Suasana caffe yang cukup ramai itu tiba-tiba saja dipenuhi dengan teriakan para wanita yang memuja El. Bahkan tidak segan-segan mereka untuk mengajak El menikah.
Ini lah yang menjadi alasan El lebih suka makan ditempat yang lebih tertutup. Para wanita itu sangat menganggunya meski tidak mendekat.
Namun suara teriakan mereka yang cukup kuat karena tidak hanya satu atau dua orang saja membuatnya tidak nyaman.
Jack yang sudah paham akan hal itu langsung mrnghampiri seorang pelayan dan menanyakan ruangan yang lebih tertutup lagi.
Setelah mendapatkannya, barulah Jack mengajak tuannya untuk memasuki ruang yang memang lebih privasi atau vip.
Ruangan ini tidak terlalu besar tetapi karena desain dan tata ruangnya yang bagus membuatnya terlihat luas juga nyaman.
"Silahkan, Tuan." Seorang pelayan menyerahkan buku menu.
"Kamu mau apa, El?" Tanya Samuel saat melihat putranya diam saja.
"Samakan saja dengan, Ayah. Aku tidak tahu apa yang enak disini," jawab El menutup buku yang ia pegang dan meletakkannya dimeja.
"Apa menu yang paling sering dipesan orang?" Tanya Samuel pada pelayan pria disampingnya.
"Hampir semua menu sering dipesan pelanggan, Tuan." Pelayan menjawab
"Lalu apa yang spesial? Menu baru misalnya," ujar Samuel.
"Ada menu yang hanya dibuat oleh nona kami, Tuan. Dan ini yang paling spesial, saya yakin Tuan-Tuan akan menyukainya," ucap si pelayan antusias.
"Kalau begitu katakan pada nonamu untuk menyiapkannya. Pastikan itu menu yang baru," ucap El menatap tajam pelayan itu.
"Baik, Tuan. Akan saya sampaikan pada nona. Lalu minumnya?" Pelayan itu mulai takut.
"Hot coffe latte saja dua. Kau Jack? Ian?" Samuel menatap kedua pemuda yang masih berdiri itu.
"Kami apapun mau, Tuan Besar." Jack menjawab seadanya.
"Ya sudah, samakan saja semuanya." Samuel tersenyum tipis pada pelayan agar tak takut.
Pelayan tadi menunduk hormat lalu pergi dengan cepat karena takut dengan El yang banyak dia dengar sebagai pengusaha terkejam dan arogan itu.
Benar saja jika memang orang mengatakan hal itu,lihatlah bagaimana caranya duduk dan menatap orang lain yang seakan merendahkan.
"El! Ubah sedikit sikapmu itu agar kau bisa mendapatkan seorang gadis," ucap Samuel.
"Mereka sama saja, Ayah. Tidak ada yang baik, yang mereka tahu hanya mengejar harta dan tahta serta ketampanan. Cih, aku tidak suka wanita-wanita seperti itu," ucap El sedikit kesal kalau sudah membicarakan wanita.
"Terserah kau sajalah. Ayah, tidak akan memaksamu, mungkin jika sudah kau temukan yang berbeda nantinya barulah kau mengerti." Pasrah Samuel terhadap anaknya
Di waktu yang sama..
Seorang wanita cantik baru saja turun kedapur sedang memeriksa semua peralatan dan bahan-bahan kebutuhan untuk kafenya. Tapi tiba-tiba seorang koki yang bekerja disana memanggilnya.
"Nona, ada pelanggan yang ingin menu baru juga makanan spesial," ucap koki.
"Baiklah, aku akan segera membuatnya," sahut Sein.
Wanita itu adalah Seina Larasati, seorang gadis cantik yang memiliki tubuh ideal, kulit putih dan matanya yang bulat. Dia pemilik tempat yang banyak digandrungi oleh orang-orang.
Selain makanannya yang enak, tempatnya juga bersih dan nyaman. Letak yang dekat dengan perkantoran membuat kafe itu tidak pernah sepi pelanggan.
Bahkan setiap jam makan siang, Sein sering ikut turun tangan membantu didapur agar pelanggan tidak terlalu lama menunggu. Seperti sekarang ini, Seina memasak langsung pesanan pelanggannya yang ingin menu baru.
Seina memang sudah menyiapkan menu baru untuk kafenya tapi belum ia berikan resepnya pada koki yang bekerja disana.
Setelah masakan selesai, koki lainnya menyusun makanan itu diatas nampan lalu meletakkan kertas yang bertuliskan no meja atau ruangan.
Pelayan yang melihat no ruangan tersebut diam saja tanpa bergerak. Seina yang melihat itu menegurnya.
"Hey! Kenapa masih disitu? Antarkan lah makanan ini, jangan membuat pelanggan menunggu lama," ucapnya.
"Begini, Nona. Pelanggan yang itu sangat menyeramkan," ucap pelayan itu pelan tapi masih didengar oleh Seina.
"Menyeramkan bagaimana?" Herannya.
"Aduh ... Saya tidak berani masuk kesana sendirian, Nona."
"Teman-temanmu sedang sibuk semua," ucap Seina.
Pelayan itu diam dengan memandang makanan itu seram. Padahal makanannya sendiri terlihat enak dan menggugah selera siapapun yang melihat juga mencium aromanya.
"Mila, bisa kamu ikut dengannya?" Tanya Seina pada menager sekaligus temannya.
