Usai berbincang dengan Frans , Anne memutuskan untuk kembali kerumah karena mata kuliah yang harus ia ikuti hari ini telah usai . Anne berjalan menyusuri koridor kampus yang mengarah langsung ke tempat parkir . Anne terhentak kaget saat ada seseorang yang tiba-tiba memegang pundaknya dari arah belakang .
" Emeli , itu membuatku kaget " Anne mengelus dadanya yang kemudian di ikuti tawa kecil sahabatnya itu .
" Eehhmm , aku ingin bicara serius Anne " Terpampang jelas perasaan cemas dan takut dari raut wajah sahabatnya itu .
" Ayolah , jangan memajang wajah seperti itu " Ujar Anne seolah membawa sahabatnya itu kedalam situasi yang lebih ringan .
" Aku mohon padamu , menjauhlah dari Frans . Dia bukan orang yang baik " Pinta Emeli dengan raut wajah yang cemas .
" Aku tidak pernah berpikir bahwa Frans orang yang baik atau buruk . Hubungan kita biasa saja , jadi apa yang perlu kau takutkan " Anne berusaha meyakinkan Emeli .
" Dia punya banyak wanita diluar sana , dia bukan laki-laki yang pantas untukmu . Tinggalkan dia sebelum kau dirugikan oleh Frans " Tukas Emeli .
" Kamu mau aku meninggalkan dia ? baiklah . Aku tau kamu mengkhawatirkan ku Emeli " Anne terlihat tanpa beban dengan perkataannya kali ini . Hubungan yang telah ia jalani selama 3 tahun terakhir ini , akan berakhir semudah membalikkan telapak tangan .
" Apa kau mencintai Frans ?"
Anne tertawa geli atas pertanyaan sahabatnya itu .
" Tentu tidak Emy , aku belum memiliki keseriusan dalam hubungan asmara . Perjalananku masih panjang , aku harus meraih gelar ku , dan membuat keluargaku serta sahabatku tersenyum bangga " Penjelasan Anne cukup membuat Emeli tenang .
" Syukurlah " Ucap Emeli dengan senyum cemerlangnya yang terpampang jelas di sudut-sudut bibirnya .
🌫️
Anne membuka perlahan knop pintu rumah yang tidak terkunci itu . Tidak ada suara sedikitpun yang terdengar . Langkah Anne terhenti ketika kakinya menginjak cairan merah segar yang menggenang di lantai . Aliran darah dan degup jantungnya seakan ingin berhenti ketika melihat darah segar mengalir deras dari tubuh wanita itu . Wanita yang tidak asing baginya , Davina .
Suaranya Anne seketika menghilang , ia ingin menjerit hebat , namun pita suaranya seakan sudah mati di bunuh pemandangan di hadapannya itu . Anne diam mematung tanpa suara , ia masih tidak percaya atas apa yang dilihatnya . Tak berselang lama pergelangan tangan Anne di genggam erat dan di tarik Theresa menuju kamar .
Dengan nafas terengah-engah , Theresa mengunci pintu kamarnya . Gadis itu duduk di lantai dengan penampilan tak karuan , sementara Anne masih dengan tatapan kosongnya yang di penuhi bayang-bayang kejadian yang ia lihat semenit yang lalu .
" Di dimana mana ayahku ? " Tanya Anne dengan nada bergetar .
Theresa hanya menggeleng seakan mengisyaratkan bahwa ayah Anne turut menjadi korban . " Apa yang terjadi ? " Tanya Anne histeris .
Theresa enggan menjawab dan memilih beranjak dari lantai yang ia duduki seraya membukakan pintu kamar untuk Anne .Tanpa menunggu lama , anne segera berlari menuju Davina yang tewas mengenaskan di depan kamar itu .
" Ibu , apa yang terjadi " Tangisan histeris mengiringi Anne yang masih tidak percaya . Beberapa meter dari mayat Davina , Anne melihat ayahnya yang keadaannya sama mengenaskannya dengan Davina . Anne segera berlari menuju ayahnya dengan langkah yang tidak beraturan .
" Ayaaaahhhh " Teriakkan Anne memenuhi seisi ruangan . Semuanya seakan mimpi , baru sehari impiannya terwujud dan ia harus merasakan hantaman batin yang begitu menyakitkan sepanjang hidupnya .
" Ann " Entah dari mana suara itu berasal , suara itu sama persis dengan yang ia dengar pagi tadi . Anne mengangkat kepalanya perlahan , menerawang di antara redupnya pencahayaan rumah itu . Dilihatnya seorang pria berkaos putih dengan cipratan darah segar yang mengotori bajunya .
" Allen , apa yang terjadi " Anne yakin bahwa pria itu tak lain adalah Allen , saudara tirinya .
" Masuklah ke kamar mu , aku akan membersihkan kedua bangkai itu " Ucap Allen santai dengan sebatang rokok yang terapit jemarinya .
" Apa maksudmu ? " Anne segera beranjak menghampiri Allen , namun Theresa datang menarik Anne agar menjauh dari Allen dengan sekuat tenaga .
" Dengarkan aku kak Anne , masuklah " Pinta Theresa dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya .
Tanpa mempedulikan Theresa , Anne berusaha berjalan kearah Allen dengan langkah gontai . Allen hanya menatap Anne sinis dan terus menghisap batang rokoknya .
" Pembangkang !! " Bentak Allen dengan suara yang keras .
" Kak Allen , biarkan dia pergi bersamaku " Pinta Theresa sembari terus menarik lengan Anne agar ikut bersamanya .
Tubuh Anne seketika ambruk ke lantai , keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya . Anne tampak shock dengan apa yang ia alami hari ini . Masih jelas wajah sang ayah yang melintas di alam pikirannya .Bagaimana bisa ia di tinggalkan secepat ini . Ia bahkan belum membahagiakan sang ayah selama hidupnya .
🌫️🌫️
Gadis bertubuh kurus itu masih menatap Anne yang terbaring tak berdaya di hadapannya . Matanya sembab dan membengkak pertanda baru saja menyudahi tangisannya . Hatinya hancur atas kepergian ibunya , terlebih lagi nyawa ibunya harus berakhir di tangan kakak kandungnya sendiri .
" Theresa " Suara Allen menghentikan lamunan gadis itu .
" Iya " Sahutnya sembari sesenggukan .
Allen melangkahkan kakinya dan berhenti tepat di hadapan sang adik . Tak hanya sampai disitu , Allen mulai bersimpuh di hadapan Theresa dengan air mata yang turut membanjiri pipinya .
" Maafkan aku " Ucapnya lirih . " Aku di kalahkan oleh emosi dan kebencian ku " Tambahnya dengan nada yang semakin bergetar .
" Untuk apa aku marah dengan keadaan ? " Theresa segera menuntun tubuh kakaknya itu untuk bangun dan berhenti bersimpuh di hadapannya .
" Aku benci ibu , karena aku menyayangimu " Allen tak kuasa menahan air matanya yang berjatuhan seiring dengan amarahnya yang masih tersisa . " Aku benci ketika dia tidak mempedulikan penyakitmu dan lebih mementingkan urusan pribadinya " Nada bicara Allen meninggi karena tak kuasa menahan dirinya .
Theresa menggeleng seraya tersenyum menatap wajah kakaknya itu . " Aku tidak peduli siapa dirimu , pembunuh ? penjahat ? atau bahkan orang paling jahat sekalipun . Kau tetap kakakku , saudaraku . Aku tidak akan sekuat ini jika bukan karena usahamu " Ucapan Theresa barusan seakan meluluhkan hati Allen yang sudah mengeras akibat amarahnya yang menggebu-gebu .
Air mata Allen terus berjatuhan , amarahnya seketika perlahan padam mendengar kalimat yg di lontarkan Theresa . Baginya , Theresa adalah harta paling berharga yang pernah ia miliki .
" Aku hanya ingin kakak berjanji tidak akan menyakiti aku ataupun kak Anne lagi " Ujar Theresa dengan air mata yang hampir tumpah dari pelupuk matanya .
Allen menatap wajah Anne sekilas sebelum ia mengalihkan pandangannya pada Theresa . " Mana mungkin aku menyakitinya " Allen mengusap air matanya perlahan seraya mendengus pelan . " Aku juga menyayanginya sama sepertimu Theresa " Jelas Allen disertai kilas senyum kecilnya .
" Aku ingin kakak berjanji " Pinta Theresa seraya mengacungkan kelingking mungilnya pada sang kakak .
Allen hanya mengangguk sembari tersenyum dan mencubit pipi adiknya itu . Ada rasa bersalah dalam diri Allen saat ini , dan bukan hanya itu . Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam , ia ingin memperbaiki semuanya walaupun keinginannya hampir mustahil untuk dilakukan . Mungkin sulit bagi Anne untuk menerima apa yang di perbuat Allen hari ini , namun Allen yakin bahwa suatu saat nanti , ia akan menebus kesalahan yang ia perbuat hari ini pada Anne .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Fi Fin
wow serem Allen psikopat
2021-06-14
0
Nadia Laili
psikopat kah Allen???
2021-04-15
2
Lia
Wah, gila allen mengejutkan sekali.
2021-02-23
3