...[Beri like dan komen]...
Bu Ellen dan Mama Dina kini menaiki tangga. Sementara Sovia, ia berjalan ke arah Raka dengan sebuah piring berisi sarapan di tangannya. Memang tadi, Raka tak ikut sarapan. Sovia pun meletakkan piring itu di atas meja lalu duduk di dekat Raka dan tak lupa tersenyum.
Ketika Raka ingin mengambil sarapannya. Sovia malah berbicara hingga ia pun tak mengambil sarapannya dan melihat istrinya itu.
"Sayang, tadi kamu serius banget ngobrol sama Papa. Kalian lagi ngomongin apa?" Sovia mulai bertanya ingin tahu.
"Oh itu, soal Deva." jawab Raka sambil menyisir rambut Sovia. Ia sangat suka dengan rambut istrinya yang panjang bergelombang.
"Kenapa dengan, Deva?"
Raka pun memberitahukan jika Deva akan tinggal sementara di LN. Sovia yang kini tahu, ia terlihat murung. Ia sebenarnya tak ingin pisah lagi dengan anak-anaknya.
"Tenanglah, tak usah kuatir. Jika dia sudah benar-benar sembuh. Dia akan pulang bersama Papa dan Mama serta Ibu mertua. Kamu percaya saja ya, sayang." Raka mencoba menghibur Sovia.
"Baiklah, aku percaya dan terima kasih." Sovia tersenyum manis begitupun Raka ikut tersenyum.
"Oh ya, makan gih sarapannya." Sovia mengambil piring itu lalu memberikan kepada Raka. Raka pun enggan memakannya membuat Sovia terheran.
"Loh, kenapa?" tanya Sovia.
"Suapin." jawab Raka senyum-senyum. Ia kini mulai manja.
"Baiklah, aaaa ...." ucap Sovia memberikan satu sendok ke mulut Raka. Raka pun memakannya lalu mengunyah merasakan sarapan yang dibuat oleh istrinya.
"Gimana? Enak nggak?" tanya Sovia.
"Emm ... enak!" puji Raka memberikan dua jempol membuat Sovia tertawa kecil. Ketika Sovia ingin menyuapi suaminya lagi, ia tiba-tiba pusing membuat Raka kuatir.
"Aduh ...." rintih Sovia menyentuh kepalanya.
"Kamu kenapa?" tanya Raka segera mengambil sarapannya lalu meletakkan di atas meja. Takutnya Sovia malah menjatuhkannya.
"Argh, kepala sakit sekali." jawab Sovia masih merintih.
Raka pun berdiri lalu berbicara, "Lebih baik kamu istirahat saja. Sini, aku bantu." ucap Raka sambil membantu Sovia berdiri.
Namun sakit kepala Sovia malah semakin menjadi-jadi hingga ia tak sanggup berjalan. Raka pun tak tega melihatnya, ia akhirnya menggendong istrinya menaiki tangga.
"Ahk! Sayang, turuni aku. Aku berat tau." ucap Sovia.
"Tidak kok sayang, kamu itu tak berat kok." Raka menyangkalnya, padahal berat badan Sovia agak naik tapi Raka mencoba untuk memberi kenyamanan untuk sang istri.
Sovia yang melihat wajah Raka, ia pun tersipu.
"Presdir, kau suamiku selamanya." gumam Sovia dalam hati.
Ketika Raka berjalan mendekti kamar Andis. Tiba-tiba saja, suara teriakan Dean terdengar.
Raka pun menurunkan Sovia. Keduanya kuatir dan langsung membuka pintu kamar. Raka dan Sovia terdiam di tempatnya melihat kedua anaknya sedang duduk bersama Andis sambil menonton sesuatu.
"Andis, apa yang terjadi?" tanya Raka pada Andis. Andis pun menoleh, dan Dean malah yang menjawabnya.
"Papi, di TV ada hantu." Tunjuk Dean pada layar TV.
Sontak Raka langsung menatap tajam ke arah Andis. Tentu tak baik jika kedua anaknya menonton hal-hal yang horor.
Andis cengengesan lalu mematikan TV. Kedua anak kembar itu langsung cemberut. Padahal film yang diputar tidaklah seram melainkan komedi.
"Deva sama Dean lebih baik ke kamar dan jangan lagi menonton itu." Raka menasehati kedua anak kembarnya.
"Baik, Pih." ucap si kembar bersamaan lalu keluar dari kamar Andis dan pergi ke arah kamar mereka. Raka dan Sovia pun juga keluar dari kamar itu menuju ke kamar mereka.
