Tawaran Pekerjaan

Dari kejauhan, Revan, yang tadi sempat izin ke toilet dulu, melihat meja yang ada Ameranya. Namun, saat ini ada tiga orang di sana.

"Kayaknya orang yang mau Amera temui sudah datang," gumamnya.

Revan bergegas kembali ke mejanya.

"Mera, sayang. Orangnya sudah datang?" pertanyaan Revan membuat Alan dan Disa menoleh ke belakang.

Sedetik kemudian, mata Revan dan Disa saling bertemu. Disa membulatkan matanya ketika melihat pria yang tidak asing baginya ini berdiri di hadapannya.

Begitun dengan Revan, ia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis yang sudah lama tidak pernah muncul di hadapannya.

"Revan.." dengan kaki yang seketika melemas, Disa mencoba untuk berdiri menggunakan kekuatan yang masih tersisa dalam tubuhnya.

"Kamu.." belum selesai Revan bicara, tapi Disa sudah langsung menghambur memeluknya begitu saja dengan erat.

Amera dan Alan di buat bingung oleh kejadian yang ada di depan matanya, terutama Amera.

Tanpa membalas pelukan dari Disa, Revan pun segera mendorong tubuh gadis yang memeluknya dengan paksa.

"Lepaskan..!" pintanya, kemudian menjauhkan diri dari Disa.

"Kamu kenal dengan Disa?" tanya Amera masih di buat bingung.

"Disa, jangan malu-maluin mas! Kamu ini apa-apaan?" Alan sedikit menyeret tubuh adiknya lebih mendekat.

Tanpa rasa bersalah sudah memeluk kekasih orang lain, Disa masih terlihat begitu santai.

"Mas, Revan ini laki-laki yang aku ceritain sama mas tadi di mobil. Dia laki-laki yang pernah dekat dengan aku, mas.." Disa mencoba menjelaskan.

"Tapi kamu dengar sendiri, kan? Dia memanggil Amera dengan sebutan apa tadi?"

Disa yang semula berbicara dengan Alan kembali membalikkan badannya menghadap Revan yang tengah mengobrol dengan Amera.

"Revan, kamu gak lupa kan dengan ucapan kamu dulu. Kalau kamu akan menunggu aku sampai aku selesai kuliah. Kamu masih ingat, kan?" Disa maju selangkah lebih dekat dengan Revan.

"Revan.. Sebenarnya Disa itu siapa kamu?" Amera meminta penjelasan, tentang siapa Disa dan ada hubungan apa mereka di masalalu.

"Sayang.. Dia itu cuma perempuan yang dulu sempat dekat aku. Kamu percaya sama aku, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan dia," Revan menatap Amera sambil meraih buah tangannya.

Merasa tidak terima, Disa pun mulai tersulut emosi. Dia tidak terima karena ada perempuan lain yang sudah merebut laki-laki yang di cintainya.

"Apa? Cuma? Revan, apa kamu lupa kalau kita dulu sudah merencanakan tunangan juga? Kamu melupakan itu?" Disa tersenyum getir, melihat dirinya yang terlihat sangat miris di hadapan para pengunjung kafe di sana.

"Apa benar yang di katakan adik saya? Kamu mencoba main-main dengan adik saya?" merasa marah akibat adiknya di permainkan begitu saja, akhirnya Alan ikut angkat bicara.

"Maaf sebelumnya, tapi saya benar-benar tidak menjalin hubungan apapun dengan Disa," tegas Revan.

"Dan kamu, Disa. Lebih baik kamu lupakan apa yang sudah terjadi di antara kita dulu. Saat ini, aku cuma punya Amera yang melebihi apapun itu," tambah Revan.

"Tapi Revan.."

"Cukup, Disa. Hentikan! Di antara kita tidak pernah ada hubungan apapun dan tidak akan pernah ada hubungan. Aku akan pastikan itu!" ucapan Revan dengan nada sedikit ia naikan membuat Disa merasa tersentak.

Kemudian Disa melirik ke arah Amera, rupanya perempuan itu yang sudah membuat Revan melupakan semua kenangan yang dulu mereka ciptakan.

Dengan tatapan tajam dan di penuhi amarah, Disa pun menarik rambut Amera cukup keras.

"Jadi lo? Lo orang yang udah bikin Revan lupain gue? Beraninya lo, gue gak akan tinggal diam," Bukan cuma menarik rambut Amera, Disa pun berbicara dengan menunjuk tepat di wajah Amera.

Amera meringis kesakitan, ia mencoba melepaskan tangan Disa di rambutnya, namun tarikan tangan Disa cukup kuat, sehingga ia tidak mampu melepaskannya.

Alan dan Revan pun mencoba melerai pertengkaran antara Amera dan Disa. Alan segera membawa pergi adiknya dengan paksa.

"Ayo pergi, Disa! Jangan permalukan diri kamu seperti ini!" Alan terus menarik lengan adiknya sekuat tenaga.

