Kapten

Putra membuka matanya perlahan, cahaya yang tak begitu dominan di ruang itu membuat matanya mudah untuk beradaptasi.

Ia celingukan kekanan dan kiri setelah menempatkan posisi duduknya.

"Dimana aku?" Putra kebingungan,ia masih sangat pusing.

"Kau sadar rupanya, minumlah obat ini" seorang lelaki perkasa memberikan sebuah pil ungu pada Putra. Putra langsung dapat mengerti bahwa dirinya di tolong oleh para tentara. Ya, dilihat dari seragam lelaki itu memang seperti itu.

Putra sudah dapat melihat dengan benar,kini ia baru sadar,ia sedang berada di atas matras. Di sampingnya juga masih ada keempat temannya yang masih terbujur lemas.

"Hey cepatlah minum" lelaki itu kini memberikan sebotol air mineral.

"Terimakasih pak.mmmm Wisnu?" Putra membaca sekilas bed nama di dada kiri orang tersebut.

"Panggil saja kaka, Karena umur kita tak beda jauh" lelaki bernama Wisnu itu berdiri dan berjalan menuju sebuah meja. Ia duduk.

Putra meminum obat itu dengan dua kali tegukan air.

"Maaf pak,eh kak... sebenernya apa yang terjadi?" Putra melirik Ian dan Vino yang masih pingsan di sisi kirinya.

"Kalian hampir tertembak,lalu kalian terpental dan langsung saja tak sadarkan diri. Makanya aku sama tim ku menyelamatkan kalian" Wisnu mengelus senjatanya dengan molek.Pistol-pistol yang mengkilap terlihat sangat jelas di mata Putra dari kejauhan.

"Tim? Dimana?" Putra mencari di setiap sudut ruangan. Tiada orang. Hanya mereka saja.

"Mereka sedang di luar, jaga-jaga" Wisnu melirik Putra dari tempatnya.

"Ouuuh, terimakasih kalau begitu kak" Putra mencoba berdiri, namun masih terasa sedikit lemas di bagian kaki. Badannya juga sedikit bertambah buruk.

"Tidak usah berdiri,kau butuh istirahat. Nanti kalau kau dan teman-temanmu itu sudah sehat baru kita akan mengantarkan kalian ke tempat yang paling aman".

"Oh, begitu" Putra kembali duduk dan mendiamkan diri sendiri. Ia juga tak mau repot-repot.

"Kejadian ini begitu memalukan bagiku, bahkan pesawat aneh itu membuat aku takkan bisa tidur nyenyak malam ini" gerutu Wisnu dengan nada pelan.

"Apa kau tau tentang pesawat itu kak? Aku penasaran" Putra masih melihat punggung rata Wisnu sedari tadi dari posisinya.

"Apa kau pernah membaca tentang alien?"

Putra menggeleng. Hanya seorang kutu buku lah yang mungkin penasaran dengan hal itu. Namun ia sebenarnya juga sudah yakin bahwa piring terbang itupun suatu bukti bahwa alien itu nyata.

"Kalau begitu kau harus lebih rajin membaca, itulah mereka...alien mungkin" Wisnu berjalan mendekati Putra lagi.

Benar dugaan Putra,ia tak terkejut dengan penjelasan singkat Wisnu karena ia sudah menduganya. Itu nyata kan?

"Duduklah di sini, kumpulkan energimu itu. Aku akan keluar sebentar" Wisnu beranjak setelah menepuk pundak Putra sekilas. Ia keluar dari ruangan dan menemui anggota tim nya.

.

.

"Apakah masih aman?" Tanya Wisnu pada seorang yang memegang senjata dengan sikap sempurna nya. Ia sedang berjaga di area halaman tempat itu.

Orang itu hormat dan langsung di balas hormat oleh kaptennya.

"Siap kapten,di sini masih aman-aman saja" wakil bernama Yoga menjawab tegas.

"Dimanakah yang lain?"

"Maaf kapten, tapi kita semua sudah membentuk formasi memutar di tempat ini"

"Bagus, lanjutkan...kerja kalian sangat luar biasa"

"Siap kapten"

Wisnu pergi lagi ke dalam lagi untuk duduk sejenak.