Andis yang melihat kamarnya kosong. Ia pun berjalan ke arah pintunya lalu menengok ke arah Raka dan Sovia yang berjalan mulai menjauh.
Andis terlihat mengepal tangan kuat-kuat. Tatapannya tertuju pada Sovia.
"Kak Mira. Tak seharusnya kamu hidup." desis Andis menutup pintu kamar. Pikiran Andis mulai memikirkan kejadian yang menimpanya di masa lalu.
"Ck." Andis mendecak lalu merebahkan tubuhnya ke atas ranjangnya lalu perlahan menutup matanya.
Sementara di dalam ruang dapur, terlihat Dean nampak melompat-lompat. Ia mencoba meraih botol di atas lemari.
"Iiih, aku kok nnggak bisa ambil. Padahal, sudah pakai kursi." celetuk Dean kesal.
"Sini biar aku saja." ucap Deva yang berdiri di belakangnya. Dean pun turun dari kursi lalu Deva pun naik ke kursi itu lalu mengambilnya.
Dean terlihat cemberut karena Deva lebih tinggi darinya.
"Nih, garamnya." Deva turun dari kursi lalu memberikan botol berisi garam.
"Terima kasih, kak Deva." ucap Dean tersenyum mabis walau sebenarnya ia merasa jengkel.
"Sama-sama." ucap Deva ikut tersenyum.
"Oh ya, kamu mau apakan garam itu?" lanjut Deva bertanya.
"Hihihi ... tuh." Tunjuk Dean pada piring yang berisi sarapan Ayahnya.
"Eh, kamu mau apakan?"
"Ussht ... Kak Deva diam saja. Sini, bantu aku." Dean menarik tangan Deva menuju ke meja.
Dean pun menghaburkan beberapa garam di sarapan Ayahnya membuat Deva terkejut.
"Dean, kamu jangan gitu." Deva meraih tangan adiknya.
"Stts ... Kak Deva diam saja." ucap Dean kini selesai.
"Kamu mau racuni, Papi?" tanya Deva.
"Ya, nggak lah. Cuma ngerjain Papi." jawab Dean tersenyum memikirkan respon Ayahnya ketika memakan sarapannya. Gadis kecil itu kesal pada Raka karena ia tadi asik-asik nonton malah berhenti nonton. Bisa dibilang ia balas dendam.
Sontak pandangan Dean tertuju pada Raka yang sedang berjalan di atas menuju ke arah tangga. Dean pun dengan cepat menarik tangan kakaknya lalu bersembunyi di balik pintu di dekatnya.
"Sstt ... kak Deva, kamu diam saja." desis Dean pada Deva yang di sampingnya. Deva yang kini tahu, ia cuma bisa menepuk jidatnya, ia tak habis pikir adiknya begitu nakal.
Raka terlihat duduk di sofa dan melihat sarapannya. Ternyata Sovia menyuruhnya menghabisi sarapannya itu.
Raka pun mengambil sendok lalu memakannya. Sontak mata Raka membola lalu ia segera memuntahkan sarapannya.
Hueek!
"Kok rasanya asin banget." Raka heran, padahal tadi begitu enak.
Dean yang mendengar suara muntahan Ayahnya, ia tertawa kekeh dibalik pintu. Balas dendamnya berhasil.
Seketika Raka berbalik melihat pintu di dekatnya. Ternyata suara tawa Dean terdengar. Raka kini tahu, jika semua ini kerjaan dari si ubur-ubur menggemaskan.
"Yes, berhasil!" Dean terlihat kegirangan.
"Dean, kamu itu nggak boleh gitu lagi." Deva mulai menasehatinya.
"Ya, habisnya. Papi ngeselin! Filmnya tadi kan lucu-lucu tidak seram." Dean tak peduli omongan kakaknya. Seketika kedua anak kembar itu tersentak merasakan bahu mereka ditepuk.
"Oh jadi, semua ini kerjaan kalian!" Raka berbicara dengan nada tinggi terdengar menakutkan.
Kedua anak kembar itu perlahan berbalik dan akhirnya Dean terdiam mematung melihat wajah Ayahnya masam seperti hantu beneran.
...____...
...Jangan lupa...
...Like...
...Komen...
...Dan...
...Vote...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
ʀ𝖍𝒚𝖓𝖆
Sebenarnya Andis Knp Yah🤔
2021-10-04
0
Rinjani
😄👏🙏🤭
2021-09-02
0
Zamie Assyakur
Andis qo ngomong ny gitu....🤔🤔Dy kn adenya Mira (Sofia) qo malah pengen Sofia mati 🤔🤔🤔
2021-06-13
0