Amalia ketakutan, melihat Angga di depannya. Dia mundur satu langkah ke belakang, dia belum siap jika harus berhadapan langsung dengan Angga.
Angga yang menyadari ketakutan yang di alami Amalia, lantas bersikap seolah tak melihatnya.
"Masuklah kedalam, saya akan pergi dari sini." Angga berbicara tanpa menoleh ke arah Amalia. Amalia sejenak mematung di tempat ia berdiri saat ini. Dia berusaha memahami ucapan Angga. Dengan pelan, ia masuk ke ruangan Angga. Dan segera mengerjakan pekerjaannya.
Selesai mengerjakan pekerjaannya, Amalia bergegas ingin cepat pulang. Tubuhnya benar-benar sangat lemas. Keringat dingin pun mulai bercucuran. Amalia meninggalkan ruangan Angga, dan berjalan menuju lantai dasar. Dengan menggunakan lift, Amalia turun ke lantai dasar. Namun, saat dia akan masuk kedalam lift. Angga juga akan keluar dari lift itu menuju ke ruangan. Lama Angga menatap sayu ke arah Amalia, dia bisa melihat wajah pucat Amalia. Ingin rasanya Angga mengantar gadis itu. Tapi, dia tahu Amalia nggak akan mungkin mau.
Dengan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya, Amalia masih berdiri di ambang pintu lift. Pandangannya mulai buram, matanya berkunang-kunang, dan brugh Amalia jatuh. Dengan sigap di tangkap oleh Angga.
"Bangun, kamu kenapa, hey!" Teriak Angga panik. Angga kemudian menggotong tubuh Amalia ke dalam ruangannya. Diambilnya minyak kayu putih, dari kotak P3K. Kemudian, diusapkan di kening Amalia. Tubuhnya dingin, wajahnya pucat. "Kenapa dipaksakan kerja, kalau masih gak enak badan," gerutu Angga mengusap-usap tangan Amalia.
Sudah hampir setengah jam, Amalia tak sadarkan diri. Angga menjaganya, di samping sofa tempat Amalia berbaring. Tak dapat di pungkiri, gadis dihadapannya ini memang sangat cantik. Tak henti-hentinya, Angga memandangi Amalia. Gemuruh di kepalanya memburu panas. Rasanya ia ingin mengulang kembali kejadian di hotel tadi malam. Namun, itu tak mungkin dia lakukan.
Pelan namun pasti, Amalia membuka matanya. Diamatinya ruangan disekitarnya, saat dia sadar, kalau dia ada di ruangan Angga. Amalia lantas bangun, meski kepalanya masih pusing.
"Kamu mau kemana, istirahat dulu disini. Wajah kamu sangat pucat, sudah saya pesankan makanan untuk mu." Angga yang melihat Amalia akan beranjak, lantas mencegahnya.
"Saya harus pergi dari sini," ucap Amalia kemudian berdiri. Belum berdiri dengan sempurna, tubuhnya kembali roboh. Angga refleks menangkapnya. Tatapan mereka terkunci, cukup lama mereka saling pandang. Hingga Amalia sadar, pria yang sedang mendekapnya.
"Lepaskan, saya bisa sendiri." Amalia kemudian duduk kembali di sofa.
"Dasar keras kepala, dibilang jangan pergi dulu, ngeyel," tukas Angga.
Tok..tok, terdengar suara pintu dari luar ruangan. Angga kemudian membukanya. Ternyata makanan yang dia pesan sudah datang. Seorang satpam yang mengantarnya keruangan Angga. Sekotak pizza, dan dua cup milkshake, dibawa oleh Angga.
"Sekarang makanlah dulu, setelah itu saya antar kamu pulang." Angga meletakkan kotak pizza dan satu cup milkshake di depan Amalia.
"Tidak, saya sudah kenyang. Dan saya bisa pulang sendiri," Tolak Amalia.
"Kamu keras kepala banget ya, lihat tubuhmu aja gemetaran kayak gitu. Belum lagi wajah kamu tuh pucat. Masih mau ngeyel pulang sendiri. Nanti kalau pingsan di jalan, gimana? akan merepotkan orang." Angga berbicara dengan nada sedikit keras, dia geram dengan sikap Amalia. yang terus-terusan membangkang perintah nya.
"Cepat makanlah, makanan itu!" Bentaknya, karena Amalia masih saja diam.
Dengan ragu, akhirnya Amalia membuka kotak pizza itu. Kemudian, mulai memakannya. Angga tersenyum lega, karena Amalia mau makan, makanan pemberiannya.
Selesai makan dan minum, pemberian Angga. Tubuhnya yang tadinya gemetar, sekarang sudah tidak lagi. Amalia memang lapar, karena cuma makan sedikit dari kemarin siang. Angga yang memperlihatkan Amalia, tersenyum mengejek ke arah Amalia.
"Kenapa masuk kantor, kalau masih sakit?."
"Saya sakit karena ulah Bapak, apa Bapak lupa?." Amalia menatap tajam Angga.
"Ya sudah, ayo saya antar kamu pulang." Angga mulai berdiri, diikuti Amalia. Mereka berjalan keluar ruangan.
Di dalam lift, Amalia kembali gemetaran. Dia ingat kejadian yang menimpa dirinya di hotel bersama Angga. Dia berusaha menenangkan dirinya, tapi masih tetap belum bisa.
"Saya minta maaf, atas kejadian tadi malam," ucap Angga. " Saya melakukan itu, karena tak sepenuhnya dengan sadar," imbuhnya.
