Pintu kaca berwarna hitam terbuka dengan sendirinya. Cukup membuat Bagas terkejut karena ternyata ada seorang satpam lain yang membukakan pintu untuknya.
“Selamat datang di HBS,” sapa satpam tersebut—tak kalah ramah dengan yang berjaga di gerbang.
Happiness Support System Co., Ltd - PT. Hidup Bahagia Sejahtera (HBS)
'Kebahagiaan Anda adalah Tanggung Jawab Kami'
Lagi-lagi, moto yang sama Bagas temukan pada dinding. Terukir dengan warna emas dan berukuran cukup besar. Langsung mencuri perhatiannya saat baru saja melangkah masuk ke dalam lobby.
Seorang wanita yang semula duduk pada meja resepsionis langsung berdiri. Dandanannya mirip pramugari, dengan potongan rambut bob dan seragam yang sangat pas pada tubuhnya. Bagas spontan melirik pada badge yang menempel pada seragam wanita tersebut. Kini dia tahu siapa pemilik dari kartu nama yang dia dapatkan dari Pak Joko.
“Selamat datang di HBS, ada yang bisa saya bantu?”
“Em, saya diberitahu teman kalau di sini bisa sewa dream machine…” Bagas mendekatkan kepalanya ke arah Ellyana. “Dengan harga murah,” bisiknya.
Si wanita hanya tersenyum—tanpa pandangan mencemooh. “Benar sekali. Maaf, namanya siapa, Mas?”
“Bagas.”
“Sebelumnya Mas Bagas sudah tahu apa itu dream machine?”
Bagas mengangguk. “Saya sudah sempat nonton di youtube.”
"Kalau gitu, Mas Bagas mau coba dulu free trial-nya? Atau mau langsung sewa untuk beberapa jam?" tanya Ellyana lagi. Kelihatannya dia masih lebih muda dari Bagas.
“Em, saya mau tahu harganya dulu.”
“Oh, ya ampun. Maaf, Mas, saya sampai lupa. Untuk harga sewanya dua puluh ribu per jam.”
"Hah, seriusan cuma dua puluh ribu per jam, Mba?" tanya Bagas memastikan—dengan agak terkejut. Khawatir dia sedang mengalami penipuan.
Ellyana kembali tersenyum ramah. "Benar, Mas.”
“Kok, bisa semurah itu?”
“Kami bukan perusahaan yang hanya ingin meraih profit. Tapi memang benar-benar peduli terhadap kebahagiaan customer kami."
"Kalau gitu, saya mau coba dulu trial-nya, deh. Setelah itu baru putuskan mau lanjut atau bagaimana. Tidak masalah kan, ya?"
"Tentu saja tidak masalah, Mas. Mari ikut saya."
Bagas merasa cukup senang karena bisa diperlakukan sebaik itu, meski orang tersebut tahu ada kemungkinan kalau dia tidak lanjut menyewa. Ellyana tidak memberikan pandangan men-judge sama sekali, dan tetap melayani dengan ramah.
Ellyana mengantarkan pelanggan barunya ke sebuah ruangan yang dipenuhi semacam laci besar—yang menempel pada tiap dinding. Di dalam sana berisi ranjang yang akan digunakan, sama persis seperti hotel kapsul. Kelihatannya, sebanyak tujuh puluh persen sudah terisi. Bisa terlihat dari lampu hijau dan merah yang menjadi penanda di tiap depan laci.
“Mas Bagas pakai kapsul yang ini ya.”
“Kapsul?”
“Iya, kami menyebut tempat untuk menggunakan dream machine ini dengan sebutan kapsul.”
“Oh...”
Ellyana membukakan salah satu pintu kapsul. Kini Bagas bisa melihat kasur yang tampak empuk di dalam sana. Sebenarnya, dia orang yang tidak suka berada di tengah ruangan sempit. Tapi setelah masuk ke dalam, dia merasa sangat nyaman. Hangat, tidak seperti kamar kosannya yang panas. Wewangian yang dipakai pun tidak membuat perut mual—seperti yang biasa tercium dalam bus.
"Saya tutup ya, Mas. Silahkan santai saja. Aroma terapinya akan membuat Mas rileks dan lebih cepat tertidur."
Entah kenapa Bagas merasa dadanya berdebar. Masih merasa khawatir karena harus berada di ruangan sempit selama satu jam. Dia pun segera menutup mata, dan mencoba rileks. Makin lama, dia merasa seperti sedang tidur di kasur hotel mewah. Tidak terasa sedang berada di tengah ruangan kecil. Dan dengan memejamkan mata saja seakan sudah membuatnya melupakan semua masalah yang ada.
***
"Gas, bangun."
Bagas terbangun dengan sedikit terkejut akibat suara bapaknya. "Sudah sampai, nih," katanya lagi.
Bagas mengusap wajah dengan kedua tangan. Butuh beberapa detik hingga dia ingat kalau saat ini sedang berada di dalam pesawat. Dia lihat semua orang mulai sibuk berjalan ke arah pintu keluar.
Hampir dia lupa kalau baru saja mendarat di Bali. Tempat yang selalu ingin dikunjungi sejak kecil. Akhirnya, dia bisa mewujudkan mimpi itu dan pergi bersama keluarganya.
"Kak, nanti ke tempat yang banyak bulenya ya. Aku mau minta foto ah, buat dipamerin ke temen-temen." Ina menjadi yang paling antusias.
"Mending banyakin ke tempat-tempat sejarah aja, Kak. Biar bisa sekalian belajar gitu," sahut Sania. Meski mereka kembar, tapi keduanya punya kesukaan yang sangat berbeda.
