebenarnya putrimu nggak terlalu paham apa itu perwakilan jiwa. Aku penasaran kenapa jatuhnya bukan diabetes?"
"But, aku lebih penasaran kenapa gigitan Putri Aedes bahaya, sedangkan gigitan Pangeran Aedes nggak berbahaya?"
"Tuan Putri, saya sarankan Anda harus membaca banyak buku setiap harinya. Kalau Tuan Putri Hanya membaca saat akan ulangan, hal itu tidak efektif."
Pipi Aster bersemu merah. Kakinya menegak saking tidak rela dikata IQ-nya jongkok. "Lo—" ungkapnya tak percaya mabil menuding hidung Sari.
Sari menunduk hormat. "Ini demi kebaikan Tuan Putri sendiri. Hamba tidak bermaksud."
Aster menurunkan tangan dan berjalan kaku menuju kasur. Sari membantunya berbaring serta menarik selimut. "Apa Tuan Putri perlu saya temani?"
"Up to you!" bentaknya lagi. Aster sudah tidak peduli dunia aneh ini. Toh, saat ia terbangun rohnya akan kembali lagi ke dunia nyata.
Matanya dipaksa menutup. Walau jauh di lubuk hati, Aster ingin sekali melihat Pangeran Aedes.
Sari memutuskan bergeming mengawasi gerak-gerik Aster. Dia memandang remaja itu dengan tatapan tak mengerti. Semakin hari semakin banyak kata asing keluar masuk telinga. Entah dari mana Tuan Putri mempelajari semua bahasa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sabar ya Putri Ketujuh🤧🤧🤧
2023-06-23
1