"Awas aja ya! Gue bakal bikin perhitungan sama lo!" ancam Disa sebelum Alan benar-benar menariknya keluar dari kafe itu.

Setelah Alan dan Disa pergi, Amera berusaha merapikan rambutnya. Revan khawatir kalau Amera kenapa-kenapa.

"Mera, kamu tidak apa-apa, kan?" ia membantu merapikan rambut sang kekasih, namun segera di tepis oleh Amera.

"Aku baik-baik saja!" balasnya.

"Aku antar kamu pulang, ya?!"

"Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri," Amera merasa cukup kesal dengan kejadian hari ini, ia mengambil hp miliknya yang tergeletak di atas meja.

"Mera, sayang... Aku antar kamu pulang, okay?" Revan menarim lengan Amera yang mulai pergi dari sana.

"Aku bilang aku bisa pulang sendiri!" tolaknya sekali lagi.

"Tapi.."

Suara dering ponsel panggilan masuk berasal dari hp Amera. Di lihatnya itu dari papanya. Amera pun segera menjawab telponnya.

"Halo, pa.."

"Halo, Ra. Kamu dimana, nak?"

"Aku di kafe manik, pa. Kenapa?"

"Kamu pulang sekarang, ya! Ada yang mau papa sama mama bicarakan sama kamu. Bisa?"

"Iya, pa. Kebetulan aku juga udah mau pulang, kok.

"Ya sudah, hati-hati!"

"Iya, pa."

Amera pun menutup sambungannya. Setelah itu ia langsung pergi tanpa menghiraukan panggilan Revan yang berulang kali memanggil namanya.

***

Di rumah, papa dan mama tiri Amera tengah menunggunya di ruang tamu.

"Memangnya Amera kemana, pa?" tanya bu Anna, mama tiri Amera.

"Dia katanya di kafe Amera, ma. Tapi mau pulang kok," jawab pak Abdi, papa Amera.

"Anak itu, selalu... saja buat orang orang di rumah khawatir. Emang gak bisa apa, kalau pergi itu pamit sama orang tua?" Anna memang selalu menunjukkan rasa ketidaksukaannya terhadap Amera di depan suaminya, namun pak Abdi selalu sabar menghadapi sikap istrinya.

Pak Abdi percaya, kalau di hati istrinya pasti ada sedikit rasa sayang pada putrinya, Amera.

"Emang mama khawatir?" ujar pak Abdi, berusaha menyindir istrinya.

"Iihh.. Papa apaan, sih?" wajah bu Anna semakin terlihat bete.

"Hehehe.. Papa cuma bercanda, ma.." pak Abdi berusaha membujuk istrinya dengan cara mengacak-acak pangkal rambutnya, lalu membenamkan ciuman di sana kemudian.

Tidak lama kemudian, Amera pun datang.

"Assalamu'alaikum.. Pa, ma" Amera menyalami pak abdi dan bu Anna secara bergantian.

"Wa'alaikumussalaam.." balasnya.

"Maaf ya, pa, ma, lama. Soalnya tadi kena macet," Amera duduk di samping papanya.

"Gak apa-apa," pak Abdi mengertikan.

"Gak apa-apa gimana papa ini, kaki mama sampai kesemutan nungguin Mera pulang," gerutu bu Anna.

"Maaf ma," Amera sudah biasa mendapat sikap kurang baik dari mama tirinya, ia mencoba terbiasa dengan sikap mamanya ini.

"Papa sama mama mau bicara apa?" Amera sudah siap untuk mendengarkan.

"Tadi papa sama mama ada urusan sebentar. Papa ketemu sama teman sama temen lama papa."

"Heem."

"Katanya dia butuh satu orang pegawai di kantornya. Katanya pegawainya yang lama pulang kampung dan gak akan balik lagi ke sana. Papa jadi ingat sama kamu, kamu mau gak kerja di kantor teman lama papa?"

Amera terdiam, pasalnya dia sudah meminta pekerjaan pada Alan tadi. Tapi Alan juga belum sempat memberikan jawaban yang pasti. Bagaimana kalau Alan nanti mengabarinya lalu dia memberinya pekerjaan saat dirinya menyetujui untuk bekerja di perusahaan teman lama papanya? Amera akan tidak enak juga pada Alan, karena dia sendiri yang meminta pekerjaan itu.

"Em.. Nanti Mera pikir-pikir dulu ya, pa. Sebelumnya terima kasih udah nawarin aku pekerjaan."

"Kenapa harus pikir-pikir dulu, sih. Kamu kan emang butuh pekerjaan? Emangnya kamu mau, terus-terusan numpang hidup di rumah orang tua. Setidaknya kamu kerja lah kalau gak belum mau menikah," sahut bu Anna.

Amera jadi serba salah, sepertinya ia harus segera membuat keputusan untuk bekerja di mana dengan siapa.

