PERASAAN BRAM

Setelah kegagalan rumah tangga yang dialami Sinta tak membuatnya seolah trauma akan percintaan, Sinta berusaha membenahi hidupnya mencari seseorang yang baru untuk dia jadikan sebagai sandaran. Dia bukan wanita yang akan pasrah akan takdir tanpa sebuah usaha selagi masih muda dia yakin masih ada seorang pria yang bisa menerimanya dan juga James. Hari ini Sinta dan putranya pergi ke Bandung menjenguk sang mama, dia merindukan sosok wanita parubaya itu.

 

Dentingan ponsel membuat Sinta menepikan mobilnya dipinggir jalan ia menjawab telfon dari seseorang yang sudah gemas menunggu kedatangannya.

"Iya hallo Ma."

"Kamu kok belum sampai Sin?"

"Iya ini sebentar lagi sampai Ma."

"Ya sudah hati-hati ya, Mama tunggu dirumah!"

"Iya Ma."

Setelah selesai acara telfonnya Sinta kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, James bersama Siti dikursi belakang seperti tengah menyusu dan terlelap. Sinta sudah rindu akan kampung halamannya semenjak lulus SMA dia melanjutkan kuliahnya dikota Yogyakarta dan mendapat suami juga dikota istimewa itu membuatnya terlalu betah disana. Meski begitu kota kelahirannya tak kalah membuatnya rindu dia meninggalkan teman-teman semasa kecilnya dulu teman yang masih sama polosnya dengan Sinta semasa kecil, sepertinya dia akan menemui beberapa teman lamanya selama dia di Bandung.

Sekitar tiga puluh menit berlalu Sinta sampai didepan pekarangan rumah mamanya, dia memarkirkan mobilnya disana menggendong James yang masih asyik bergelung didunia mimpi siti membawakan barang bawaannya dan menyusul langkah kecil sang majikan.

"Maa, Sinta sampai."

Dilihatnya keseluruh ruang tamu namun tidak ada siapa-siapa, Sinta menyuruh Siti untuk membawa barang-barangnya masuk kedalam kamar dia melangkahkan kaki mulusnya menuju dapur benar saja sang mama sedang asyik berkutik dengan acara memasak.

"Anak sama cucunya datang tapi tidak disambut."

"Ya ampun, Sayang. Mama sampai tidak mendengar," Sinta menyerahkan James kepada sang mama bertukar posisi dirinya yang menggantikan memasak.

"Kok, masak banyak sekali Ma?"

"Soalnya nanti malam akan ada tamu."

"Siapa?"

"Ah nanti kamu juga tau sendiri."

Sinta tampak acuh mencoba fokus kedalam wajan penggorengan meneliti takut-takut akan gosong nanti.

***

Malam telah tiba Sinta dan juga Mamanya sudah rapi dan siap menyambut kedatangan tamu istimewa, James bersama Siti didalam kamar.

"Dia sudah datang Sin," wanita parubaya itu tampak berbinar seolah tamunya itu adalah permata yang bertahun-tahun dia tunggu, Sinta berdiri disamping sang mama menyambut pria yang tak bisa dibilang masih Muda itu datang dengan sopan ke rumahnya ketiganya lalu duduk disofa ruang tamu.

"Ayo kalian saling kenalan!"

"Aku Firman."

"Sinta."

Sinta tak merasakan apapun namun berbeda dengan Sang lawan ketika tangan mereka saling terpaut, Firman merasa wanita dihadapannya adalah seorang yang tepat wanita yang anggun dan mempesona,

setelah tangan mereka terlepas sang mama pamit undur kedapur sekedar membuatkan minuman sedangkan Sinta merasa risih dengan tatapan menyelidik sang pria, seperti ingin tau lebih dalam.

"Ehem," Sinta berdehem membuat Firman tersadar dan memalingkan wajahnya, Malu.

"Minum dulu Nak Firman, Tante mau bicara sebentar sama Sinta."

"Iya Tante, terimakasih."

"Sama-sama Nak Firman."

Diseretnya sang putri masuk kedalam berdiri dibalik pintu agar keduanya masih bisa memandang Firman.

"Bagaimana dia ganteng,kan Sayang?" Sinta seolah mengerti maksut sang mama.

"Biasa saja, ingat ya Ma urungkan niat aneh Mama itu jika ingin menjodohkan aku dengannya!" Sinta hendak berlalu menuju kamar namun sang mama mencekalnya dan kembali menarik Sinta menemui Firman, dia pamit untuk sekedar mengintip keduanya berinteraksi. Sinta yang menyadari kelakuan sang mama meminta Firman untuk mengikutinya kehalaman depan, dia ingin berbicara tentang niat baik laki-laki itu.

