"Siapa pemilik ide ini,aku benar-benar mengantuk" Ian berjalan mengikuti teman-temannya.
"Hey,ide itu muncul tanpa pikiran ku...itu muncul dari bibir tanpa otak" Mesya melirik.
"Ouh,kau rupanya" Vino juga melirik Mesya.
"Iya, memang kenapa" Mesya meninggikan dada.
"Tidak,aku cukup kagum padamu" Vino memberikan senyumnya.
Diam-diam Putra yang berjalan di samping Ian merasa aneh sendiri dengan dirinya. Ia sedikit tak suka dengan perkataan Vino tadi.
Mereka semua keluar dari bunker. Masih gelap, yah. Keadaan luar yang sangat tak enak, bandara yang sangat menyebalkan, untung saja areanya agak jauh dari piring terbang itu sehingga mereka dapat dengan tenang berdiri di sana.
Mereka berbaris di depan kapten yang sebentar lagi akan menguji mereka.
"Kalian siap?" Wisnu sinis.
"Tentu" Ian bergumam.
"Kalian siap?" Kini Wisnu membentak.
"Siap" serempak mereka menjawab dengan tegas, ya mereka sedikit mengerti tentang ini.
"Baiklah, berlari lah mengitari bandara ini. Siapa yang sampai dulu ia akan menang dan yang sampai terakhir akan di hukum dan tidak di terima... mengerti?" Tegas Wisnu.
"Siap mengerti" ,para pemuda itu dalam kondisi hati bimbang. Seharusnya mereka semua selalu bersama-sama. Apa lagi mereka sudah kapok dengan kata 'lari'
"Satu....dua...tiga" Wisnu langsung menyelesaikan aba-aba nya.
Mereka memulai untuk berlari mengitari area luas itu. Putra sementara memimpin dan Mesya di belakang sendiri.
"Hey tunggu aku" Ian ngos-ngosan.
Mereka berlari sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik.
"Ini mungkin bukan perlombaan, tapi mungkin tentang ilmu pengetahuan" teriak Mesya dengan lantang dari belakang. Mereka masih dalam kondisi lari.
"Apa maksudmu?" Tanya Ian.
"Pikirkan,jika kita kalah bersama maka ka Wisnu tidak akan menerima kita semua, namun jika salah satu dari kita yang menang bukankah terlihat egois" terang Mesya.
Semuanya berhenti dalam kegiatannya. Betul juga ucapannya.
"Kau benar,kita harusnya bersama-sama bukannya bertanding" Putra menghela nafas.
"Yah,itu juga yang aku pikirkan" Ian ngos-ngosan.
"Baiklah, mari kita bersama-sama" kekeh Vino kemudian mereka berjalan beriringan mengitari lahan itu dalam beberapa jam.
.
.
"Mereka begitu cerdas kapten, mereka patut untuk di berikan kesempatan" Yoga sedikit membujuk.
"Ya,kau memang benar... mereka pintar,namun apa fisik mereka juga mampu?" Wisnu melirik satu-satunya anggota yang ia miliki.
"Kita lihat saja nanti, aku yakin mereka bisa" Yoga pergi.
Jarak antara kapten dan anggota itu kini mulai berubah, mungkin menjadi teman. Karena Yoga sadar, beberapa nyawa yang telah di renggut darinya bukanlah untuk di tangisi namun harus dijadikan sebagai inspirasi.
.
.
"Kenapa kalian bersama?" Tanya Wisnu.
Hanya diam, semuanya membisu.
"Hey aku sedang bertanya pada kalian" Wisnu agak membentak.
"Maaf kak, eh kapten... menurut kita jika perlu menang maka di butuhkan kerja sama. Bukan egoisme" Mesya mengangkat tangan kanannya.
"Baiklah" Wisnu mengangguk sembari terlihat sedikit berpikir.
"Hey bagaimana ini" Ian menyenggol Putra di sampingnya.
"Suuut jangan berisik" Putra masih fokus pada sikap sempurna nya.
"Baiklah, datanglah besok pagi ke sini... sebelum fajar kalian sudah harus berkumpul.Sekitar pukul 5. Sekarang ikutlah dengan Yoga,dia akan menunjukkan kamar kalian" Wisnu pergi setelah sempat menunjuk Yoga yang sedang makan di emperan.
"Yes, akhirnya" Mesya girang.
"Waaaw ternyata kita punya bakat juga" Vino girang.
"Sebenarnya aku malas, bisa kita batalkan?" Ian begitu kesal.
"Hey cobalah untuk menyemangati dirimu sendiri" Putra meninggikan alisnya sedikit.
"Eitt sudah-sudah, cepat ikuti aku" Yoga menaruh sisa makanannya dan langsung menghampiri kelima pemuda itu.
"Oke" jawab serempak.