"Sorry, Bos. Sibuk," alasannya. Dia sendiri takut saat tahu siapa yang ada didalam sana.
Salein menghembuskan napasnya sejenak, lalu beranjak keluar dari dapur.
"Ayo, kamu bawa pesanannya," ucap Seina.
Dengan senang hati pelayan itu mengangkat nampan makanan mengikuti bosnya yang sudah didepan sana.
Ternyata didepan pintu ruang vip itu dijaga oleh dua orang berjas hitam. Pantas mereka takut, batinnya.
Kedua orang yang berjaga didepan pintu itu menghalangi Seina yang akan membuka pintu.
"Maaf, Nona. Anda siapa dan perlu apa?" Tanya seorang darinya.
"Pemilik tempat ini, Bos kami." Pelayan dibelakang menjawab. Dia tahu bosnya jarang mau berbicara dengan orang asing.
"Oh maaf, silahkan." Pintu dibuka oleh keduanya.
Seina dan pelayannya masuk kedalam dimana terdapat dua orang pria yang duduk dan dua lagi masih berdiri dibelakang mereka.
Saat dekat dengan meja pelanggannya, Seina meletakkan pesanan mereka. Ia juga memasang senyum terpaksa hanya untuk beramah pada pelanggan.
"Silahkan dinikmati, Tuan-tuan." Seina lalu pergi setelah selesai bersama pelayannya.
Seina tahu jika pria muda yang duduk itu menatapnya tajam dengan wajah yang mirip dengan singa lapar. Tapi Seina tidak perduli dan melenggang pergi begitu selesai dengan urusannya.
Bahkan senyum yang tadi sempat ia berikan langsung hilang setelah ia balik badan dari pelanggannya. Ekpresi datar dan dinginya kembali lagi. Yah, ini lah Seina yang terkenal dingin dan datar.
Tidak banyak yang dekat dengannya kecuali Mila yang memang selalu bersamanya sejak sekolah SMA dulu. Namun meskipun begitu para karyawannya tidak pernah protes atau komentar dengan ekpresi Siena itu.
Mereka sudah cukup nyaman bekerja disana walau tidak pernah melihat senyum si bos.
Sementara dimeja yang baru ditinggalkan Seina tadi sedang terjadi kemelut karena ejekan dari Samuel.
"Jack, Ian, kalian melihat putraku bukan?" Tanyanya.
"Tuan muda ada didepan Anda, Tuan Besar." Ian menjawab dengan wajah tak paham.
"Kau Jack, dimana bosmu?" Tanyanya lagi.
"Didepan Anda, Tuan Besar." Jack bingung juga.
El juga bingung melihat ayahnya yang menanyakan keberadaannya padahal dia ada didepan ayahnya tepat. Apa ayah buta? gumamnya dalam hati.
"Ayah tidak seperti apa yang kau pikirkan, El." Samuel tahu apa yang dipikirkan anaknya.
"Lalu, kenapa Ayah mencariku? Sejak tadikan aku disini," bingung El.
"Entah kau merasakannya atau hanya Ayah saja yang tahu. Gadis tadi tidak menatapmu sama sekali, bahkan melirikpun sepertinya tidak" Samuel berucap santai sembari mencoba makanannya.
"Duduk kalian berdua," lanjutnya.
Jack dan Ian duduk karena permintaan tuan besar mereka tidak bisa dibantah.
"Ayah, tahu itu?" tanya El memastikan.
"Tentu. Sepertinya pesonamu sudah berkurang," jawab Samuel.
"Kalau pesonaku berkurang, tidak mungkinkan wanita yang diluar sana tadi berteriak melihatku," ucapnya.
"Buktinya wanita itu tidak melirikmu sedikitpun. Senyuman yang ia berikan tadi juga terpaksa. Demi profesionalitas," kata Samuel.
"Mungkin dia sakit mata," ucap El sembari menikmati makanannya yang memang sangat enak. Bahkan lebih enak dari makanan restoran berbintang.
"Masakannya enak. Benarkan Jack? Ian?" Tanya Samuel.
"Sangat, Tuan Besar. Saya yakin ini makanan paling enak yang pernah saya makan. Benar-benar tidak ada duanya," puji Jack diangguki Ian.
"Kau pernah melihat pemilik tempat ini, Ian?" Tanya Samuel yang sering meminta Ian membelikannya kopi disini.
"Belum, Tuan Besar. Tapi dari yang pernah saya dengar, katanya pemilik kafe ini sangat cantik," jawab Ian.
"Mungkin yang tadi itu pemiliknya. Menurut pelanggan yang sering kesini, mereka pernah melihat pemilik kafe yang meski cantik, dia sangat dingin dan cuek," lanjutnya.
"Kau tahu dari mana berita itu?" Tanya Jack.
"Aku sering mendengar para pelanggan pria berbisik-bisik membicarakan tentang pemilik kafe ini, yang body goals tapi sulit didekati," jawab Ian.
"Ya sudah, cepat selesaikan makan kalian."
Samuel melihat wajah putranya yang sedang berpikir. Entah apa yang dia pikirkan? Samuel hanya berharap jika putranya segera menikah dan berkeluarga agar ada yang memperhatikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Manggu Manggu
semangat👍
2022-11-17
0
Yulianti Bastaman
Makin seru aja nch...
2022-10-14
0
Kartika
mampir thor
2022-06-07
0