Bunker

Putra dan Vino berhasil menurunkan pesawat kecil itu dengan selamat setelah tadi di pesawat penuh dengan ketegangan, mereka kini tengah menunggu sang kapten dan rekannya yang katanya sedang menyusul.

"Dimana mereka, kenapa terlalu lama?" Yoga masih menatap langit-langit yang gelap.

"Sebentar lagi mungkin" Ian berguman, ia masih memakan wafernya dari tadi. Ranjang belanjaannya pun tak lupa ia gandeng.

Ke lima pemuda bersama satu kakek itu akhirnya dapat menarik nafas lega setelah datang helikopter yang menghampiri. Namun pertanyaan lain juga datang, kenapa hanya satu?

"Hey? Dimana yang lain?" Vino bertanya pada Wisnu dan Mesya yang baru keluar dan datang dengan raut tak baik.

"Mereka tertembak semua, helikopternya meledak" Mesya menjawabnya lebih dulu. Ia juga berada di tempat kejadian bersama sang kapten waktu itu.

Semua tercengang. Lebih-lebih Yoga yang hanya dia satu-satunya anggota yang tersisa, dan artinya ia sendirian di group ini bersama dengan Wisnu seorang.

"Mereka?" Yoga menatap kaptennya.

Wisnu menunduk.

"Jawab aku kapten" Yoga agak kesal,namun hatinya juga sesak setelah mengetahui bahwa teman-temannya sudah tiada.

"Dia benar, jadi sekarang lebih baik kita masuk ke dalam" Wisnu mengabaikan perilaku Yoga begitu saja dan langsung berjalan menuju sebuah tutup bunker yang amat besar berada. Ia membukakannya dan menyilahkan semua orang untuk masuk.

Putra, Ian, Vino, Mesya, Tya dan kakek semuanya masuk ke dalamnya.

"Kau memang kapten yang payah" Yoga menggerutu sebelum ia menuruni tangga.

Wisnu ikut masuk ke dalam juga dengan rasa penyesalannya. Ia berniat menunjukkan jalan ke aula utama.

"Ikuti aku dan hafalkan jalannya" Wisnu mulai berjalan, diikuti semua orang yang juga berusaha mengikuti tempo langkah Wisnu yang begitu cepat.

Belok kanan dua kali dan belok kiri dua kali serta lurus. Masing-masing masih menghafalkan dalam hati.

"Tempat ini seperti labirin,bukan tempat berlindung" Ian menggerutu.

"Diamlah" Tya membalas lebih keras.

Memang cahaya di sepanjang lorong sangatlah terang,namun semua lorong terlihat sama saja bagi mereka.

"Silahkan cari orang yang kalian inginkan, berharaplah dengan sepenuh hati" Wisnu mencapai puncaknya. Ia membuka sebuah pintu, dimana di sana terdapat ruangan yang amat besar dan sangat besar, bahkan mungkin lebarnya hampir menyamai suatu pulau.

"Terimakasih kak" ucap para pemuda hampir bersamaan di sertai senyuman.

"Bagaimana kita akan mencari" Ian kesal sendiri kemudian mulai masuk di ikuti kawannya.

"Terimakasih telah menolong kami" ucap Kakek sebelum pergi meninggalkan Wisnu dan Yoga di ambang pintu tebal tersebut. Wisnu sempat memberikan senyumnya sedikit.

"Apa kau akan masuk?" Yoga menatap malas.

"Pasti, untuk apa aku disini...aku akan menemui presiden dan melapor" Wisnu juga masuk meninggalkan Yoga.

Apakah Yoga terlalu kasar pada pemimpinnya? Atau memang ini yang harus ia lakukan? Ia begitu bimbang, jika ia teringat jasad teman-temannya.

"Dimana ayahku"Putra celingukan sendiri, ia benar-benar stres berada di tengah kerumunan orang tak jelas. Targetnya hanyalah seorang ayah, karena ia memang hanya tinggal dengan lelaki kesayangannya itu.

"Baey,aku sudah menemukan orang tuaku" Ian pergi tanpa berpaling dulu, anak iblis. Ia langsung berlari menuju orang tuanya yang sedang melambai padanya.

"Aku juga" Tya juga pergi. Ia menuju ke arah seorang wanita dan pria yang sedang membeli es krim.

"Eh aku mungkin juga... sampai jumpa lain kali" Vino juga berpamitan. Ia berjalan ke arah tempat makan, bisa di bilang warung. ada banyak orang di sana, mungkin Vino peka terhadap kehadiran orang tuanya.

"Sial" gumam Putra, kenapa nasibnya selalu bersama Mesya.

"Mmm maukah kau mencari bersama?" Mesya melirik sekilas dari balik kaca matanya.

"Baiklah" Putra berusaha tetap tenang meski ia begitu malu. Perasaan apa itu?

.

.