_-_-_-_-_-_-_-_
"Kak? Apakah orang tua kami masing-masing juga punya kamar?" Tanya Ian, ia begitu kepo.
"Ya tentunya" Yoga masih memimpin jalanan di lorong.
"Baguslah, aku bisa sedikit tenang mengenai mereka" Tya bergumam.
"Eh,apakah kalian sudah meminta ijin?" Yoga mengehentikan langkahnya dan berbalik badan.
Semua saling pandang, bagaimana ini? Mereka tidak melakukan itu.
"Mmm sudah" Vino menjawab dengan tak yakin, ia menjadi pusat pandangan saat ini.
"Ouh baiklah" Yoga melanjutkan perjalanan.
Semuanya kembali mengikuti dengan perasaan aneh. Bagaimana ini? Tapi Vino sudah terlanjur mengatakannya, biarlah. Pikir keri.
.
"Silahkan masuk, ini adalah kamar milik teman-teman ku yang sudah tiada, kalian pantas memilikinya" Yoga berdiri di ambang pintu menyambut anak-anak itu.
Satu persatu masuk, melihat di sekeliling kamar terdapat kasur tingkat dua yang biasanya di gunakan oleh para tentara itu. Keren memang bagi mereka.
"Baiklah,aku akan pergi... selamat malam dan jangan lupakan hari esok" Yoga pergi dengan tangan terlipat di dadanya.
"Aku di sini" Ian langsung menempatkan diri di tempat paling pojok.
"Aku menyukai tempat ini" Tya duduk di keranjang yang dekat dengan Ian.
"Aku akan di atasmu" Mesya naik ke atas ranjang Tya.
"Baiklah"
"Bolehkah aku yang di atasmu?" Ian bengong menatap Tya.
"Hey, kenapa kau jadi mesum?" Tya meringis jijik.
Semua menatap Ian.
"Maksudku keranjang mu itu" Ian menepuk jidatnya.
"hehehehe" semuanya tertawa.
"Apakah kita perlu mandi?" Tanya Vino yang sudah nangkring di atas Putra.
"Dimana baju kita?" Putra kini menyambung.
"Entahlah, akan ku periksa di kamar mandi" Vino turun dari ranjangnya dan berjalan menuju sebuah pintu di samping ranjang Ian.
"Ku harap kita akan punya baju festival, hehehe" Ian cekikikan bersama Tya.
"Aku akan mandi terlebih dahulu, kalian tunggu sebentar" Vino menutup pintu kamar mandi dengan cepat dan langsung membuka seluruh pakaiannya.
"Iuhhh aku sangat tak suka dengan cara mandi para pria" Tya bergumam.
"Kau benar" Mesya juga menjawab sembari menengok ke bawah.
.
.
.
.
"Apa besok mereka akan mulai latihan?" Yoga berbicara di belakang Wisnu.
"Yah, mereka cukup mempunyai bakat itu,namun apakah aku tidak akan di penjara jika mempekerjakan para pemuda itu?" Wisnu masih menatap piring terbang yang mengambang, ia dan Yoga sedang berdiri di sebuah gedung yang sudah sedikit rusak.
"Baiklah,kita tak perlu membicarakan ini. Biarkan ini menjadi rahasia" Yoga kini berdiri di samping kaptennya.
"Tentu" Wisnu agak murung.
.
.
•
"Hey lihatlah" Vino keluar dengan tubuh yang sudah segar. Dan....baju?
"Hey? Darimana kau mendapatkan baju itu?" Ian ternganga,ia sedang menikmati makanannya setelah tadi ada seorang pelayan memberikannya.
"Ada banyak di dalam" Vino memutar tubuhnya, memperlihatkan baju tentara yang amat pas di badannya.
"Kalau begitu aku akan mandi sekarang" Ian langsung bangkit dan menyusup menyingkirkan Vino.
"Dasar laknat" gerutu Vino.
Lainnya hanya terkekeh.
Setelah beberapa menit mereka bergantian untuk mandi satu persatu, baju tentara yang menempel di badan mereka sangatlah cocok... bahkan super cocok.
Setelah agak larut, mereka semua memutuskan untuk tidur. Setelah malam ini banyak kejadian yang menguras tenaga, mereka butuh istirahat.
*
"Hey cepatlah bangun, kita akan terlambat" Putra membangunkan semua orang sembari melihat jam di dinding. Sudah pukul 5 lewat dan sebentar lagi akan fajar.
"Sabarlah,aku masih mengantuk" Ian berbicara sembari menutup mata.
"Terserah kalian, aku akan pergi duluan" Putra bergegas keluar kamar, sisa para pemuda itu terkejut setelah melihat jam di dinding. Mereka berlari pontang-panting tanpa cuci muka. Mengesalkan...
"Okho okho" Ian batuk, mereka sudah sampai di lahan bandara.
"Dimana kapten konyol itu?" Tanya Vino menatap lemah Putra.
