STAY WITH ME...PLEASE

“nona Anda harus cepat datang jemari, tuan mengamuk karena mencari nona Karin....”

Setidaknya itu adalah kata-kata pak fet sebelum sambungan telepon terputus begitu saja. Pikiranku menjadi bercabang dan sangat kalut, jika seandainya terjadi sesuatu di kediaman Devan Antonio. Memang benar aku tidak pernah melihat Devan mengamuk secara  langsung, tapi dari ungkapan pak fet yang tidak menyenangkan, aku yakin itu adalah sebuah hal yang mengerikan.

 

Dan tentang Jerry...dia masih mengendarai motor ini dengan kecepatan maksimum seperti yang kuminta, awalnya pak fet mengatakan dalam telepon jika dia akan menjemputku, tapi aku menyangkal akan datang secepat mungkin, karena aku bersama temanku. Dan untungnya Jerry tidak banyak bertanya mengenai hal yang kuminta sekarang. Dia awalnya kaget dan langsung mempertanyakan sikapku barusan, aku hanya menjawab jika ini hanya masalah pekerjaan dan sangat mendesak. Dan untungnya Jerry langsung mengerti, jika aku buru-buru dan tak mau di interogasi di dalam perjalanan.

 

Ketika aku sudah sampai di kediaman Devan Antonio, Jerry benar -benar tidak bisa mengontrol rasa penasarannya, jika kulihat dari wajahnya itu. Ekspresi kagum dan tak percaya jika itu adalah sebuah istana yang megah, dan cukup untuk membuatnya bisa bersenang-senang hingga tua nanti. Aku hanya menggeleng degan aksi bengongnya itu. Pintu gerbang yang tadinya tertutup tiba-tiba saja terbuka secara perlahan, menampilkan halaman yang luas itu, aku bahkan harus mengagetkan Jerry dulu-dengan menepuk bahunya sekilas- agar mau menjalankan motor yang mereka tumpangi untuk segera masuk.

 

Dan ketika aku sudah sampai di pintu utama rumah ini, aku turun dengan tergesa-gesa, pintu itu terbuka dari dalam, dan ternyata pak fet lah yang menyambutku duluan. Beliau terlihat benar-benar kacau dengan penampilan tenangnya yang selalu ia tunjukkan padaku seperti biasa, tapi apa sekarang? Dengan nafas yang sangat memburu dan juga dasi yang acak-acakan entah ke mana. Pak fet bisa dikatakan mendekati orang yang sedang stres berat.

 

“nona-“

 

“pak fet apa yang terjadi?” semburku langsung.

 

“ketika nona pergi beberapa menit yang lalu, ternyata tuan bangun. Dia menari nona hampir ke seluruh bagian rumah ini, tapi tidak mendapati nona dimanapun, kemudian...” pak fet seperti memberikan jalan padaku, untuk masuk ke dalam rumah. Dan betapa kagetnya aku ketika melihat rumah itu sudah tidak berbentuk. Ini kacau, vas yang tadi pagi masih kupandangi karena kemewahannya, dan terbuat dari keramik mahal, hancur berserakan diatas lantai. Kemudian beberapa barang seperti cap lampu dan juga beberapa barang elektronik seperti televisi, tergeletak tak bernyawa diatas lantai begitu saja. Kemudian barang seperti benda dapur untuk beberapa pisau juga berada di tegah tengah rumah ini. Dan seketika pikiran negatifku mengenai Devan terluka terlintas begitu saja. Aku menatap horor pada pak fet dan langsung segera berlari menuju lift. Menekan dengan cepat tombol lantai dua, dan tak lama kemudian tubuhku sudah mendarat di sana.

 

Aku memperhatikan kondisi sekitar yang hampir sama persis dengan yang di bawah. Dan kemudian mataku tertuju pada pintu kamar Devan, yang kuyakini, pria itu ada di dalam kamar ini. Seketika tanganku membuka pintu kamar itu.

 

Jantungku kembali berpacu, ketika mataku menangkap kegelapan yang tak terbendung di dalam kamar ini. Bulu kudukku berdiri tegak dan bisa merasakan jika aura mengerikan menguar dari dalam. Aku memberanikan diri untuk melangkah sedikit demi sedikit namun pasti, mencari tombol lampu di sekitar dinding dengan cara merabanya. Sungguh!! Ini benar-benar mengerikan dari pada menonton maraton film horor kesukaanku bersama Lea di Sabtu-minggu kami.