"Ngapain sih, lagi liburan masih belajar aja!"
Bagas, bapak, ibu dan Awan hanya tertawa melihat si kembar bertengkar. Keduanya memang sering seperti itu. Tapi semua orang merasa tenang karena setidaknya Ina dan Sania tidak pernah berkelahi hingga melakukan baku hantam.
Ini pertama kalinya Bagas merasa sangat bahagia. Bisa melihat keluarganya tertawa lepas—membuat hatinya terasa hangat. Kebahagiaan orang-orang tersebut menjadi salah satu penyemangat hidup bagi Bagas.
Bagas mengajak keluarganya ke Pantai Kuta. Menikmati kelapa muda sembari memandangi sunset yang sangat indah. Tidak banyak orang yang datang saat itu, sehingga mereka merasa bahwa tempat tersebut adalah milik pribadi.
Bagas memainkan gitar, sementara adik kembarnya bernyanyi. Ayah dan ibunya bergandeng tangan dengan mesra.
Embusan angin malam yang dingin tak lagi terasa. Keadaan menjadi hangat berkat tawa dan canda yang ada. Membuat Bagas terbuai, tak ingin kehilangan semua itu.
‘Andai saja waktu bisa berhenti bagi kami.’
Sayangnya, waktu free trial sudah habis. Padahal baru saja cumi bakar pesanan Bagas mendarat di atas mejanya.
Lelaki tiga puluh tahun itu terbangun—tepat setelah satu jam tertidur. Dia mendengar suara pintu kapsul dibuka. Wajah ramah Ellyana muncul dari baliknya.
"Bagaimana, Mas?"
Bagas terdiam sesaat. Masih belum percaya dengan apa yang baru saja dirasakan. Padahal baru satu jam, tapi dia merasa hatinya jauh terasa lebih ringan.
Bagas mengakui kalau efek dream machine memang hebat. Mirip seperti narkoba, membuat yang mencoba ingin kembali menggunakannya.
"Em... saya masih tidak percaya ini benar-benar… menyenangkan. Sepertinya saya ingin menambah jam sewa beberapa jam lagi."
"Baik, Mas Bagas. Tapi sebelum melanjutkan, Mas harus registrasi sebagai pelanggan baru dulu ya. Biar saya bantu. Bisa dilihat, di atas Mas ada layar. Di situ nanti ada formulir yang muncul—yang harus diisi ya. Setelah itu, Mas bisa lanjut menggunakan DM."
Posisi Bagas masih sama sejak tadi. Tidur terlentang, sambil menghadap ke arah monitor yang tepat berada di atas wajah.
Ellyana menutup kembali pintu kapsul. Lalu layar langsung menampilkan formulir yang dimaksud. Isinya sama seperti pada saat kita hendak membuka rekening di bank. Yang membuat sedikit berpikir hanyalah ketentuan pada halaman kedua.
Mohon untuk dibaca syarat dan ketentuan di bawah ini sebelum mencentang kolom setuju yang ada di akhir halaman!
1. HBS akan menjamin kenyamanan dan memastikan tidak adanya gangguan saat pelanggan sedang menggunakan mesin mimpi.
2. HBS hanya berkewajiban memberikan fasilitas berupa pelayanan sewa mesin mimpi—sesuai dengan permintaan
waktu dari pelanggan. (Tidak ada batasan waktu untuk sewa)
3. HBS tidak bertanggung jawab dengan segala hal yang terjadi (di luar kesalahan / masalah teknis yang disebabkan oleh abnormalitas mesin).
Dengan ini saya mengerti dan setuju terhadap semua persyaratan dan ketentuan yang ada.
Bagas terdiam sebelum mencentang pada kolom 'setuju'.
‘Memang apa sih, resiko selain kehabisan uang? Kelihatannya semua aman-aman saja. Lagipula
perusahaan sebesar ini pasti mempunyai sistem keamanan yang terpercaya.’
Tanpa tunggu lebih lama lagi, si pelanggan baru tersebut segera menyelesaikan registrasi. Setelah formulir diterima, disusul dengan pertanyaan terkait waktu sewa—muncul pada layar. Bagas memilih untuk melanjutkan selama tiga jam.
Ajaibnya, mimpi yang tadi didapatkan masih bisa diteruskan. Seakan sedang lanjut menonton film yang sempat tertunda.
Rasa bahagia membuat waktu berjalan semakin cepat. Seakan Bagas baru saja terlelap beberapa menit saja. Dirinya yang mendambakan kebahagiaan dalam mimpi, spontan bereaksi dengan terus memperpanjang waktu sewa. Dia bahkan tidak bisa merasakan lapar dan haus, hanya kepuasan batin yang saat ini ingin dia dapatkan. Ditambah lagi, rendahnya biaya sewa membuatnya tak merasa sayang untuk menghamburkan uang.
Mesin mimpi itu benar-benar mematahkan teori 'kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang'. Bagas yang awalnya ragu, akhirnya puas karena bisa merasakan bahwa uang bisa menyuguhkan kebahagiaan yang tidak bisa diberikan oleh dunia. Dan dia, terlanjur terjebak di dalam kenyamanan yang didapat.
‘Jika saja bisa, aku ingin hidup di dalam mimpi selamanya.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Resti Queen
Nah, ini dia bahayanya.
2022-11-19
0
Resti Queen
Bisa jadi bahaya karena terlalu terbawa ke dunia mimpi sampai-sampai gak mau lagi ada di dunia nyata.
2022-11-19
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
wow... penasaran
2021-05-27
0