"Apah? dimana aku?" Mesya sadar. Ia duduk dan kebingungan.

"Duh gawat" Putra bergumam dan langsung berdiri,ia menghindari Mesya. Tubuhnya sudah seperti robot kesetrum.

"Hey kau" Mesya menyapa,ia juga melirik ketiga temannya yang belum sadar.

Putra berbalik badan.

"Kita dimana?" Mesya mulai beradaptasi dengan ruangan. Ia masih duduk di matras.

"Entahlah,aku juga tak tau" Putra menjawab dengan cepat dan langsung keluar dari ruangan itu.

"Orang aneh. . .hey bangunlah" Mesya menggoyangkan tubuh Tya.

.

.

"Hay kak" Putra duduk di bangku panjang, tepat di samping Wisnu. Ia baru menyadari, ternyata ini adalah sekolahannya, lebih ringkasnya di ruang olahraga. Pantas saja ada matras.

"Bangun juga kau? Bagaimana keadaan teman-temanmu?"

"Dia bangun"

"Dia,,...siapa"

"Yang perempuan" Putra menjawab dengan malas. Sungguh tak penting baginya.

"Itu?" Wisnu menunjuk ke arah Mesya yang sudah berdiri di ambang pintu. Putra sempat melirik namun langsung berpaling lagi.

.

.

"Hey dimana ini?" Ian duduk,ia lemas.

Ia mengamati seluruh ruangan, benar. Ini tempat yang selalu ia kunjungi saat berolahraga. Ruang olahraga dengan tempelan-tempelan gambar sendi di setiap sudut dinding.

"Ajaib memang,kenapa aku di sini" Ian baru menyadari,ia melihat Tya yang sedang lemah di samping kanannya. "Cantik juga kalo tidur, tapi kalo bangun cerewetnya minta ampun" Ian kesal sendiri sembari menatap wajah Tya yang penuh iba.

"Okhok okhok" Vino juga tersadar,rasa sakitnya tak dapat di tahan di bagian kepala, dan mau tak mau ia harus memijatnya sendiri.

"Bangun pula kau anak miliader" Ian sedikit mengejek.

"Dasar" Vino duduk.

"Jangan lupakan mobilku itu" Ian pergi dari duduknya meninggalkan Tya dan Vino di sana.

.

.

"Eiy,ini siapa lagi" Ian bingung melihat Wisnu yang sedang duduk di tengah antara Mesya dan Tya.

"Dia kapten tentara" sambung Mesya.

"Benarkah? Untung saja, terimakasih atas bantuan mu pak"

"Panggil dia kakak" Putra menyambung.

"Eih terserah aku lah" Ian duduk di samping Putra.

"Hehh"

Perlahan-lahan semuanya sudah tersadar dan membaik, itu semua berkat kapten tentara bernama Wisnu dan anggotanya. Kelima siswa itu juga sempat menjelaskan bagaimana mereka bisa sampai selamat dari kejaran sesuatu itu, sesuatu yang mereka pikir ALIEN.

.

.

"Bagaimana ini?" Gumam Mesya,ia sedang bersama Tya di depan ruang olahraga.

"Iya,aku juga rindu sama mamah dan papahku juga" Tya juga merenung.

Tanpa mereka sadari, seorang anggota tentara sedang berada di dekat mereka.

"Sudah lah anak muda, orang tua kalian sudah aman... mereka semua sudah di evakuasi di sebuah tempat yang paling aman" sambung lelaki itu.

"Oh ya? Dimana?" Tya cembetut.

"Di bawah tanah, dulu saat terjadi perang dunia kedua masyarakat kita pernah bergotong royong membangun istana bawah tanah yang sangat luas sekali,bahkan aku pun sampai bingung jika di sana. Dan semua yang di temukan selamat akan di bawa di sana. Jadi berdoalah semoga orang tua kalian ada di sana" jelas anggota itu. Yoga,ialah pemudanya.

"Ouhh, semoga saja perkataan mu betul kak Yoga" Mesya membaca bed Yoga seperti yang di lakukan Putra pada Wisnu.

Yoga mengangguk.

.

.

"Bersiaplah kalian,malam ini akan jadi malam yang paling menegangkan bagi kalian" ucap Wisnu pada semua yang ada di ruangan. Suasana juga sudah petang.