Keduanya berjalan beriringan, sudah satu jam lebih mereka berputar-putar di ruangan panas itu. Namun keduanya masih sama-sama belum menemukan orang tuanya.

"Bagaimana ini?" Tanya Mesya,ia khawatir.

"Tenanglah, orang tua kita pasti di sini"

"Baiklah, aku percaya ucapanmu itu"

"Eh eh eh tunggu" Putra mengehentikan langkah Mesya. Ia melihat sang kapten Wisnu sedang berbicara dengan sang presiden di depan meja kebangsaan.

"Bukankah itu kak Wisnu?" Guman Putra.

"Yah, dia terlihat tak baik-baik saja setelah semua anggotanya tiada" Mesya menjawab singkat.

"Hey, jangan terlalu keras berbicara. Ada banyak orang di sini" Putra sedikit menggerutu.

"Iya, maafkan aku"

Pandangan mereka kembali terarah pada kapten yang mereka kenal yang masih berbicara dengan presiden secara langsung. Namun tak lama, Wisnu pergi dari percakapan itu meninggalkan sang presiden duduk kembali di kursi mewahnya.

"Ikut aku" Putra berjalan sedikit kencang.

"Ishh" Mesya mengikuti dengan malas.

.

.

Mesya dan Putra terus memperhatikan Wisnu yang sedang duduk dan meratapi nasib. Ya apa boleh buat,jika nyawa melayang maka tak bisa lagi ia kembali, kecuali mati suri.

"Hay kak" Putra mendekat, begitu juga Mesya.

"Kalian?"

Kedua murid itu tersenyum.

"Kalian belum menemukan yang kalian cari?" Wisnu menatap Putra yang ikut duduk di samping kanannya.

"Belum" Mesya juga menyaut, ia duduk di sebelah kiri Wisnu.

Wisnu diam.

"Ka? Apa masalah mu dengan presiden itu?" Putra membuka suara.

"Kau kepo yah" Wisnu malah meledek.

"Ya ellah, kau ini memang kapten yang konyol...aku hanya bertanya"

Ketiganya terkekeh.

"Baiklah jika kalian ingin tau,... sebenarnya tadi aku melapor bahwa sisa anggota ku tinggal satu dan sebab itu dia marah padaku...aku langsung di berhentikan untuk bekerja lagi sebagai tentara. Katanya jika aku ingin bertugas lagi,aku harus mengalahkan benda aneh itu...ya mana mungkin coba aku bisa tanpa anggotaku" Wisnu meratapi takdirnya yang kini di bawah.

"Bersabarlah kak, ini ujian... mungkin kau akan dapat kesempatan" Mesya melancarkan aksinya.

"Apa?" Wisnu memalingkan wajahnya ke arah Mesya.

"Tenanglah kak, kita mau menjadi anggotamu" Mesya melanjutkan penjelasannya.

"Hah?" Wisnu dan Putra sama-sama terkejut.

Mesya mengangguk.

"Itu tidak akan mungkin, kalian tau kan seberapa bahayanya di luar... aku tidak akan mengijinkan kalian" Wisnu tegas.

"Tolonglah kak, beri kami kesempatan mempunyai pengalaman" pinta Mesya,ia memelas. "Hey bantu aku" Mesya menatap tajam Putra.

"Eh, iya kak tolonglah" Putra ikut-ikutan. Kenapa ia menurut saja pada gadis itu.

"Tidak, kalian itu bocah-bocah SMA yang masih labil, kalian tidak akan tau menau tentang senjata dan sebagainya... intinya aku tidak akan mengijinkan kalian" Wisnu bangkit dan pergi.

"Mmm kau tau siapa yang kita butuhkan sekarang?" Putra menatap tajam.

"Ya aku tau"

"Ian" ucap Mesya dan Putra berbarengan.

.

.

"Hey Ian" sapa Putra pada Ian yang sedang berbincang dengan ayahnya.

"Kalian? Ayah aku ijin bermain sebentar bersama temanku" Ian berpamitan pada ayahnya yang langsung mendapat penyetujuan cepat.

.

.

"Eh tidak-tidak,aku tidak akan ikut dengan hal konyol seperti itu...maaf aku tak bisa" Ian menolak keras setelah tadi ia mengetahui maksud dan tujuan mereka menemuinya. Ian tak ingin terlibat dengan perang apapun,ia tak mau. Apalagi ia harus membujuk kapten konyol itu.

"Tolonglah Ian, apa kau tak mau balas budi padanya?" Putra memohon.

"Apa perlu aku berlutut padamu?" Mesya mulai menundukkan punggungnya namun langsung di cegah Ian sendiri.

"Apa tidak ada orang lain selain aku?" Ian kesal.

"Tidak Ian, hanya kau yang punya keahlian membujuk" Putra kembali merecol.

"Tolonglah Ian, please" kini Mesya merayu Ian dengan mengelus pipi pemuda itu.

