Andin Kecil

Malang, Januari 2009

Seorang gadis kecil berusia 10 tahun sedang meringkuk di kasur, ia membelit tubuhnya di bawah selimut tebal. Berharap mampu meredam jerit tangisnya.

Dengan telinga dan matanya sendiri, ia menjadi saksi pertengkaran kedua orang tuanya. Rasa sesak menghimpit dada gadis itu. Ia tidak mengerti akar permasalahannya. Yang dia tahu, selama satu jam ayah dan bundanya bertengkar hebat. Keduanya saling berteriak tidak ada yang mau mengalah.

"Ayah ... Bunda ... jangan bertengkar lagi," jeritnya menutup kedua telinga dengan tangan mungilnya.

Tangisan sang bunda membuat hatinya hancur berkeping-keping. Teriakan sang ayah yang menggelegar membuat tubuhnya bergetar hebat karena takut.

Andin, gadis yang kini duduk di bangku SD itu tidak seharusnya melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Hal yang sangat mencekam baginya.

"Dek, kamu di mana?" tanya seorang gadis berusia 3 tahun di atasnya.

Andin menyibak selimut itu, menatap mata kakaknya yang berada di ambang pintu dengan deraian air mata. Sang kakak menutup pintu perlahan, ia lalu berjalan menghampiri adik kesayangannya.

"Kakak," isak Andin dengan rambut yang acak-acakan.

"Sssttt ... jangan takut, jangan sedih. Semuanya akan baik-baik saja. Percaya sama kakak," ujar kakaknya menghapus air mata Andin.

"Kak, Andin takut. Ini bukan pertama kalinya Andin melihatnya," imbuh Andin sesenggukan.

Sang kakak masih terus berusaha menenangkan adiknya. Ia terlihat lebih tegar, meskipun dalam hatinya juga hancur. Namun gadis itu selalu berusaha menjadi tameng untuk adiknya. Memberikan kekuatan dan ketenangan untuk sang adik.

"Udah malem Dek, bobok ya. Semoga besok semuanya baik-baik saja. Ayok gosok gigi dan cuci muka," titah sang kakak menuntun Andin ke kamar mandi.

Andin mengangguk, dia berusaha percaya dengan semua ucapan kakaknya. Setelah membersihkan diri, Andin merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Kak, Andin sayang banget sama Kakak," tukas Andin kembali beranjak memeluk erat sang kakak yang duduk di tepi ranjang.

"Kakak juga sayang banget sama Andin, udah jangan sedih lagi. Istirahat ya, kakak mau balik lagi ke kamar," tandasnya.

Andin mengangguk, ia melepaskan pelukan dan kembali merebahkan tubuhnya. Sang kakak menyelimutinya, memberikan kecupan sayang pada keningnya. Lalu mematikan lampu utama dan kembali ke kamar.

Saat sudah terlelap ke alam mimpi, tiba-tiba sang bunda membangunkannya perlahan. Andin mengerjapkan kedua bola matanya lalu menguceknya.

"Bunda, apa sudah pagi," tanya Andin kecil yang belum sadar sepenuhnya.

Bunda Ira masih sibuk merapikan rambut panjang putrinya itu, menyisir dan menguncir kuda. Lalu memakaikan jaket tebal untuk membungkus tubuh kecil itu.

"Bunda, kita mau ke mana?" tanya Andin pelan.

Bunda Ira menghela napas berat, nampak kristal bening menetes pada pipi beliau. Andin memeluk ibunya erat. Ia baru sadar, ketika melihat sebuah koper besar bersandar di tepi tempat tidur.

"Sayang, mau 'kan ikut sama Bunda?" tanya Ira pelan membelai kedua pipi putrinya.

Andin menghapus air mata ibunya yang semakin deras. "Bunda jangan nangis lagi, Andin mau ikut sama Bunda, Andin sayang sama Bunda," ucapnya polos mengulas senyum.

Ira segera mengajaknya keluar dari rumah besar yang sama sekali tidak pernah membawanya dalam kebahagiaan selama beberapa tahun terakhir.

