...[Beri like dan komen]...
Keesokan harinya di pagi hari setelah semua orang sarapan pagi. Terlihat Sovia sedang sibuk membantu Ibu Ellen dan Mama Dina membereskan meja makan.
Dua anak kembar Raka duduk berhadapan tampak memainkan boneka serta mainan lainnya. Terlihat Dean begitu asik memainkan mainannya, tidak seperti Deva yang terdiam saja melihat Adiknya itu.
"Niuniuniu ... mobil ambulans mau lewat. Jangan halangi jalan." Dean yang lagi menggerakkan mobil mainan ambulans malah menabrakkan mobil itu ke kaki Deva.
Bruk!
"Booom!" ucap Dean membenturkan mobil itu. Deva yang kesal langsung mengambil mobil itu.
"Bisa tidak, mainnya tidak usah tabrak orang," cetus Deva melipat tangannya di depan dada.
"Apa sih! Kan cuma mainan saja. Lagian aku tidak bikin kak Deva mati," balas Dean bermuka cemberut.
"Ya, tapi ini juga sakit tau!" Deva membenturkan mobil itu ke kaki Dean.
"Auw ... sakit!" jerit Dean mengelus kakinya lalu merebut mobil itu dan mengambil semua bonekanya dan menjauhi Deva.
"Iiih nyebelin! Lagi main malah diem begitu, dasar kakak es balok!" cetus Dean dalam hati merasa jengkel dengan sifat dingin dan datar kakaknya itu.
Deva yang dapat mendengarnya sedikit terkejut. Deva pun berdiri lalu mendekati Dean yang lagi membelakanginya, ia pun mencubit kedua pipi Dean.
"Nih rasakan, siapa suruh ejek aku es balok!"
"Aduh ... aduh, sakit ... sakit," ringis Dean manja menepis kedua tangan Deva yang mencubitnya. Terlihat Dean mengelus kedua pipinya.
"Siapa yang ngejek kamu?" Dean berbalik membelakangi Deva. Deva pun berpindah duduk di depan Dean.
"Ya dari sini," Deva menunjuk dadanya.
"Aku ini bisa baca isi hati kamu, jadi aku tahu kalau kamu tadi ngejek aku es balok!" tambah Deva tak terima.
"Iiish!" Dean malah cemberut mendengarnya membuat Deva terheran-heran. Padahal yang seharusnya marah itu Deva tapi malah adiknya yang ngambek.
"Loh, kenapa?" tanya Deva menatap wajah adiknya. Seketika Dean langsung mendekatinya.
"Kak Deva." Dean tiba-tiba cengengesan di depan Deva.
"Hm, kamu kenapa?" Deva mundur sedikit.
"Hehe itu, kak Deva ajarin aku dong cara dengerin suara isi hati orang," bujuk Dean tersenyum manis dengan muka memohon.
"He? Ajarin kamu? Aku saja nggak tau caranya gimana," ucap Deva menjauhi adiknya namun Dean langsung merangkul lengan Deva.
"Ih kok kak Deva tidak tau?"
"Ya aku tidak tau. Lagian kamu mau buat apa?" tanya Deva mencoba melepaskan rangkulan adiknya.
"Aku cuma mau tahu isi hati Papi. Siapa tau ...."
"Siapa tau apa?" tanya Deva memutuskan ucapan adiknya.
"Ya, siapa tau Papi selingkuh dari Mami. Jadi aku kepengen tahu isi hati Papi," jawab Dean kini melepaskan rangkulannya lalu melihat Ayahnya.
"Kamu tak usah kuatir. Papi kan sayang sekali sama Mami." Ucapan Deva membuat Dean cemberut.
"Iih, padahal aku ingin tahu isi hati Papi dan ini bagus buat kerjain Papi, hehe ...." batin Dean tersenyum picik.
Deva yang dapat mendengarnya langsung menjewer telinga adiknya.
"Aduh ... aduh." Dean menepis tangan Deva.
"Kak Deva! Sakit tau!" tambahnya membentak.
"Kamu jangan bicara seperti itu. Itu salah, tidak boleh kerjain Papi." Deva menasehati adiknya.
"Hmp! Ngeselin!" Dean menjauhi Deva, kesal karena Deva dapat mengetahui apa isi hati dan pikirannya. Sedangkan dia cuma bisa menebak-nebak saja.
"Pfft ...." Deva cuma menahan tawa. Dean pun kembali memainkan bonekanya, sedangkan Deva berjalan ke arah Ayahnya dan duduk di dekat Raka.
Sementara Papa Hendra kini duduk juga di sofa di ruang tengah sambil membaca berita terbaru di koran. Raka yang juga duduk di sofa lain tampak sedang berpikir.
"Baiklah, aku harus bicarakan ini pada Papah kalau malam ini aku akan kembali ke kota," gumam Raka dalam hati.
Seketika Deva tersentak setelah mendengar isi hati Ayahnya.
"Papi," Deva memanggil Raka. Raka pun menoleh ke anak pertamanya.
"Ya, kenapa?" tanya Raka sambil mengelus rambut Deva.
"Papi mau pulang?" Deva bertanya balik, Raka pun mengangguk.
"Jadi malam ini kita akan pulang?" tanya Deva memastikan.
