Pelebaran Jalan

Tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya.

Jingga kecil yang hampir sekarat itu, kini telah tumbuh menjadi gadis kecil

yang cantik jelita.

Sikap periangnya sungguh

membuat semua Orang menyukainya.

Kini Jingga sudah kelas Enam Sekolah Dasar...

Jingga sudah menginjak Remaja.

Gadis Remaja yang periang,

cantik dan lincah.

"Setelah tamat SD, kau mau

melanjutkan ke SMP mana

De...? Apa mau bareng Kakak...?" Tanya Pelangi yang waktu itu sudah kelas tiga SMP.

Sedangkan si Sulung Violet, sudah duduk di bangku SMA, kelas dua.

"Di sana Guru-Gurunya... Ada yang galak enggak?.." Tanya Jingga ketakutan.

" Gurunya baik-baik semua..

Enggak ada Guru yang galak. Kecuali, kalau kita tidak mengerjakan tugas Sekolah atau... Kitanya sering bolos dan nakal, baru

Kitanya di marahin...!" Sahut

Pelangi menjelaskan.

"Ooh...Begitu ya Kak...! Aku,

kan Anak yang baik...!" Ujar

Jingga sambil tertawa manja.

"Alhamdulillah ya Buu, Anak

kita, Jingga  sehat sampai

sa'at ini. Semoga saja sehat sampai seterusnya...!" Ujar

Pak Rusdi sambil  tersenyum bahagia.

" Iya Paak, Aku tak menyangka sedikitpun. Ternyata, Tetangga dekat kita yang sudah Kita anggap sebagai OrangTua Kita sendiri yang berbuat begitu...!" Sahut Bu Nita.

Matanya berlinang, membayangkan apa yang telah terjadi kepada Anaknya.

"Sudahlah Buu... Jangan di ingat-ingat lagi, biar tidak

menambah sakit hati... Yang penting, Jingga sudah sembuh, dan Ambu sudah

menyesali perbuatannya.!"

Sahut Pak Rusdi menenangkan Istrinya.

"Iya Pak... Kasihan juga sama Ambu, sejak Jingga Sehat dari sakitnya, Ambu

terus-terusan bab nya mencret... Padahal, kita tidak ngapa-ngapain Dia!" Ujar Bu Nita perlahan.

" Itu adalah balasan atas perbuatan dzolimnya, Allah swt. Telah memperlihatkan

pada kita, supaya kita tidak

berbuat seperti itu, mendzolimi orang lain... Kita do'akan saja, semoga Ambu di ampuni semua perbuatan khilafnya." Ujar Pak Rusdi.

"Iya Pak!" Sahut Bu Nita.

"Sepertinya, Kita harus pindah Rumah...!" Tiba-tiba Pak Rusdi bicara soal pindah Rumah.

"Memang kenapa Pak...? Apa pelebaran jalan itu jadi?..." Bu Nita, balik

bertanya.

"Iya Buu... Bapak dengar, mulai minggu depan akan ada pengukurannya. Katanya... Ditambahin dua meteran kiri kanan jalan."

Ujar Pak Rusdi sambil menghela nafas panjang.

" Berarti... Halaman Rumah Kita makin dekat dengan badan Jalan. kasihan Anak-Anak kita jadi sempit

Tempat bermainnya.!" Ujar

Bu Nita dengan nada khawatir.

"Itu yang Bapak fikirkan Bu, Apa Kita pindah ke Desa saja gitu... Rumah ini kita jual, biar kita bisa beli Tanah

lebih luas lagi dari tanah yang kita Tempati sekarang ini...!" Pak Rusdi berangan.

"Kalau Ibu, bagaimana baiknya saja Pak. Yang penting Anak-anak Kita merasa nyaman.!" Sahut Bu Nita pula.

Benar saja apa yang di sampaikan Suaminya tempo hari.

Pagi itu, seminggu setelah perbincangan mereka, Terlihat banyak Para Petugas Pengukuran Tanah di depan Rumah Bu Nita.

"Permisi, ada apa ya Pak?..."

Bu Nita Iseng bertanya.

