Inikah yang dimaksud Putri Tumbal? Mengapa ... mengapa Raja tega menumbalkan putri angkatnya? Seingat Aster dia baru dua hari diangkat menjadi Putri Kerajaan. Kenapa secepat ini Raja membuangnya?
Pangeran Ketujuh menjilat bawah telinga Aster. "Akh!" Aster merasakan sensasi dingin.
"Ssst ... ini takkan sakit kalau kau tak banyak gerak," ingatnya yang diangguki oleh Aster.
Pangeran Ketujuh menancapkan taring ke leher perempuan dalam dekapnya, tepat di bawah telinga. Cairan manis mengalir dari mulut membasahi kerongkongan. Sangat segar dan manis, semanis madu. Tidak salah ia membawa perwakilan jiwa aster.
Selang satu menit, Pangeran Ketujuh menjauhkan wajahnya. Ia tersenyum sambil mengusap jejak merah di sudut bibir. "Apakah sakit?"
Aster menggeleng heran. Tangannya pun meraba leher. Sedikit perih, bisa ia bayangkan lubang bekas gigitan terpampang mengerikan.
"Jangan disentuh. Itu bisa menyebabkan infeksi luka. Sebaiknya pakai ini ke mana pun kau pergi." Pangeran Ketujuh melepas syal hitam miliknya, lalu mengalungkannya di leher Aster agar bekas gigitan tertutup sempurna.
"Terima kasih. Boleh saya minta sesuatu?" tanya Aster dengan logat sopan santun. Kalimatnya masih saja kaku. Ia tidak biasa bicara formal, bahkan dengan guru sekali pun.
"Tidak!"
"Bagaimanapun saya adalah seorang putri bangsawan! Setidaknya kabulkan permintaan saya kali ini sebagai bentuk penghargaan."
"Baru kali ini aku mendengar seseorang dengan bangganya menjadi bangsawan. Baiklah, sebutkan permintaanmu." Raut muka pangeran tidak senang. Aster berpikir dalam kegemingan. Menjadi bangsawan bisa mempunyai banyak hal. Istana megah, makanan mewah, lantas apa yang dipermasalahkan?
"Saya ingin Sari dikirim ke sini."
"Ada banyak 'sari' dari tempatmu berasal. Katakan sari mana yang kau inginkan?"
"Ada banyak? Bukannya Sari adalah nama pelayan yang menemani saya selama ini?" Astaga, jadi sari adalah sebutan pelayan di tempatnya tinggal.
"Kita baru bertemu dua jam yang lalu dan kau datang sendirian di pertemuan antar bangsawan tadi pagi."
"Saya ... saya tidak tahu tentang pertemuan."
"Baiklah, nanti malam pelayan pribadimu akan datang ke sini."
Aster mendongak. "Benarkah? Terima kasih, Pangeran!" Aster reflek memeluk lengan Pangeran Ketujuh, meski sekilas. Karena setelahnya, perempuan bermata bulat tersebut memakan menu dengan sangat lahap. Tiba-tiba merasa lapar, tentu saja. Darahnya habis dihisap.
Matahari berganti bulan. Sesuai perkataan Pangeran Ketujuh, Sari datang menghampiri Aster yang tengah berdiri memandang langit.
"Salam, Tuan Putri!" Sari mengangkat gaun lusuh dan agak menunduk.
Aster berlari memeluknya. "Akhirnya kau datang! Aku butuh penjelasan, kemari." Di luar angin berembus sangat dingin, jadi Aster membawanya masuk ke kamar.
"Penjelasan apa, Tuan Putri?" tanya Sari bingung.
"Jelaskan, kenapa aku bisa ada di sini?"
"Itu ... saat pemilihan Putri Tumbal, semua kakak dan adik Anda menolak. Lalu, saat tiba giliran nama Tuan Putri disebutkan ... Anda diam saja, sehingga Pangeran Ketujuh setuju membawa Anda kemari."
"Aku tidak mungkin diam saja! Tidak mungkin aku mengajukan diri bukan?"
"Ah! Saat itu Tuan Putri tertidur sambil mendengkur halus, menurut Sari ... Anda tidak punya kesempatan untuk menolak. Pangeran langsung membopong Tuan Putri karena takut mengganggu tidur Anda yang sangat nyenyak."
"Berani-beraninya dia membawaku saat tidur! Ini namanya penculikan terang-terangan. Kalau aku bangun dari awal, sudah pasti akan kutolak panggilan itu."
"Apa yang akan Anda lakukan sekarang, Tuan Putri?"
"Tidak ada. Aku hanya penasaran kenapa Pangeran Ketujuh menghisap darahku. Apakah dia vampir?"
Sari menautkan kedua alis. "Tuan Putri, saya tidak mengerti apa yang Anda katakan. Pangeran Ketujuh adalah perwakilan dari Aedes Aygepti."
Mata Aster melebar. "Nyamuk demam berdarah? Maksudmu ... aku akan terkena penyakit mematikan itu?" tanya Aster sambil menguncang bahu Sari.
Pemilik sanggulan rambut meringis kesakitan. "Tuan Putri, mohon lepaskan saya."