"Hey,aku lapar...dari siang perutku keroncongan,apa kalian tak peduli?" Ian mengelus perutnya.

"Bisa diem?" Vino mengimbau. Namun ia juga sedang di kondisi yang sama. Lapar...

"Tenang saja,nanti kita seneng-seneng dulu di Alfamart,huehehehe" kekeh Wisnu. Anggotanya hanya menahan tawa dengan geli.

"Maksudnya?" Tya menatap Mesya di sampingnya. Mesya senyum manis.

"Emmm kapten maaf, kenapa kau memilih ruang olahraga ini untuk bersembunyi?" Putra mengalihkan kemudian.

"Ouh kau cukup kepo, aku memilih sekolah ini karena jangkauannya tidak berada di bawah benda itu,dan keliatannya tempat ini tak pernah kena tembakan atau serangan sejenisnya" terang kapten.

"Ouhh benar juga si" Putra mengangguk.

"Dasar bodoh" Ian menggerutu.

"Aih,emang kau tau?" Putra menatap tajam.

"Eng eng enggak lah" Ian langsung mengangkat sedikit kepalanya.

Semuanya tertawa. Meski suasananya agak sedikit horror namun mereka juga masih butuh penghangat.

.

.

Berlari dan mindik-mindik, mereka semua sedang melakukan itu setelah keluar dari sekolahan dan berbelok menjauh dari keberadaan piring terbang. Ada sekitar 8 anggota dengan satu kapten, dan 5 anak SMA yang malang. Mereka berjalan dengan pelan, melewati mobil dan motor yang sudah rusak terguling dan bangunan-bangunan yang sudah hancur lebur.

Sekitar 30 menit mereka sampai di depan toko, bisa di bilang Alfa. Mereka masuk dan dua anggota tentara di antaranya berjaga di luar.

"Wauww,jika saja setiap hari seperti ini terus,bisa kenyang setiap saat aku" Ian memakan beberapa bungkus roti dan mengambil air soda sembari bersender di lemari pendingin.

"Anak itu sudah tak waras" gumam Putra dari kejauhan.

"Memang" Mesya berkomentar sembari berdiri di belakang Putra,ia sedang memasukkan beberapa mie instan ke dalam ranjangnya.

Putra diam,ia pergi tanpa pamit.

"Cepat ambil apapun yang kalian butuhkan,aku dan tim ku akan menunggu" Wisnu mengamankan suasananya sembari menunggu para pemuda selesai dengan urusannya.

"Aku tidak gila,aku benar,aku tidak gila,aku benar"

Ian terperanjat saat mengambil sebungkus roti kotak dan ia tak sengaja melihat seorang lelaki tua yang wajahnya berada di balik bungkus roti.

Ian teriak tak karuan....

Aaaaaaaaah

Dasar lelaki penakut.

Semua berlari datang ke tempat Ian berada.

"Hey kenapa kau teriak?" Vino sedikit kesal mendengarkan suara cempreng Ian.

"Tuh" Ian menunjuk muka kakek tua yang masih di sana.

"Mmmm" semua menggeleng. Ada-ada saja tingkahnya.

"Hay kek" Mesya datang ke tempat kakek itu berada.

"Aku benar,aku tidak gila,aku benar,aku tidak gila" kakek itu terus saja menggumamkan itu.

"Apa yang kakek bicarakan?" Tya mengamati dari belakang Mesya. Kedatangan Tya secara tiba-tiba membuat Mesya sedikit terkejut.

"En-entahlah" Mesya kembali menatap kakek itu.

"Sebaiknya kita bawa dia juga" Yoga menatap kaptennya.

"Tentu saja" Wisnu langsung mendekat. "Kakek, kakek ikutlah dengan kita ya"

"Tidak,kita semua melakukan kesalahan,kita akan mati"

"Kakek?" Putra juga menyahut tak mau diam.

"Kita akan mati anak muda" kakek itu menatap Mesya dengan tiba-tiba, Mesya hanya bisa menutup mata dengan kaget.

"Kita paksa dia" Wisnu memerintahkan anggotanya.