" Ini Buu... Akan ada pelebaran Jalan, Kami ambil dua meteran ke kiri dan ke kanan Jalan." Sahut

Petugas Pengukuran Jalan itu meberikan penjelasan.

"Ada penggantiannya kan Pak?..." Tanya Bu Nita lagi.

"Ada Bu... Ada...!" Sahut Petugas pengukuran lagi.

Karena adanya Pelebaran Jalan itu, akhirnya Rumah Kami di tawarkan Pak Rusdi kepada Tetangganya.

" Saya Bicarakan dulu dengan Istri Saya. Nanti Saya kabarin lagi ya Pak...!"

Ujar Pak Lukman, Tetangga

Pak Rusdi yang Rumahnya di belakang Rumah Pak Rusdi.

" Baik Pak Lukman, Saya tunggu kabarnya."  Ujar Pak Rusdi Sambil pamitan pulang.

Tiga Hari, Setelah Halaman Rumahnya di ukur oleh Para

Petugas Pengukuran Jalan.

Ada Petugas Desa datang ke Rumahnya Pak Rusdi.

Ternyata, Petugas Desa itu, minta pendataan daftar

Nama-nama Orang-orang yang Tanahnya kena pelebaran Jalan, berikut berapa luas Tanah yang kena gusurnya.

Karena, kebetulan Pak Rusdi adalah RT di Tempat itu.

Malamnya, Pak Lukman datang berkunjung ke Rumahnya Pak Rusdi, mengabarkan bahwa Pak

Lukman bersedia membeli

Rumahnya Pak Rusdi.

"Kami sekeluarga mengucapkan banyak terimakasih. Karena, Pak Lukman telah bersedia membeli Rumah Kami ini.

Tapi, Kami minta waktu untuk membangun Rumah di Desa. Karena, Kebetulan

Tanah sudah ada... Yaitu Sawah. Kami harus mengeringkannya terlebih

dahulu baru membangunnya.!" Ujar Pak

Rusdi minta kebijakan.

"Ha... Ha... Ha... Tentu saja Pak Rusdi... Silahkan silahkan... Pak Rusdi perlu

berapa lama untuk mengerjakan semuanya?..."

Ujar Pak Lukman di awali dengan tertawa akrab.

Pak Rusdipun Ikut tertawa pula.

"Terimakasih sebelumnya...

Pak Lukman memang sangat pengertian, Kami senang bertransaksi dengan Anda.!" Ujar Pak Rusdi bahagia.

"Ah... Pak Rusdi bisa saja."

Sahut Pak Lukman.

"Begini saja Pak Rusdi, Nanti setelah Rumah Barunya Pak Rusdi Selesai

di bangun, baru Pak Rusdi sekeluarga pindah dari Rumah ini...! Biar Keluarga

Bapak tidak merasa terburu-

buru!" Lanjut Pak Lukman.

"Saya sangat berterimaka-

sih sekali, Saya sangat senang mendengarnya.!" Sahut Pak Rusdi pula.

"Pak Lukman memang tetangga yang baik. Aku senang bertetangga dengannya. Beliau Orang berada, tetapi beliau tidak sombong, tidak angkuh seperti Orang kaya kebanyakan.!"  Sahut Bu Nita yang tiba-tiba nongol di hadapan Pak Rusdi

"Anak-anak harus segera diberi tahu Bu, bahwa kita Sekeluarga harus segera pindah dari sini.!" Lanjut Pak Rusdi mengingatkan Istrinya.

"Anak-anak, tak lama lagi Kita Sekeluarga  akan segera pindah dari Rumah  ini !"  Ujar Bu Nita  dari Ruang tengah.

Violet yang tengah berada di kamarnya, langsung keluar menemui Ibunya.

"Apa Aku enggak salah dengar Buu?..." Tanya Violet seakan tak percaya dengan pendengarannya.

" Pindah kemana Bu!?" Tanya Pelangi ikut nimbrung.

"Mana Adik kalian, Jingga..?"

Bu Nita balik bertanya.

"Aku di sini Buu!" Sahut Jingga sambil nongol dari balik pintu kamarnya.

"Ayo...! Sini semuanya! Anak-anak Ibu yang cantik-cantik."  Sahut Bu Nita lagi sambil duduk di kursi yang ada di ruang tengah.