 

Ketika aku akhirnya menemukan tombol lampu itu, seperti disiram air dingin di sekujur badan, aku menekanya dan cahaya menusuk dari sinar lampu yang sangat terang memasuki mataku. Sepersekian detik aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan, dan akhirnya aku menemukan Devan Antonio, sedang berdiri dengan tubuh gagahnya di seberang ranjang-ouch...tidak lupa dengan keadaan kamarnya yang sebelas dua belas dengan keadaan di lantai pertama bahkan kedua-. Sekarang matanya sedang menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan, ketika matanya melebar menatapku, dia melangkahkan kakinya untuk segera ke tempat di mana aku berdiri. Sebuah keterkejutan memang, ketika akhirnya Devan memelukku dengan erat. Menyembunyikan kepalanya dalam-dalam di lekukkan leherku. Membuatku tersiksa akan lengan kokohnya itu yang tengah memerangkap tubuhku, seolah olah aku tidak boleh pergi dari sana se-incipun. Oh god....

 

Dia bahkan tak membiarkanku bergerak sedikit pun sekarang. Rasa sesak dan sangat menyakitkan tentu saja kurasakan sekarang. Aku bahkan sangat sulit untuk menggerakkan satu jari pun untuk saat ini.

 

“de-devan.....”see? bahkan untuk mengeluarkan suara pun sangat susah sepertinya. Aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir, tidak itu seperti tumpahan-atau lebih tepatnya lelehan-air panas ngilu kuku yang mengenai leherku, dan bisakah kusimpulkan jika Devan menangis? But..... why?

 

“Devan Antonio..... bisa kah kamu melepaskanku? Ini benar benar sangat tidak nyaman sama sekali” ujarku sembari berusaha melepaskan diri dari kungkungannya, tapi naas, itu semua percuma ketika Devan menambah kekuatannya sedikit, agar aku tidak bisa bergerak lagi. Oke fine! Aku akan menuruti kemauannya. Dan akhirnya aku hanya bisa untuk pasrahkan tubuhku di belit oleh beruang besar ini.

 

Sudah beberapa menit, tidak ada jawaban dari Devan dan aku pun hanya diam. Kubiarkan Devan memelukku sesuka hatinya, membiarkannya meredakan amarah yang mungkin tadi sempat meluap. Bahkan lelahan air mata Devan di leherku tadi sepertinya sudah berhenti sekarang, aku juga merasakan jika Devan mulai melonggarkan pelukannya pada tubuhku sedikit demi sedikit. Ketika akhirnya dia mulai memberi jarak pada tubuh kami, tapi tetap saja masih sangat dekat untuk dikatakan jarak.

 

Kulihat Devan memalingkan wajahnya ke samping, pasti dia malu karena kedapatan menangis oleh seorang perempuan. Aku tersenyum dengan kenyataan itu, aku akhirnya meraih kepala Devan-agar menghadap padaku-, menangkup pipinya dengan kedua tanganku dan memberikan usapan halus didaerah tersebut. Kulihat Devan memejamkan matanya, seolah olah menikmati apa yang kulakukan pada wajahnya.

 

“kenapa kau nakal sekali huh?” ujarku beralih mencubit hidungnya. Dan reaksi Devan yang langsung menatapku dengan mata mengibanya membuatku gemas, dan berakhir mendusel-duselkan kedua telapak tanganku ke kedua pipinya. Aku menarik nafas lega akhirnya ini bisa berakhir dengan Devan tidak terluka sedikit pun. Untungnya kekhawatiranku mengenai Devan yang terluka atau melukai dirinya sendiri tidak terjadi.

 

“apa kau marah padaku?” ujarnya dengan pipinya yang masih kugembungkan....uhhh dia menggemaskan sekali!!!! Aku bahkan tidak sanggup untuk memarahinya jika seandainya dia menghancurkan satu negara pun. Tidak dengan wajah tampan dan imut ini.

 

Tapi untuk mengajarkan sesuatu pada Devan, aku mengangguk sebagai jawabannya. Dan Devan menekuk kepalanya ke bawah, kulihat sorot matanya penuh dengan rasa bersalah yang sangat mendalam, hanya itu yang bisa kulihat. Tapi entah kenapa, aku merasa rasa bersalah yang kurasakan dari diri Devan makin lama makin besar, bahkan sekarang aku melihat buliran air mata mulai jatuh ke pipinya dan mengenai tanganku.

 

“maaf kan aku...aku janji akan selalu bersikap baik dan tidak  membuatmu repot lagi, aku juga akan melakukan apa pun yang kau mau. Asalkan-“ aku menunggu Devan melanjutkan perkataannya, ketika dia menjeda untuk mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata.