"Hey hey hey apa kalian tak punya hati pada orang tua?" Putra melotot, bersama Vino yang menghalangi jalan mereka bak ingin menerkam kakek itu.

"Tenang saja nak, kita akan paksa dengan halus" Wisnu menenangkan.

"Bagaimana?" Ian kini kembali tenang setelah tadi ia tegang.

"Seperti ini dan ini" Yoga langsung saja menggendong kakek itu,namun kakek itu tak berontak.

"Hey?" Ian, Putra dan Vino kebingungan. Bisa-bisanya.

"Kalian sudah selesai kan? Kalian akan bawa semuanya untuk makan di sana" Wisnu berjalan ke arah pintu keluar. Nampak semua anggota masih berjaga-jaga.

"Kakek,kita akan aman" Putra mengelus punggung kakek itu dan seketika itu juga terdengar suara ledakan.

Duaaaaaaaar...

Beberapa anggota yang berada di luar langsung tiada. Wisnu panik seketika karena banyak anggotanya yang tewas.

Hanya tersisa tinggal 4 anggota bersama Yoga di dalam.

"Hancur" Wisnu menunduk sedih. Ia gagal.

Semuanya berbondong-bondong menuju ke tempat kejadian. Kaget melimpahi hati mereka setelah melihat bangkai gosong dari beberapa tubuh anggota.

"Mati" kakek itu kembali bergumam.

"Mulailah lari dengan cepat sekarang" aba-aba kejut dari Wisnu membuat suasana tegang kembali hadir, mereka masih berlarian di jalanan, tentunya di sertai tembakan-tembakan tak jelas.

"Kau bukan kapten, tapi kau hantu yang menakutkan" Ian berkomentar di sela pelarian.

Lari kali ini menjadi semakin sulit,dengan adanya keranjang belanjaan yang ada di tangan para pemuda itu membuat gerakan tidak leluasa.

"Keranjang ini menyusahkan ku" Vino membuangnya dengan cepat beserta isinya.

"Bodoh kalian" Yoga menggerutu.

"Apa kalian bisa mengendarai helikopter? Atau pesawat kecil?" Tanya Wisnu,ia juga masih berlari.

"Dia dia Putra" Ian berkomentar. Putra masih fokus.

"Satu lagi"

"Dia, Vino" Ian langsung menunjuk. Vino kaget,mana bisa ia menaikkan helikopter.

"Kau ini" gerutu Vino.

"Jangan bilang kita akan naik itu" Tya teriak.

"Kita harus naik itu sekarang,ikuti aku" Wisnu berbelok arah mencapai tujuannya.

Tempat latihan penerbangan. Mereka sampai di sana dengan susah payah.

"Hey bocah, naiklah itu aku akan memakai helikopter bersama beberapa rekanku" suruh Wisnu pada Putra. Putra mengerti,ia harus mengendalikan sebuah pesawat kecil yang muat untuk 6 orang.

Wisnu naik ke dalam helikopter bersama Mesya dan anggota berikutnya berada di helikopter lainnya. Mereka hanya berdua di helikopter itu.

Putra naik,ia menjadi pilot.

"Hay kak Yoga apa kau bisa mengendalikan ini?"

"Aku saja tidak bisa membawa motor" Yoga memangku Kakek tua itu. Mereka tak mau menjadi co-pilot.

"Vino, cepatlah" Putra memakai earphone di telinganya.

Vino ragu,ia tak bisa. Ia menggeleng cepat pada Putra.

"Kau mau kita mati?" Putra membentak,baru pertama kali ia begitu marah.

Karena bentakan Putra akhirnya Vino luruh dan langsung pergi ke tempat duduk co-pilot,ia memasang earphone.

Putra terlihat lihai memainkan tombol-tombol yang terpampang,entah belajar dari mana dia. Mungkin ayahnya memiliki pesawat.

Pesawat mini itu mulai berjalan ke depan, Vino ketakutan dengan gagang setir di tangannya. Sedangkan para penumpang di belakangnya hanya menutup mata dan berdoa.

Arena lapangan sangatlah luas sehingga memungkinkan Putra untuk bisa menerbangkannya.

"Hitungan ketiga,tarik itu bersamaan..1" Putra menutup mata dengan yakin, entah kenapa lapangannya tiba-tiba terlihat seperti sempit.