Setelah ketiga Putrinya duduk bersamanya, barulah Bu Nita mengatakannya kembali.

"Putri-putriku! Tidak lama lagi kita akan meninggalkan tempat ini, kita akan pindah dari sini, sebaiknya kalian semua siap-siap untuk mengemasi barang-barang milik kalian.! Jangan sampai ada yang ketinggalan!"

"Kenapa pindah Bu?" Violet bertanya protes.

"Iyaa.. Buu... Aku kan sebentar lagi mau ujian!" Kilah Pelangi sambil pindah duduknya mendekati Ibunya.

"Aku juga sama mau ujian, dua hari lagi.!" Jinggapun tak mau ketinggalan protes.

" Kita mau pindah kemana, Buu?..." Tanya Violet lagi ingin meyakinkan.

"Kita pindah ke Desa Nenekmu.!" Sahut Bu Nita lagi. Sontak ketiga putrinya terkejut mendengarnya.

"Apaaa?.. ke Desa Nenek?... Kenapa pindah kesana??" Ketiga Putrinya tidak suka mendengar kenyataan itu.

"Kita harus pindah dari sini. karena, adanya pelebaran jalan Anak-anak. Kita tidak punya halaman lagi untuk kalian bermain bersama teman-temanmu. Disini akan jadi bising dengan suara kendaraan yang lalu-lalang tepat di depan Rumah Kita ini. Kita tidak akan tenang tinggal di sini.!"

Bu Nita mencoba menjelaskan kepada Ketiga Putrinya.

Pelangi cemberut, karena Dia yakin jadi makin menjauhi Sekolahnya.

Begitupula dengan Jingga. Dia juga memikirkan hal yang sama dengan k Kakaknya, Pelangi. Karena, dia juga akan Bersekolah di sana.

"Apa tidak difikirkan lagi Buu.? Kami bertiga jadi menjauhi Sekolah Kami.. Ini bagaimana Bu?" Violet mencoba bertanya pada Ibunya.

Bu Nita hanya diam mendengar semua protes dari Anak-anaknya itu.

Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya diapun tidak mau pindah ke Desa itu. Jauh dari Pasar, jauh dari Sekolah.

Tapi, harus bagaimana lagi? Dirinyapun tidak bisa protes.

Pindah ke Desa dimana Nenek dan Kakeknya Anak-anak berada.

Sebuah Desa kecil akan jadi tempat tinggalnya nanti.

Akankah Anak-anakku berbahagia dengan semua keputusanya itu?...

"Kok.. Ibu mau pindah kesana.?" Tiba-tiba, Jingga

mengajukan pertanyaan yang tidak diduga oleh Bu Nita sebelumnya.

" Disana kan kita punya Sawah, jadi Kita tidak perlu membeli tanah lagi untuk membangun Rumah Kita!"

Bu Nita mencoba menjawab pertanyaan dari Jingga, setelah dia diam sejenak.

Akhirnya, di waktu yang sudah di tentukan.Keluarga itupun pindah ke Desa Kakek Neneknya.

Walau ketiga putrinya tidak setuju, tetap saja mereka harus pindah dari Rumah itu. Menuju Sebuah Desa kecil yang masih sunyi dan sepi.

Peneranganpun masih menggunakan lampu minyaktanah.

Jalanan menuju Desa itu masih tanah, belum terjamah oleh aspal.

Mau tidak mau, nantinya setiap  hari ketiga Putrinya itu. Harus membiasakan diri untuk bolak-balik menyusuri Jalanan yang jelek itu.

Kalau diwaktu kemarau, pasti debu akan berterbangan.

Sebaliknya, kalau hujan pasti akan becek dan pastinya licin jalanan itu.

Karena jalanannya masih tanah.

Ketiga Putrinya harus tegar dan berani menghadapinya.

Begitu pula dengan dirinya, sebagai seorang Ibu, mau tidak mau harus tega untuk membiasakan ketiga Anak-anaknya untuk menyusuri jalanan yang keadaannya seperti itu.

Terpopuler

Comments

Sis Fauzi

Sis Fauzi

itu sekolah tahun berapa, kok masih ada jalan becek Thor 😀

2021-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!