"Dia belum datang" Putra sedikit menahan tawa.
"Apah?" Empat teman Putra tertegun bersamaan.
"Lebih baik aku melanjutkan mimpiku" Ian berbalik badan berniat masuk ke dalam bunker lagi.
" Mau kemana lagi kau Ian?" Tanya Wisnu di dampingi Yoga yang baru saja datang.
"Hey?" Ian berbalik dan mendapati Wisnu sedang menertawakannya.
"Maafkan aku" Ian mengurungkan niatnya.
Mereka berbaris dengan urutan tinggi yang tepat. Vino paling tinggi dan Tya selalu paling pendek.
"Latihan pertama, aku sudah menaruh beberapa bendera di atas gedung-gedung itu... lihatlah" Wisnu menunjuk jauh pada gedung-gedung yang sudah rusak, hampir roboh akibat tembakan-tembakan dari makhluk-makhluk jahanam tersebut.
"Lalu?" Ian menyambung.
"Kalian akan berpencar dan harus mendapatkan bendera itu, dalam waktu 30 menit" Wisnu tersenyum miris.
"Hah? Apa kau gila kak?" Ian terkejut, lainnya ternganga. Gedung-gedung itu sangatlah jauh dan tinggi.
"Apa kalian takut? Apa kalian tak mau mengenakan baju itu?" Wisnu semakin sinis. Yoga hanya menyimak di belakang kaptennya.
Semua menggeleng dengan santainya.
"Baiklah, akan mulai ku hitung...3.."
"Seharusnya aku makan banyak kemarin malam" Ian masih mengoceh setelah bersiap untuk lari.
"2"
"Aku tidak akan pernah tenang gara-gara Mesya" Tya menggeleng dan menempatkan posisi siap lari.
"Tiga" Wisnu menekan tombol stopwach di tangannya.
Berlari dan berlari... ke-lima anak itu mulai berlari kencang menuju gedung yang di incar masing-masing. Tujuan mereka hampir sama, mencari gedung paling pendek dan mendapatkan benderanya.
Putra memimpin.
"Aku akan lebih dulu sampai" Putra masih bergegas.
"Tidak kali ini" Vino menyalip.
"Urungkan niat kalian" Mesya yang biasanya di belakang kini juga sudah sejajar dengan Putra.
"Dasar kalian" Tya ikut-ikutan.
"Hey kasihanilah aku" Ian ketinggalan amat jauh. Anak itu benar-benar lemot.
Mereka masuk di jalanan dengan nafas yang separuh habis di korbankan untuk lari.
Mereka masuk ke gedung bertingkat tinggi yang di putuskan masing-masing setelah Mesya yang mendapatkan bagian gedung paling pendek.
"Aku akan membunuh mereka" gumam Ian kesal karena mendapatkan bagian gedung paling tinggi. Ia masuk ke dalam dan melihat arah lift. "Semoga saja berhasil" ia berlari ke arahnya dan menekan-nekan tombol, ternyata berhasil."terimakasih ka Wisnu,aku cinta padamu" Ian masuk ke lift dan naik ke atas dengan bantuan alat itu.
Sementara yang lainnya berlari dengan bersungguh-sungguh melewati tangga, apa boleh buat jika lift mereka mati.
Ian sampai terlebih dahulu di atas,ia melihat bendera hijau yang berdiri tegak di tengah gedung. Ia mengambilnya dan melihat sekeliling, teman-temannya belum ada yang mengambil bendera. Syukurlah.
Ian turun dari gedung dengan lift itu lagi, ia berlari dengan santai kembali ke lahan lebar itu.
"Hey? Sudah sampai rupanya" Wisnu menatap kecut Ian yang baru sampai.
"Aku mencintaimu kak" Ian nyengir kuda.
"Waktumu hanya 25 menit, tinggal 5 menit lagi" Wisnu melihat keempat pemuda lainnya yang berlari bersama menuju ke arahnya dengan bendera hijau di masing-masing tangan. Mereka masih sangat jauh.
"Mereka tidak akan sanggup" Yoga menggeleng.
"Lihat saja" Ian ikut menggeleng.
*
"Bagaimana Ian bisa secepat itu" Tya kesal setelah mengetahui bahwa Ian sudah lebih dulu sampai di tempat tujuannya.
"Ia memiliki ilmu hitam" gumam Vino.
Mereka berlari bersama menuju tempat dimana Wisnu berada... mereka sampai dan langsung tepar di tempat.
"Berterimakasih lah pada diri sendiri, sisa waktu kalian tinggal 15 detik" Wisnu terkekeh sembari melihat stopwach di tangannya.
"Aku tidak akan lagi berlari seperti ini" Mesya memejamkan matanya sembari mengatur nafas.
End
Jangan lupa untuk semangat like biar author juga semakin semangat buat nulis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments