Dara terdiam berdiri di depan Bagas dengan wajah masih tertunduk. Ia lemas sekali semenjak mengetahui bahwa lelaki yang ia kira OB gondrong itu ternyata adalah CEO perusahaan ini yang tidak lain adalah Bagas Gumilang.
"Jadi lo yang bakal jadi sekretaris gue di sini?" tanya Bagas sambil menghidupkan api rokok.
"Iya- Pak." sahut Dara pelan.
"Masa bentukan sekretaris gue kayak gini? Papa gak seru banget." desis Bagas yang di telinga Dara terdengar sangat menyebalkan.
"Emang bentuk aku kayak gimana? kamu aja CEO tapi kayak tukang cilok di seberang jalan sana." sewot Dara sambil mengangkat wajah.
Bagas kontan saja terbatuk-batuk asap rokok saat mendengar Dara menyebutnya mirip tukang cilok yang sering mangkal di depan perusahaannya.
Bagas kontan langsung bergerak, lalu secepat mungkin melongok ke bawah melihat si tukang cilok berambut gondrong sedang berjoget-joget dengan radio kecil yang ia bawa.
Bagas juga langsung pergi bercermin, ia memandang wajahnya yang tampan yang disamakan dengan si tukang cilok barusan.
"Lo ngomong seenaknya aja. Mana ada gue mirip tukang cilok itu. Coba nih lo pandangin muka gue lama dikit." Bagas bergerak cepat, ia menghadapkan wajahnya lalu menatap Dara sangat dekat.
Jantung Dara berdetak cepat, mereka sangat dekat. Bagas juga merasa sesuatu yang besar sedang menempel di dadanya. Ia lantas menunduk, melihat sesuatu yang tertutup kemeja kebesaran yang dikenakan Dara.
"Ini apaan? lembek-lembek tak bertulang." desis Bagas tanpa bisa dicegah.
"Dasar mesum!" Dara segera mendorong lelaki itu hingga ia terjerembab ke atas lantai.
"Wah, kurang ajar nih sekretaris baru." Bagas segera duduk di kursi kebesarannya. "Duduk lo." titah Bagas pada Dara yang masih mematung.
"Di mana?"
"Di sini." tunjuk Bagas pada kedua pahanya. "Ya di situ." tunjuknya lagi pada kursi yang bersebrangan di depan mejanya.
"Lo dibayar berapa sih sama bokap buat jadi sekretaris gue?" tanya Bagas sambil meneruskan kegiatan merokok yang sempat tertunda karena insiden kang cilok barusan.
"Aku digaji, bukan dibayar." sela Dara cepat.
"Sama aja."
"Beda."
"Sama!" Bagas tak mau kalah.
"Terus tugas lo apa dari bokap gue?" tanya Bagas penuh selidik.
"Ya aku bantuin kamu, ngatur jadwal meeting, bikin laporan dan selebihnya nanti kamu bakal tau. Itu malah tugas utama aku dari papa kamu." sahut Dara santai.
"Apaan? gak ada yang boleh ditutupin kalo lo mau jadi sekretaris gue." desak Bagas.
"Ih, kamu itu kegeeran. Aku kerja buat Papa kamu, yang gaji aku kan Papa kamu." sela Dara lagi. Bagas memandang gadis berkacamata itu kesal.
"Lo gak boleh nyampurin urusan pribadi gue ya. Urusan lo cuma bantuin gue sebatas urusan pekerjaan."
"Termasuk urusan pribadi kayak Bra merah yang ada di tong sampah kamu itu?" Dara terkikik geli.
Bagas segera menuju kamar mandinya. Ia segera melongok ke dalam tong sampah dengan Bra berwarna merah yang teronggok di sana.
Ia sendiri tidak tahu kapan Bra itu ada di sana dan entah sekretarisnya yang ke berapa yang membuang benda itu sembarangan.
"Diem lo ya, jangan bilang yang lain. Bisa jatuh harga diri gue." ancam Bagas yang malah membuat Dara jadi terkikik geli. "Atau ambil buat lo aja deh." ujar Bagas dengan santainya.
Dara melotot mendengar itu. Ia bergidik ngeri sekaligus geli membayangkan Bra itu akan menjadi penyangga kedua gunung kembarnya yang istimewa itu.