"Ma.. Biarkan Mera berpikir, siapa tahu kan Mera udah punya ada pekerjaan lain? Jangan marah-marah, ma.." pak Abdi berusaha meredam emosi istrinya.

"Iya, ma, pa. Jadi sebenarnya aku pergi ke kafe itu untuk bertemu dengan seseorang. Aku minta pekerjaan sama dia, katanya nanti dia akan ngabarin aku kalau ada pekerjaan buat aku," Amera berusaha menjelaskan.

"Tapi itu belum pasti, kan? Lebih baik kamu terima aja tawaran pekerjaan di perusahaan teman papa kamu!"

"Iya, sih, ma. Tapi kalau nanti orang itu udah ngabarin aku dan nyatanya gak ada pekerjaan buat aku, aku pasti bakal terima tawaran papa dan mama untuk kerja di perusahaan teman papa itu, kok."

"Terserah. Mama pusing dengar alasan kamu, bilang aja kamu gak mau kerja! Iya, kan?" bu Anna bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan suami serta putrinya di ruang tamu untuk pergike kamarnya.

Pak Abdi menghela napas panjang, memang ia harus menambah porsi kesabarannya lagi untuk menghadapi sikap istrinya. Begitupun dengan Amera.

"Kamu sabar ya, nak! Ucapan mama kamu gak usah di masukkin ke hati!" pak Abdi menyandarkan putrinya di bahunya, seraya membelai rambut Amera secara perlahan.

"Iya, pa."

***

NB: Jangan pelit-pelit buat like, komen, dan vote ya! Apalagi pelit ngasih koin, hehe.

Follow ig: @wind.rahma

Terpopuler

Comments

Heni Yuhaeni

Heni Yuhaeni

itulah ibu tiri, cuma sayang sama papanya sama duitnya

2021-05-28

2

Anggi Susanti

Anggi Susanti

lanjut

2021-03-07

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pertemuan
3 Tawaran Pekerjaan
4 Sebuah Rencana
5 Keputusan tanpa Persetujuan
6 Kesalahpahaman
7 Keputusan Amera
8 Tugas dan Rencana baru
9 Insiden part 1
10 Insiden part 2
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Info Karya Baru
51 INFO NOVEL BARU DI NOVELTOON
52 TERJERAT IKATAN PERNIKAHAN 2
53 INFO NOVEL BARU LAGI
54 NOVEL BARU LAGI
55 Bab 50
56 Bab 51
57 Bab 52
58 Bab 53
59 Bab 54
60 Bab 55
61 Bab 56
62 Bab 57
63 Bab 58
64 Bab 59
65 Bab 60
66 Bab 61
67 Bab 62
68 Bab 63
69 Bab 64
70 Bab 65
71 Bab 66
72 Bab 67
73 Bab 68
74 Pengumuman NOVEL BARU
75 Pemberitahuan NOVEL BARU
76 Info Novel Baru Lagi Ya
77 INFO NOVEL BARUKU
78 Pengumuman Novel Baru
79 Pemberitahuan NOVEL BARU
80 NOVEL BARU LAGI
81 ADA NOVEL BARU LAGI
82 Pengumuman NOVEL BARU
83 SEPUTAR NOVEL BARU
84 NOVEL BARU LAGI
85 PEMBERITAHUAN
86 ADA NOVEL BARU LAGI NIH
87 HOLLAA
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Prolog
2
Pertemuan
3
Tawaran Pekerjaan
4
Sebuah Rencana
5
Keputusan tanpa Persetujuan
6
Kesalahpahaman
7
Keputusan Amera
8
Tugas dan Rencana baru
9
Insiden part 1
10
Insiden part 2
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Info Karya Baru
51
INFO NOVEL BARU DI NOVELTOON
52
TERJERAT IKATAN PERNIKAHAN 2
53
INFO NOVEL BARU LAGI
54
NOVEL BARU LAGI
55
Bab 50
56
Bab 51
57
Bab 52
58
Bab 53
59
Bab 54
60
Bab 55
61
Bab 56
62
Bab 57
63
Bab 58
64
Bab 59
65
Bab 60
66
Bab 61
67
Bab 62
68
Bab 63
69
Bab 64
70
Bab 65
71
Bab 66
72
Bab 67
73
Bab 68
74
Pengumuman NOVEL BARU
75
Pemberitahuan NOVEL BARU
76
Info Novel Baru Lagi Ya
77
INFO NOVEL BARUKU
78
Pengumuman Novel Baru
79
Pemberitahuan NOVEL BARU
80
NOVEL BARU LAGI
81
ADA NOVEL BARU LAGI
82
Pengumuman NOVEL BARU
83
SEPUTAR NOVEL BARU
84
NOVEL BARU LAGI
85
PEMBERITAHUAN
86
ADA NOVEL BARU LAGI NIH
87
HOLLAA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!