"Deva tetap tinggal di sini sama Nenek dan Kakek." Ucapan Raka membuat Deva heran.
"Kok Deva harus tinggal? Kan Deva juga mau ikut pulang," keluh Deva cemberut.
"Haha ... kan Deva harus dirawat dulu sama Dokter Helena. Kalau Deva sudah benar-benar sembuh, baru deh Putraku ini bisa pulang." Raka menghibur Deva dengan mengelus rambut anaknya itu. Deva pun berdiri lalu memperlihatkan kepada Raka bahwa dia sudah sembuh.
"Papi, Deva sudah sembuh. Jadi Deva mau ikut pulang," rengek Deva tersenyum manis dengan raut memohon.
"Haha ... kamu ini. Tetap saja tidak boleh ikut, Deva kan jagoan Papi. Jadi harus dipastikan sehat total," ucap Raka tertawa kecil melihat tingkahnya.
Raka memang tak ingin Deva pulang, dia lebih fokus dalam kondisi Deva yang sekarang. Dia tak ingin pewarisnya kelak memiliki fisik yang lemah. Apalagi dengan kemampuan Deva yang seperti dirinya bisa mudah mengembangkan perusahaannya. Dean yang mendengar obrolan mereka pun segera duduk di dekat Ayahnya.
"Papi!" panggil Dean dengan suara agak tinggi.
"Ya cantik, ada apa?" tanya Raka menoleh kepadanya.
"Papi, tadi bicara soal pulang ya? Dean ikut pulang kan, Pih?" Dean terlihat berkaca-kaca tak sabaran.
"Haha ... tentu tidak. Dean akan di sini sama kakakmu," jawab Raka membuat Dean terdiam. Dean pun langsung merengek tak mau tinggal.
"Aaa ... Papi. Dean mau ikut pulang," rengek Dean mengguncang lengan Ayahnya. Raka sudah tahu jika anaknya yang bawel ini pasti akan merengek ingin ikut pulang. Padahal ini kesempatannya memiliki waktu berduaan dengan Sovia.
"Tapi di sini tak ada yang temani kakakmu," ucap Raka menyisir rambut pendek putrinya itu.
"Kan ada kak Erika, Pih. Suruh kak Erika ke sini saja." ucap Dean masih merengek.
"Ok. Kamu ikut pulang." Raka pun terpaksa menyetujuinya membuat Dean melompat-lompat kegirangan lalu dia mendekati Deva.
"Kak Deva tenang saja. Kalau aku sudah sampai, aku akan hubungi terus kak Deva," ucap Dean tersenyum manis kepada Deva. Deva cuma senyum-senyum saja. Walau sebenarnya ia juga ingin ikut pulang.
Raka yang melihatnya cuma menggelengkan kepala. Dan seketika dia terkejut karena Ayahnya tiba-tiba bicara.
"Raka," panggil Papa Hendra melihat anak dan cucunya.
"Ya, Pah. Kenapa?"
"Papa tadi dengar obrolan kalian, jadi kamu mau pulang malam ini?" Papa Hendra bertanya balik sambil melipat korannya.
"Ya, Pah. Ini sudah lebih dari seminggu aku tak mengurus perusahaan. Takutnya perusahaan malah berantakan di sana," jawab Raka berbicara serius. Sementara si kembar cuma terdiam duduk di dekat Raka. Mereka ingin ikut mendengar obrolan Ayah dan Kakeknya.
"Dan untuk cucuku Deva, dia akan tetap tinggal di sini?" tanya Papa Hendra melihat si kembar.
"Ya, Deva akan tetap di sini. Papa bisakan ngurusin keperluan perawatan Deva?" tanya Raka memastikan.
"Haha ... tentu saja. Lagian dia itu cucuku," ucap Papa Hendra berjalan ke arah Deva lalu mengelus rambut Deva.
"Kalau Dean, apa Kek?" Dean menunjuk dirinya.
"Kamu ini ... cucu manis kakek," jawab Papa Hendra tersenyum kepada dua cucu kembarnya.
"Ya sudah, kakek ke atas dulu. Kalian jangan bikin gaduh ya." lanjut Papa Hendra menasehati si kembar. Deva dan Dean mengangguk bersamaan. Papa Hendra pun pergi menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Sementara Raka melirik Istrinya yang keluar bersama Mamanya dan Ibu mertuanya. Tiba-tiba saja dia dan si kembar terkejut setelah Andis tiba-tiba mengagetkan mereka dari belakang. Sontak si kembar langsung turun lalu mengejar Andis. Tentu Andis langsung lari menaiki tangga diikuti si kembar.
Sedangkan Raka masih sibuk melihat istrinya yang terlihat serius berbicara pada Mama Dina dan Bu Ellen. Ia senyum-senyum memikirkan kemarin malam yang berhasil menaklukkan si istri tercinta.
...¤¤¤¤...
...Hallo readers...
...Like...
...Vote...
...Komen...
...Favoritkan...
...Terima Kasih...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
ʀ𝖍𝒚𝖓𝖆
Duh Gemes Yah Ma Si Kembar🤣, Bisa Gitu Tau Isi Hati Org👏
2021-10-04
0
Mistin Mistin
tambah keren
2021-07-19
0
Edonajov Bangngu Riwu
semangat thor
2021-07-14
0