"Ih, ogah. Bra kecil begitu lagian geli bekas orang." Dara bergidik.
Bagas jadi mengangkat satu alisnya.
"Emang yang lo gede?" tanya Bagas sambil bertopang dagu.
"Eh matanya tahan ya. Aku ini masih perawan ting ting. Gak pantes ditatap mata kamu yang udah gak perjaka itu." hardik Dara pada Bagas.
"Gak asik lo." balas Bagas kemudian ia beranjak dan meraih kunci mobil.
"Mau kemana? kamu kan harus kerja." Dara segera menyusul Bagas keluar ruangan.
"Suka-suka gue lah, perusahaan punya gue kok."
"Gak bisa! ayo balik!" Dara meraih lengan Bagas yang sudah dekat dengan lift. Namun, bukannya ia yang berhasil menyeret lelaki itu, tapi malah ia yang ikut masuk ke dalam lift.
"Aduh! ngapain sih lo ikutin gue mulu." Bagas berdecak kesal.
"Kan aku udah bilang, aku ini kaki tangan Papa kamu sekarang." Dara masih ngotot membuat Bagas kesal setengah mati.
Dara tersentak saat tiba-tiba Bagas mendorongnya merapat ke tembok lift. Ia menahan mati-matian agar Bagas tidak menempel padanya.
"Gue tuh suka bikin perempuan cerewet kayak lo pake ini."
Tanpa sempat Dara cegah Bagas sudah menempelkan bibirnya hingga membuat ia yang tercengang itu sontak membuka mulutnya. Bagas mengecup bibir itu perlahan lalu semakin menaikkan ritme lumatannya.
"Lepasin." Dara mendorong Bagas sekuat-kuatnya bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
"Lo harus tau, syarat buat jadi sekretaris gue harus pinter ciuman." desis Bagas kemudian berlalu dari hadapan Dara yang sudah menahan kekesalannya dengan tangan terkepal.
"Satu lagi, lo lolos jadi sekretaris gue. Ciuman lo enak." Bagas tertawa mengejek kemudian masuk ke dalam mobil meninggalkan Dara yang sudah terluka karena lelaki itu telah merebut ciuman pertamanya.
Dara menghentak-hentak kakinya kesal. Ia juga segera meninggalkan perusahaan dan memutuskan langsung pulang saja untuk hari ini.
Sepanjang perjalanan pulang menuju kost yang baru saja ia dapatkan pagi tadi, Dara mengusap bibirnya sendiri. Ada perasaan aneh bergejolak kala ia teringat kejadian tadi.
Sementara di dalam mobil, Bagas tertawa teringat sekretaris baru nya itu. Ciuman yang terasa berbeda. Gadis yang berani padanya. Ia tahu Dara gadis yang berbeda.
Saat sedang asyik memikirkan Dara ia jadi teringat Bra merah yang entah sejak kapan ada di kamar mandi pribadinya dan entah punya siapa juga.
Ia malah fokus pada sebutan bra kecil oleh gadis berkacamata itu.
"Dasar Betty Lapea, emang punya lo segede apa." desis Bagas sambil fokus mengemudi.
Tiba-tiba dering ponselnya terdengar. Nama satu orang yang telah lama menjadi kekasihnya muncul di sana.
"Sayang, aku pulang besok." suara seksi itu terdengar kala Bagas telah mengangkat panggilan telepon.
"Aku jemput kamu di Bandara ya besok."
balas Bagas tak kalah semangat.
"Aku kangen banget, Sayang." suara manja itu mendayu-dayu di telinga Bagas.
"Besok kita puas-puasin." balas Bagas yang sudah suggest.
Sambungan telepon itu terputus, Bagas melajukan mobilnya penuh semangat, membayangkan kehadiran Angelica, kekasihnya yang akan pulang dari Amerika. Ia lupa disebuah kost sederhana, ada seorang gadis yang sedang menangis kala terkenang dengan ciuman pertamanya yang sudah terenggut paksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Nuryati Yati
🤣🤣🤣
2025-04-21
0
m.ria
🤣🤣🤣
2025-01-11
0
ayfa
🤣🤣🤣🤣
2023-08-15
1