Mereka berjalan sangat pelan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Andin menuruti semua kata-kata ibunya. Saat sudah berhasil menapak di pekarangan yang sangat luas, mereka berhenti sejenak. Berselimut awan gelap bertabur ribuan kerlap kerlip bintang.

Ira berdiri menatap pintu rumah yang menjulang tinggi itu. Lalu menutup matanya sejenak, memutar memori sejak awal ia membangun rumah tangga. Berawal sangat harmonis, penuh cinta dan kebahagiaan.

Namun selama dua tahun terakhir semuanya berubah. Fadli, suaminya menjadi seorang pria pemarah dan penuh emosi. Ira hanya menduga tentang hadirnya orang ketiga, namun itulah awal pertikaian mereka. Dugaannya membawa malapetaka bagi rumah tangganya. Karena memancing emosi sang suami sampai menjatuhkan talak untuknya.

Ira tak kuasa menahan beban berat yang kini terasa amat menyesakkan. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan suami dan anak sulungnya.

"Mulai sekarang, kita hidup berdua ya, Nak," ucap Ira berjongkok menyamakan tinggi dengan Andin.

"Tapi Bun, gimana dengan kakak?" elak Andin dengan mata berkaca-kaca.

"Kakak akan baik-baik saja bersama ayah. Andin harus kuat ya, Andin harus berjuang bersama Bunda. Andin adalah sumber kekuatan Bunda sekarang," ujar Ira menahan tangisnya. Ia tidak mau terlihat sedih di depan Andin. Dia harus tetap kuat.

Ibu dan anak sama-sama saling menguatkan. Disatu sisi Andin tidak mau berpisah dengan kakaknya. Di sisi lain, Andin tidak mau membuat ibunya sedih. Dia paling tidak kuat melihat sang bunda menangis. Andin kecil menahan isak tangisnya sambil berjalan memeluk boneka teddy kembaran dengan kakaknya.

"Kakak, Andin sangat menyayangi Kakak. Tapi Andin tidak mau membuat Bunda menangis. Andin juga takut dengan Ayah yang selalu marah-marah," ucapnya dalam hati menitikkan air matanya.

Ira masih mempunyai sedikit tabungan, kiranya mampu untuk mencari tempat tinggal dan menghidupi mereka berdua. Waktu yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari membuat Ira tidak tega dengan putri kecilnya. Mereka sementara menginap di musholla yang cukup jauh dari kediamannya.

Keesokan paginya, mereka melanjutkan perjalanan dengan menaiki bus. Tujuannya adalah Semarang, kota asal Ira. Dia ingin pulang ke rumah orang tuanya.

"Andin, kita ke rumah nenek ya, Nak," ucap Ira saat mereka telah sampai di terminal. Kini mereka sedang sarapan.

"Iya Bunda," sahut Andin mengangguk dengan seulas senyum.

Hampir dua belas jam perjalanan mereka tempuh, akhirnya telah sampai di Terminal Terboyo pukul 9 malam. Kemudian melanjutkan perjalanannya lagi naik angkutan.

Andin masih terjaga, meski ia sangat mengantuk. Kini keduanya telah sampai di kediaman orang tua Ira.

Awalnya Ira ragu mengetuk pintu, namun melihat putri kecilnya ia memberanikan diri untuk membangunkan sang tuan rumah.

Minah, nenek Andin begitu terkejut dengan kedatangan mereka. Minah tidak langsung menyambutnya, namun menatap anak cucunya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Bu, besok akan saya jelaskan. Izinkan saya dan Andin menginap di sini untuk sementara," izin Ira pada ibunya setelah mencium punggung tangannya

Minah membuka pintu lebar-lebar tanpa sepatah kata pun. Lalu, Ira mengajak Andin masuk ke kamarnya dulu sewaktu masih remaja.

"Andin, maaf ya. Kamarnya tidak seluas kamar Andin di rumah ayah," ucap Ira pelan mendudukkan putrinya di kasur.

"Nggak apa-apa Bun, yang penting Andin selalu sama Bunda. Bunda nggak boleh sedih lagi, Bunda nggak boleh nangis lagi," balas Andin memeluk tubuh ibunya.