Setelah lama berpikir, akhirnya Ian memutuskan dengan cermat. Ia mengingat kembali bagaimana kapten itu menolongnya beberapa kali. Dan...ia pun luluh.

"Baiklah, aku akan ikut melakukan itu" Ian merelakan diri.

"Yeeaaay, makasih Ian" Mesya gembira.

"Thanks sahabatku" Putra tersenyum bangga.

"Kalian ini sungguh nekat, apa dosaku berteman dengan kalian...heran aku" Ian mulai berjalan kembali menuju orang tuanya.

"Kembalilah dengan cepat" teriak Mesya kemudian mendapat acungan jempol Ian dari kejauhan.

.

.

"Ayah, bolehkah aku berkeliling dengan temanku itu?" Ian mulai merayu ayahnya.

"Dengan siapa?" Ibunya kemudian ikut penasaran.

"Itu anak-anak tadi, mereka sahabatku"

"Baiklah, tapi jika kau butuh sesuatu kembalilah segera ke sini" ayah Ian kemudian meringkas.

"Baiklah ayah, terimakasih... dada ayah... ibu..." Ian langsung mbirit dengan cepat.

"Apa kau terlalu memanjakan anakmu hah?" Ibu Ian mengomeli suaminya.

"Suuuuut" suaminya kemudian meletakkan jarinya di bibir istrinya.

Sungguh harmonis.

.

.

Ketiga pemuda yang sudah mengambil keputusan itu akhirnya mulai mencari lagi dimana kapten berada. Namum sebelum bertemu dengan kapten ketiganya malah di cegat dua teman lainnya yang kebetulan berpas-pasan.

"Hey, kalian mau kemana lagi?" Tanya Vino.

"Kita ingin membantu kapten" Ian membalas malas.

"Membantu bagaimana?" Tya kini memulai kontak.

"Kita ingin menjadi anggotanya dan berperang melawan musuh" Mesya kini menjawab.

"Kenapa kalian tak mengajakku? Dasar kalian egois" Vino kesal.

"Hey, kalau kau mau ikut ya tinggal ikut lah,apa susahnya" Ian meninggikan nadanya.

"Heyyy kau itu yang tak mau mengajakku" Vino membalas dengan nada lebih tinggi.

"Udah udah diem, gak malu apa di tempat rame kayaknya gini ribut mulu... Gak lagi genting pas genting kalian sama aja... Selalu nyusahin" Putra berjalan lebih dulu. Kemudian keempatnya agak berlari mengejar.

.

.

.

.

.

.

"Kalian ini anak-anak,jangan sok dewasa" Wisnu benar-benar marah pada kelima anak itu. Menyebalkan.

Mereka sedang berbicara di ruang khusus para tentara yang suasananya sangat sepi. Beruntung Wisnu langsung membawa anak-anak itu kesana, jika tidak bisa-bisa ada yang mendengar obrolan mereka.

"Tidak, kami sudah dewasa" Vino menegakkan dada.

"Oh ya? Tapi kenapa kalian ngelakuin hal bodoh kayak gini hah?"

"Kami ingin membalas budi" Tya kini yang menjawab.

"Ouh, Budi? Sebaiknya kalian balik ke SD dan belajar membaca,di sana kalian akan menemukan Budi" canda keras dari sang kapten Wisnu.

Ian tak dapat menahan tawanya. Sungguh menggelikan,di saat seperti ini malahan menjadi bahan lawakan.

"Tenanglah kak, aku tau kau sedang stres memikirkan mayat-mayat itu, namun apa kau tak mau menggantikan anggotamu itu dengan yang lebih muda dan berbakat?" Ian mendekatkan diri.

"Kalian tidak punya bakat" Wisnu menatap sinis.

"Oh ya? Kau lupa kalau Putra bisa menerbangkan pesawat, dan kulihat juga bahwa Vino pengendara yang handal. Mesya dan Tya tak perlu di ragukan untuk hal menabok" Ian tersenyum, ia berbicara seakan tak ada beban.

Wisnu mematung sekejap, mencerna kata demi kata dalam setiap ucapan Ian ini.

"Kau memang pintar berbicara, aku tunggu kalian di atas sana... Naiklah tanpa di ketahui semua orang" Wisnu beranjak pergi dari ruangan itu dengan cepat. Ia mungkin perlu memberikan pelajaran pada anak-anak songong ini.

"Yes" semua kegirangan.

"Hey cepatlah jalan jika kita ingin melakukan ini dengan serius" Ian memerintahkan,ia sudah di luar pintu.

Hay readers, eps kali ini cuma pemanasan dulu yah ,belum yang gimana-gimana gitu...jadi tunggu aja selanjutnya...

Jangan lupa ya tinggalkan jejak, like,comen & rate 🎆

😘I Love you all

Terpopuler

Comments

۶❦Lula_✰°ঌ࿐

۶❦Lula_✰°ঌ࿐

hwaiting

2021-01-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!