Aster menghentikan aksinya, beralih menggigit ujung kuku. Matilah ia kali ini karena membiarkan makhluk penghisap darah menyesap lehernya.
"Anda tenang saja, Tuan Putri. Perwakilan kali ini mengangkat seorang laki-laki."
Aster menoleh. "Memangnya kenapa kalau laki-laki? Tetap saja dia itu serangga penyebar virus! Aku bisa mati kalau di sini terus-menerus. Aku harus pergi."
Sari mencekal tangan Aster, membuat langkah gadis bermata bulat terhenti. "Jangan menyentuhku!"
Sari menunduk dan melepas tangannya. "Maaf, Tuan Putri. Mohon Anda jangan gegabah. Ini sudah menjadi takdir Kerajaan Plantae, yaitu menyediakan makanan bagi Kerajaan Animalia meskipun harus dengan menumbalkan semua perwakilan jiwa," jelasnya panjang lebar.
"Dari awal kau selalu mengatakan perwakilan jiwa, perwakilan jiwa. Kau pikir aku paham apa yang kau bicarakan? Tidak!" Aster meninggikan suara.
Pintu kamar berderit memunculkan kepala cantik berusaha mengintip apa yang terjadi. "Siapa di sana?" tanya Aster akibat cahaya lilin yang temaram.
Langkah sepatu menggema di ruangan yang lumayan besar ini. Sari melihat sosok wanita berambut hitam sebahu mendekat, ia segera mengambil jalan di depan Aster.
"Kenapa kau menghalangi pandanganku?" Itu benar. Sari lebih tinggi dari tubuhnya.
"Tuan Putri, ini adalah orang yang harus Anda hindari. Saya akan melindungi Anda." Sari merentangkan tangan, Aster yang berada di belakang punggungnya hanya dapat merasa bingung.
"Hehe, Putri Tumbal ini pecundang," ujar perempuan itu sambil menutup mulutnya dengan ketiga jari ramping. Dia bersandar pada tembok dekat pintu yang kini menutup.
Dada Aster naik turun mendengar dirinya disebut pecundang. Aster paling benci akan kata itu. Bahkan ia tak sudi untuk mengucapnya dalam hati. Ia pun menunjukkan batang hidung menghadapi perempuan sok angkuh tersebut. Sekarang jarak mereka tak lebih dari setengah meter. Dengan tinggi tak seberapa, membuat Aster mendongak tak lupa mengeluarkan tatapan tajam.
Kedua tangan memegang pinggang. "Apa lo bilang! Lo itu cewek yang kagak tau sopan santun! Maksud lo apa main nyelonong ke kamar gue tanpa ketuk?"
"Hehe, ternyata Putri Tumbal ini memang unik seperti yang Pangeran Aedes katakan." Ia menggenggam ujung jari Aster yang tadi menusuk-nusuk dadanya. "Dengar, aku adalah Putri Ketujuh dari Istana Apung. Siapa yang butuh izin dari siapa."
Putri Aedes atau Putri Ketujuh menyeringai lebar. Mata Aster terbelalak. Perempuan ini mempunyai taring yang sama dengan Pangeran Ketujuh. Semakin terlihat runcing tatkala memberikan senyum miring. "Kau ...?"
"Aku ingin makan malam." Putri Ketujuh menjulurkan lidah, ingin menjilat punggung tangan Aster. Namun, hal itu dicegah oleh Sari dengan menubrukkan tubuhnya ke tubuh Aster dari samping.
Pinggul Aster membentur sisi ranjang, membuatnya terkapar di lantai, meringis ngilu sambil meremat perut kiri bagian bawah. "Sssh, Kenapa gue yang dirojokkin? Bambank banget sih, lo!" protesnya kesal. Aster susah payah bangkit.
Rautnya menjadi khawatir. Sari berada di kurungan kedua lengan Putri Ketujuh. "Ternyata pelayan rendahan yang sangat berani." Sari menunduk takut merasakan jari berkuku tajam mengelus dagunya. "Hehe, tetapi sama pecundangnya dengan si Tuan Putri."
Bibir Aster mengerucut, menatap tak suka ke arah punggung Putri Ketujuh. "Terima kasih atas pujianmu, Putri Aedes. Bisa lepaskan dia sekarang? Status Anda terlalu tinggi untuk bermain-main bersama pelayan bukan?"
Putri Ketujuh menoleh sebatas menampakkan pipi dan lirikan maut melalui ekor matanya. "Hehe, aku lebih suka bermain-main dengan Putri Tumbal. Berani sekali kau menyebut namaku secara langsung!" Matanya berubah merah.
Aster melipat tangan di depan dada seolah tak gentar, tapi bertahan singkat. Tak lama, perempuan bermata sipit berjalan santai ke arahnya disertai tatapan mirip predator, membuat nyali mangsanya menciut.
Sari di belakang Putri Ketujuh juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa memandang tuan putrinya dengan mimik muka cemas, bahkan pelipisnya berkeringat.
"Tuan Putri, tolong hati-hati! Gigitan Putri Ketujuh membawa virus yang baru saja Anda katakan."
Demam berdarah yang itu, pasti DBD!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Waduh DBD😦
2023-06-23
0