"Anak bunda memang pinter banget," ujar Ira mencium kening Andin.

Ia lalu merapikan pakaiannya juga punya Andin di lemari. Andin sudah tidur setelah berganti pakaian dan membersihkan dirinya.

"Maafin Bunda, Nak," tutur Ira pelan menitikkan air mata sambil mengusap kepala anaknya yang sudah terlelap dalam tidurnya.

Ira kemudian turut merebahkan tubuhnya, lalu memejamkan mata. Tak butuh waktu lama, Ira terlelap dalam tidurnya. Mungkin karena kelelahan.

"Kakak," gumam Andin dalam tidurnya.

Bersambung~

Terpopuler

Comments

nobita

nobita

seperti kisah nyata ini... reel... author emang the best... pemilihan alur ceritanya mantappp...

2024-07-25

0

Fatimah Azzahrak⃟K⃠

Fatimah Azzahrak⃟K⃠

Judul menarik isi cerita juga menarik 😭

2023-06-22

0

🙃😉

🙃😉

nyimmaxxx

2021-12-18

0

lihat semua
Episodes
1 Masa Itu
2 Andin Kecil
3 Hancur Bagai Serpihan Kaca
4 Setegar Karang
5 Sebuah Rasa
6 Marah
7 Merasa Bersalah
8 Alasan
9 Salah Tingkah
10 Sakit
11 Dismenore
12 Perhatian
13 Gelisah
14 Hug (Pelukan)
15 Assdosku, I Love You
16 Tidak Percaya
17 Usaha
18 TRAGEDI
19 Dia?
20 Permohonan
21 Kakak?
22 Terima Kasih (Ayah)
23 Khawatir
24 Belum Saatnya
25 Saling Mengungkapkan
26 Tanggung Jawab
27 Panggil Aku Tiwi
28 Takut
29 Menyebalkan
30 Mulai
31 Jealous Berjamaah
32 Potek
33 Panik
34 Pernahkah Trauma?
35 Sebuah Misi
36 Ternyata!
37 Hampir Saja
38 Sopir Baru
39 Sebab
40 Memaksa
41 Merasa Gagal
42 Semakin Dekat
43 Ingin Tahu
44 Sahabat Sejati
45 Kembali Pulang
46 Ada Jalan
47 Belum Siap
48 Salah Paham
49 Maaf
50 Sepeda?
51 Meet Up
52 Terungkap
53 Merasa Bersalah
54 Lega
55 Heboh
56 Konyol
57 Profesional
58 Bikin Malu
59 Ngambek
60 Restu Mama
61 Lamaran
62 Menegangkan
63 DUAR!
64 Menggila
65 Luka dan Penderitaan
66 Keluarga Jonathan
67 Jungkir Balik Dunia Jonathan
68 Periksa
69 Kemarahan Bryan
70 Takkan Terganti
71 Permintaan Bryan
72 Mancing
73 Bertemu Bunda
74 Egois
75 Langkah
76 Syarat
77 Kebaya
78 Serba Kilat
79 Bukan Mimpi
80 Operasi
81 Kabar Duka
82 Membaik
83 Pindah
84 Pamit
85 Berilah Pengertian
86 Bersyukur
87 Perjalanan panjang dimulai
88 Sekalian Honeymoon
89 Goa Pindul
90 Next Trip
91 Tidak Berubah
92 Pergi
93 Kebenaran
94 Menyesal
95 Menginap
96 Masalah
97 Agresif
98 Air Mata Dewi
99 Tegas
100 Selamat Jalan
101 Kabar Duka (2)
102 Panik
103 Bertemu Kembali
104 ENDING
105 AUTHOR PAMIT
106 Bonchap 1
107 Bonchap 2
108 Bonchap 3
109 Bonchap 4
110 Bonchap 5
111 Bonchap 6
112 Bonchap 7
113 Bonchap 8
114 Bonchap 9
115 Bonchap 10
116 Bonchap 11
117 Bonchap 12
118 BonChap 13
119 BonChap 14
120 BonChap 15
121 BonChap 16
122 BonChap 17
123 BonChap 18
124 BonChap 19
125 Pengantinku, Luar Biasa
126 BonChap 20
127 BonChap 21
128 Bonchap 22
129 Bonchap 23
130 Bonchap 24
131 Bonchap 25
132 Bonchap 26
133 Bonchap 27
134 BonChap 28
135 Bonchap 29
136 Bonchap 30
137 Bonchap 31
138 Bonchap 32
139 Bonchap 33
140 Bonchap 34
141 Bonchap 35
142 Bonchap 36
Episodes