 

“jangan tinggalkan aku sendiri, aku takut sendiri, jangan tinggalkan aku Karin” dia mengucapkan itu dengan perasaan yang mendalam dan sangat dipenuhi rasa bersalah, selesai itukah rasa takut Devan akan kesendirian? Tapi setakut-takutnya seseorang akan ditinggalkan pasti mereka masih berpikir rasional dan masih bisa mencari solusi alternatif lai untuk menghadapinya. Tapi kenapa Devan bisa bersikap seolah olah tidak ada jalan lain lagi dan memilih untuk memaksakan kehendaknya dan mengamuk begitu saja? Itu masih menjadi misteri yang belum terpecahkan olehku.

 

Dan mungkin aku bisa menanyakan pada pak fet nanti.

 

“baiklah aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi asalkan kamu bersikap baik dan bisa menjadi anak yang patuh okey?” ucapku sembari membantu Devan untuk menyeka sisa-sisa air matanya.

 

Aku bisa melihat perubahan drastis dari ekspresi Devan, yang kali ini bisa dibilang terlihat sangat senang. Bahkan ketika Devan kali ini memelukku lagi, aku menyambutnya dengan senang hati. Ya tuhan.... apa yang harus kulakukan sekarang jika menggerakkan kaki menjauhi rumah ini saja tidak bisa. Lalu bagaimana dengan Lea? Dan kali ii dia tidak akan leluasa seperti dulu lagi untuk merawat dan menjaga adiknya

 

***

Aku mengendap-endap keluar kamar Devan. Sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sekecil apa pun. Ketika igi menutup pintu kamarnya, jantungku bahkan bisa dibilang terdengar dari radius satu kilometer. Huh.... tenangkan dirimu Karin!!!

 

Ketika akhirnya aku berhasil menutupnya, perasaan lega dan bebas akhirnya bisa kurasakan lagi. Devan benar-benar beruang besar yang sangat keras kepala. Bahkan ketika aku yakin dia sudah sepenuhnya tertidur pulas, dia masih tidak mengizinkanku bergerak sedikit pun ketika dia memelukku dalam tidurnya. Seolah olah dia benar-benar tidak ingin aku pergi dan menjauh. Tapi syukurnya, dengan cara kau memeluknya balik dengan tak kalah erat, tubuh Devan seolah merespon apa yang kulakukan, seperti meminta izin degan fisik saja, dia mulai melonggarkan pelukanku sedikit demi sedikit, hingga akhirnya dia bisa tenang dalam tidur bayinya itu.

 

Aku berinisiatif untuk menemui pak fet setelah ini, dan juga...aku melupakan Jerry! Seharusnya aku memintanya untuk langsung pulang saja tadi, dan ini sudah 2 jam semenjak aku menenangkan Devan, dan pastinya dia akan bosan menungguku kalau memang itu yang terjadi. Tapi apa yang lebih mengerikan adalah, bagaimana caranya aku menjelaskan keadaan dan juga pekerjaanku pada Jerry? Ini benar-benar membuat kepalaku bertambah sakit. Aku akhirnya memikirkan ini sambil jalan, mempersiapkan beberapa alasan yang mungkin bisa diterima akal sehat setiap orang termasuk dengan Jerry.

 

Aku menaiki lift ke lantai bawah. Ketika sampai, aku berjalan dengan hati-hati menghindari beberapa serpihan keramik vas dan juga beberapa serpihan kaca. Rumah bak istana ini harus berakhir seperti kapal pecah di tangan Devan Antonio. Benar-benar miris. Sekarang aku tengah mencari sosok pak fet tadi, untuk mengataka padanya jika Devan sudah tenang. Dan seketika itu pula aku menangkap sosok pak fet dan juga, errr Jerry tengah duduk di sofa ruang tamu di rumah ini. Mereka seperti memperbincangkan sesuatu yang sangat serius, hmmm kutebak pasti pak fet kini sekarang tengah menjelaskan situasi yang mendesak ii pada Jerry.

 

“pak fet” sapaku melangkah mendekat pada mereka dan bergabung duduk di salah satu sofa di sana.

“bagaimana keadaan tuan nona? Apa dia baik-baik saja?” tanya pak fet langsung memborongku, tapi kali ini aku memperhatikan Jerry yang tengah menatapku dengan perasaan tidak percaya, dan bisa kuartikan dia sedang marah sekarang?

 

“yah... Devan sudah baik-baik saja sekarang, dia sudah tertidur setelah pelampiasan emosinya yang luar biasa ini” aku memandang sekitar mengalihkan tatapanku pada Jerry yang mungkin saja akan membuat dadaku sesak akan rasa sakit.

 

“syukurlah, aku benar-benar berterima kasih atas usaha Anda menenangkan tuan Devan” kudengar kali ini suara pak fet sudah ada nada lega di dalamnya, dan aku pun bersyukur degan hal itu, pak fet tidak sepanik tadi.