"Tak setengah sadar? berarti bapak masih sadar kan! tapi kenapa Bapak tega melakukannya pada saya." Air mata Amalia lolos, bisa-bisanya Angga melakukan itu padanya. Padahal, dia masih setengah sadar, harusnya bisa mengontrol dirinya.
"Saya gak bermaksud seperti itu, sudahlah jangan ingat-ingat lagi kejadian itu." Angga mengalihkan pandangannya ke tombol lift.
Saat pintu lift terbuka, mereka berdua berjalan menuju lobi kantor. Amalia hanya diam, sama halnya dengan Angga. Dia begitu canggung, harus bersikap bagaimana dengan Amalia.
Angga membukakan pintu mobilnya untuk Amalia, "cepat masuk!" seru Angga memegangi pintu mobil. Amalia dengan ragu-ragu, akhirnya masuk kedalam. Setelah memastikan Amalia masuk kedalam mobilnya, Angga berlari memutari mobilnya, kemudian masuk kedalam. Mereka berdua duduk di bangku belakang. Angga tidak mengendarai mobilnya sendiri. Namun, supir pribadinya yang membawa mobilnya.
Suasana sepi didalam mobil tersebut, tak ada seorang pun yang bicara. Sesekali Angga melirik ke arah Amalia, sementara Amalia hanya menunduk. "Dimana rumah kamu?," tanya Angga, membuka suara. "Didepan situ, kost-kostan putri". Amalia menunjuk ke seberang jalan. Artinya, mereka sudah sampai ditempat tujuan. Amelia keluar dari mobil Angga, dia langsung berlari menuju ke kost-kostan nya. Angga hanya menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Amalia. "Bukannya bilang terima kasih, malah lari kaya orang dikejar setan." Angga mengamati dari kejauhan Amalia, sampai tak terlihat lagi, olehnya.
Amalia membersihkan tubuhnya, setelah masuk kedalam kost-kostan nya. Ia bergegas menyelesaikan mandinya, karena harus menanfers yang untuk mamanya di kampung. Usai mandi, dan sudah berpakaian lengkap. Amalia mengambil handphone nya yang ada didalam tasnya. Dia berniat menelpon mamanya, karena belum bisa menanfers uangnya tadi siang. Saat nada panggilan sudah terhubung.
"Assalamualaikum Ma, Mama sekarang dimana?"
"Waalaikumussalam Am, Mama sudah ada di rumah. Terimakasih ya nak, uang yang kamu kirimkan lewat temanmu tadi." Amalia bingung mendengar ucapan Mamanya.
"Ma, tapi Amalia belum transfer Lo. Terus dapat uang dari mana, Ma?"
"Lho, bukannya kamu mengirimkan uang pada teman mu, tadi? Tadi orang itu memberikan uang pada Mama sepuluh juta. Mama juga bingung, dapat darimana kamu, yang sebanyak itu."
"Sepuluh juta Ma?"
"Iya, sepuluh juta."
"Ma, ciri-ciri orang itu seperti apa Ma?"
"Orangnya tinggi, besar, terus rambutannya agak keriting gitu. Memangnya kenapa Am?"
"Ya udah dulu ya Ma, Am mau tidur dulu, sudah ngantuk. bye Mama!"
Amalia menutup panggilan telponnya, dia bingung, siapa yang mengirim uang sebanyak itu, pada Mamanya. Amalia mulai menerka-nerka, uang yang diterima oleh mamanya itu, adalah pemberian Angga. Tapi dia belum yakin seratus persen, karena ciri-ciri yang disebutkan mamanya, tak sama dengan Angga.
Amalia merebahkan dirinya di atas kasur tempat tidurnya. Ada banyak yang ia pikirkan, saat itu. Insiden yang merenggut kesuciannya, dan orang misterius yang membantu kesulitannya.
Ditempat lain
Angga yang baru sampai dirumahnya, ada beberapa orang yang sedang berkumpul dirumahnya. Ada seorang pria paruh baya, yang duduk disebelah Papanya. Ada juga wanita yang seumuran mamanya, duduk di samping mamanya. Dan satu lagi, seorang wanita cantik duduk di sisi lain mamanya. Melihat Angga yang baru saja masuk kedalam, pak Dwipangga, papa Angga menyambut kedatangannya.
"Nah, itu yang ditunggu datang juga, sini Ngga!" seru pak Dwi tersenyum lepas. Angga menghampiri mereka yang duduk di ruang tamu. "Pah, Mah." Angga menyalami kedua orang tuanya. kemudian menyalami semua tamu orang tuanya. Saat Angga menyalami seorang gadis, yang duduk disebelah mamanya. Wanita itu, langsung bergelayut manja di lengan Angga. Tanpa malu-malu mencium kedua pipi Angga.
"Angga duduk dulu disitu!," seru pak Dwi menunjuk sofa kosong, yang ada di seberangnya. "Iya Pah," jawab Angga nurut.
Gadis yang duduk disebelah mamanya terus saja memperhatikan Angga. Matanya tak beralih dari Angga, membuat Angga tidak nyaman. Sepertinya orang tuanya ingin menyampaikan sesuatu pada Angga, perihal tujuan kedatangan tamunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Shakira Keyyila Zahra
next
2021-03-14
0
Asya Ambar Kusuma
si angga di jdohin tuh
2021-01-17
0
✨Cinderella✨
hmm...si Angga mau dijodohin, laaa terus si Amalia gmna dong..??msa Angga g tanggungjwab atas apa yg diperbuat dia ke Amalia 😢
Lanjuuuut kak ❤❤
2021-01-17
0