Updated 142 Episodes

1
Masa Itu
2
Andin Kecil
3
Hancur Bagai Serpihan Kaca
4
Setegar Karang
5
Sebuah Rasa
6
Marah
7
Merasa Bersalah
8
Alasan
9
Salah Tingkah
10
Sakit
11
Dismenore
12
Perhatian
13
Gelisah
14
Hug (Pelukan)
15
Assdosku, I Love You
16
Tidak Percaya
17
Usaha
18
TRAGEDI
19
Dia?
20
Permohonan
21
Kakak?
22
Terima Kasih (Ayah)
23
Khawatir
24
Belum Saatnya
25
Saling Mengungkapkan
26
Tanggung Jawab
27
Panggil Aku Tiwi
28
Takut
29
Menyebalkan
30
Mulai
31
Jealous Berjamaah
32
Potek
33
Panik
34
Pernahkah Trauma?
35
Sebuah Misi
36
Ternyata!
37
Hampir Saja
38
Sopir Baru
39
Sebab
40
Memaksa
41
Merasa Gagal
42
Semakin Dekat
43
Ingin Tahu
44
Sahabat Sejati
45
Kembali Pulang
46
Ada Jalan
47
Belum Siap
48
Salah Paham
49
Maaf
50
Sepeda?
51
Meet Up
52
Terungkap
53
Merasa Bersalah
54
Lega
55
Heboh
56
Konyol
57
Profesional
58
Bikin Malu
59
Ngambek
60
Restu Mama
61
Lamaran
62
Menegangkan
63
DUAR!
64
Menggila
65
Luka dan Penderitaan
66
Keluarga Jonathan
67
Jungkir Balik Dunia Jonathan
68
Periksa
69
Kemarahan Bryan
70
Takkan Terganti
71
Permintaan Bryan
72
Mancing
73
Bertemu Bunda
74
Egois
75
Langkah
76
Syarat
77
Kebaya
78
Serba Kilat
79
Bukan Mimpi
80
Operasi
81
Kabar Duka
82
Membaik
83
Pindah
84
Pamit
85
Berilah Pengertian
86
Bersyukur
87
Perjalanan panjang dimulai
88
Sekalian Honeymoon
89
Goa Pindul
90
Next Trip
91
Tidak Berubah
92
Pergi
93
Kebenaran
94
Menyesal
95
Menginap
96
Masalah
97
Agresif
98
Air Mata Dewi
99
Tegas
100
Selamat Jalan
101
Kabar Duka (2)
102
Panik
103
Bertemu Kembali
104
ENDING
105
AUTHOR PAMIT
106
Bonchap 1
107
Bonchap 2
108
Bonchap 3
109
Bonchap 4
110
Bonchap 5
111
Bonchap 6
112
Bonchap 7
113
Bonchap 8
114
Bonchap 9
115
Bonchap 10
116
Bonchap 11
117
Bonchap 12
118
BonChap 13
119
BonChap 14
120
BonChap 15
121
BonChap 16
122
BonChap 17
123
BonChap 18
124
BonChap 19
125
Pengantinku, Luar Biasa
126
BonChap 20
127
BonChap 21
128
Bonchap 22
129
Bonchap 23
130
Bonchap 24
131
Bonchap 25
132
Bonchap 26
133
Bonchap 27
134
BonChap 28
135
Bonchap 29
136
Bonchap 30
137
Bonchap 31
138
Bonchap 32
139
Bonchap 33
140
Bonchap 34
141
Bonchap 35
142
Bonchap 36

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!