"Apah?" Vino gemetaran.

"2"

"Kita mati" Ian menutup mata dengan pasrah sekali.

"3,tarik"

Vino dan Putra menarik bersamaan dan menghasilkan sebuah rekor pertamanya. Mereka terbang.

"Yeaaaaah" Yoga bangga.

"Ya tuhan" Ian membuka matanya, Tya yang berada di hadapan Ian hanya mengelus dada.

"Vin?" Putra menoleh dan Vino sudah terguyur keringat dingin di sekujur tubuh.

Pesawat mereka di ikuti juga oleh dua helikopter yang di tumpangi Wisnu dan tiga anggota lainnya.

"Ka? Kemana tujuan kita" Putra bertanya setelah menghubungkan radioaktifnya dengan milik Wisnu.

"Mendaratlah di bandara XX di sana juga tempat masuk ke dalam tempat bunker keamanan.

"Baiklah" Putra mengerti.

Hening, mereka semua hanya sedang menunggu untuk sampai dengan segera. Ian memakan beberapa wafer yang ia ambil tadi begitu juga dengan yang lainnya,ada yang minum dan lain-lain. Sungguh lega rasanya.

"Kalian anak-anak yang pemberani" puji Kakek di sela ia meminum air mineral di tangannya.

Semua tersenyum,tentu saja karena pujiannya.

"Oh iya kek,maksud kakek kita akan mati itu gimana?" Putra masih fokus. Pernyataan Putra kemudian mendapat iya an dari semua orang yang juga penasaran.

"Akan Kakek ceritakan" semua menyimak dengan cemilan masing-masing. "Dahulu sebelum adanya ras manusia,ada namanya ras TUN dimana bentuknya seperti kita namun lebih pandai dari kita, setelah berabad-abad lamanya mereka hidup ,dan mereka pun di kunjungi oleh bangsa EN atau kita sebut bangsa ALIEN ini"

"Nah kan ALIEN" Ian terkejut.

"Husssss" gerutu dari semua sisi.

"Maksud dari bangsa alien ini begitu keji, mereka ingin menguasai seluruh alam dengan kekuatan mereka,namun kekuatan ras TUN lebih kuat dari mereka, terjadilah perang terbesar dalam sejarah alam semesta ini, karena bangsa EN tak mau kalah,maka mereka menciptakan mesin berdaya tinggi untuk menghancurkan bumi. Dan mereka pun melakukannya. Namun mereka lupa bahwa ada pula isi bumi yang harus di hancurkan juga,dan sekarang mereka akan memenuhi apa yang tak terjadi dahulu kala, sekarang kita akan mati"

"Jadi? Apa ada yang bisa kita lakukan untuk mencegah itu?" Putra kembali penasaran. Kelainnya hanya menyimak dengan serius tanpa kedip.

"Ada, kalian harus menghentikan alat itu dan menyingkirkan semua bangsa EN" Kakek itu menyeruput kembali air mineralnya.

"Mmmm baiklah,kapan kita sampai kapten pilot?" Tanya Ian mengubah pembicaraan.

"Kita hampir sampai" Putra menekan tombol penghubung dengan Wisnu.

"Turunlah sekarang,kita akan menyusul"

"Baiklah kak" Putra mematikan kembali.

.

"Rei kau di sana?" Wisnu menghubungi anggotanya yang sedang berada di helikopter satunya.

"Siap kapten"

"Kita akan turun, bersiaplah"

"Baik kapten,kami ak-__"

drtttttt drtttt drttt kapt-

Duaaaaaar

Helikopter Rei dan ketiga kawannya tertembak dan meledak.

"Halo halo..sial" Wisnu kesal, seharusnya ia tak memisah sendiri di helikopter ini, seharusnya ia bersama anggota nya saja tadi meski harus berhimpitan.

"Kenapa ka?" Mesya gerogi.

"Anggota ku mati semua"

*

Like like like like like like like like like like & comen

😂

Terpopuler

Comments

۶❦Lula_✰°ঌ࿐

۶❦Lula_✰°ঌ࿐

Waw.. Like.. bagus.fighting

2021-01-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!