 

“Karin, kau bekerja sebagai asisten pribadinya Devan Antonio? Apa kau tidak tahu risiko apa yang nantinya akan kamu terima? Aku benar-benar berharap kamu membatalkan kontrak dengan pihak Devan, dia pria yag berbahaya!” kali ini mataku menangkap sosok jerry yang sedari tadi berusaha kuhindari, sepertinya dia mencemaskanku dengan pilihan yang kuambil ini termasuk pilihan bunuh diri.

 

“maaf tuan Jerry, seperti yang sudah saya beritahukan tadi jika kontrak yang ditanda tagani oleh nona Karin sudah sah secara hukum dan tidak bisa dibatalkan begitu saja, jika ingin membatalkan sebuah kontrak seperti ini, maka nona Karin harus membayar sejumlah denda yang akan memberatkannya.” Ujar pak fet dengan begitu tenangnya, sepertinya beliau kembali pada mode profesionalitas tanpa ada embel-embel perasaan lagi.

 

Pak fet benar adanya, aku tidak bisa memutuskan kontrak ini begitu saja, karena akan ada sejumlah biaya dan juga urusan dengan hukum jika aku memaksa putus sepihak. Aku akhirnya memandang Jerry yang sedang memancarkan aura membunuhnya pada pak fet. Dan ini akan gawat jika berlanjut pada perkelahian.

 

Kutarik tangan Jerry dan berpamitan pada pak fet sebentar, meminta privasi, antara aku dan jerry untuk memutuskan masalah ini. Jerry tentu saja langsung menurutiku dari belakang. Ketika aku sudah sampai membawanya keluar rumah itu, aku langsung menjelaskan situasinya pada Jerry.

 

“seperti yang dijelaskan pak fet, aku tidak bisa membatalkan kontrak yang kutunda tagani sendiri Jerry, aku membutuhkan pekerjaan ini, kumohon mengertilah....” aku melepaskan genggaman tanganku padanya.

 

"masih banyak pekerjaan lain Karin!!! kau Bahkan bisa bekerja di bengkel ayahku jika perlu, kau bisa membantu kami bekerja di bengkel-“

 

“aku tidak akan mendapatkan banyak uang kalau terus bekerja di bengkel paman, aku perlu uang Jerry!!!” potongku, kuharap dengan ini Jerry akan mengerti situasi yang kuhadapi.

 

“kalau begitu aku akan meminjamkanmu uang, kau hanya perlu bekerja membawakan minuman di bengkel ayah dan jangan lakukan pekerjaan yang berbahaya, ini semua tidak sulit sampai Lea besar dan bisa membayar semua hutang-hutangmu pada ayah, ayah juga akan langsung mengerti dengan situasimu”

 

“aku tidak mau menambah beban paman lagi” ujarku sembari menggeleng-menolak permintaan dan tawarannya- “kalian suda terlalu banyak membantuku, dan nominal yang kuperlukan sekarang juga bukan dalam jangkauan kalian, aku senang selama ini ada kamu dan juga paman, kalian melolongku dan Lea ketika kami memerlukan uang untuk hidup, tapi sekarang aku harus bisa mencari alternatif baru agar aku tidak bergantung lagi dengan kalian-“

 

“berapa uang yang kau perlukan?” tiba-tiba saja Jerry memotong penjelasanku, dan aku menatapnya dengan tatapan iba, andaikan permasalahan hidupku tidak serumit ini, mungkin aku akan sangat berterima kasih jika dia membantuku seperti ini. Tapi ini jelas adalah hal yang tak bisa lagi dikatakan minta tolong....

 

“seratus lima puluh juta ditambah uang bunga dua puluh juta, jadi totalnya adalah seratus tujuh puluh juta” aku memperhatikan raut wajah Jerry yang berubah serius dan terkejut. Ya,,, itu bukanlah jumlah uang yang sedikit untuk kami, itu sudah terlampau banyak. Itu juga bukan uang seratus atau dua ratus ribu yang bisa kupinjam dengan mudah pada paman dan juga Jerry. Dan aku juga tau diri untuk tidak merepotkan keluarga mereka terlalu jauh lagi.

 

“tapi-kau akan menjadi-aku tau siapa Devan Antonio yang sebenarnya Karin, dia sekarang memang sedang hilang ingatan, tapi bagaimana jika nanti dia ingat akan asal usulnya dan berusaha-“

 

“jika seandainya itu terjadi padaku, aku ingin menitipkan Lea padamu, tolong jaga dia....”

 

***

Terpopuler

Comments

netizen maha benar

netizen maha benar

bahasanya membosankan ...dialog nya terlalu dikit thor..maaf ya komplain

2021-04-17

7

no name

no name

uwu

2021-04-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!