 

keduanya kini berdiri didepan gerbang pintu masuk, Sinta menatap kearah langit malam bintang yang bertaburan itu menambah suasana kian romantis, Firman mencoba membuka pembicaraan.

"Bagaimana dengan butik kamu?"

"Darimana kamu bisa tahu?" bukannya menjawab Sinta malah mengajukan balik pertanyaan.

"Mama kamu yang cerita."

Sudah sinta duga mamanya pasti sudah banyak menceritakan kehidupannya kepada laki-laki dihadapannya itu.

"Ya lumayan semua butuh proses."

"Memang seperti itu."

"Jadi katakan saja apa niat kamu datang kemari!" Sinta memicing tidak suka bukan karena laki-laki ini jelek, bahkan kalau boleh dinilai Firman jauh lebih sempurna secara fisik ketimbang mantan suaminya namun Sinta belum berani yakin dengan sifat Firman, dia akan lebih berhati-hati lagi dengan seorang pria.

"Kudengar sekarang kamu sedang mencari seorang suami?"

"Juga seorang ayah untuk anak aku!" entah mengapa Sinta seperti ingin bersikap judes kepadanya, Firman tidak terkejut bahwa Sinta adalah seorang janda dia sudah tahu betul dari mama wanita dihadapannya. Dia menerima dan berani menanggung semua kehidupan Sinta. Ia sudah jatuh kedalam pesona janda itu bahkan ketika hanya berawal dari memandang fotonya saja.

"Aku menyanggupinya!" Firman mengatakannya dengan lantang dan mantap seketika itu sedikit membuat Sinta terkejut namun dia masih belum yakin dengan laki-laki bujangan itu, seperti sebuah pernikahan sangat mudah saja begitu tanggapannya dalam hati.

"Tidak semudah itu buktikan saja kalau kamu bisa mengambil hati James, anak aku!"

"Dengan senang hati," Firman tersenyum dengan ramah mendapat lampu hijau dari wanita pujaannya itu, Sungguh kesempatan yang tak akan pernah Firman sia-siakan.

keduanya kini tengah masuk kembali kedalam rumah Kali ini Firman berpamitan karena malam sudah menunjuk pada pukul sepuluh, sedangkan sang mama tampak penasaran dengan apa yang mereka bicarakan diluar.

"Kalian ngobrolin apa?"

"Tidak ada permbicaraan yang serius hanya pengenalan biasa."

Jawaban itu spontan membuat Sang mama tertawa bahagia itu artinya niat mencomblangkan putrinya dengan kenalan lamanya berhasil, Firman adalah atasannya disebuah perusahaan dulu semasa ia masih bekerja. Usia Firman dan Sinta memang terpaut cukup jauh sekitar sebelas tahun mungkin namun itu tak menjadikan Masalah bagi sang mama.

***

Tidak lama Sinta berada di Bandung hanya dua hari dan dia sudah kembali lagi ke Yogyakarta melupakan niatnya untuk menemui teman-teman lamanya, dia merasa tak bisa berlama-lama menutup butiknya sekarang satu-satunya penghasilan ada dibutik itu. Setengah dua belas siang dan dia merasa butuh sesuatu yang pedas untuk mengisi perutnya, Keluar dari butik dan melajukan mobilnya mengunjungi warung soto sapi langganannya.

Setibanya disana dia mendapati natasya seperti sedang terburu-buru.

"Sya, kamu udah selesai?"

"Sebenarnya aku belum selesai tetapi aku menerima telfon kalau Bram lagi kurang sehat, aku harus pergi sekarang duluan ya."

Sinta hanya terpaku dan melanjutkan

acaranya untuk makan siang setelah tiga puluh menit berlalu dia kembali lagi kebutik, teringat akan ucapan natasya selepas tutup nanti dia akan berkunjung kerumah Bram.

 

Tidak tega membiarkan putra kecilnya yang terlihat sangat merindukannya akhirnya Sinta membawa James untuk ikut berkunjung kerumah Bram, melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah sambil sesekali melihat kearah James yang juga memandang kearahnya sungguh mata yang sangat Sinta kagumi.

"Kenapa Sayang, kamu seneng ya Bunda ajak jalan-jalan?"

Sinta memperhatikan ekspresi James yang tampak berusaha mengimbangi percakapannya namun yang tercipta hanya kekehan kecil milik sang bayi ,Sinta tersenyum gemas lalu tangan lentiknya mencubit pelan pipi gembul sang putra.

Mobil red sport itu sampai juga didepan rumah Bram, ada banyak mobil terparkir disana sepertinya sudah banyak yang berkunjung. Sinta sedikit was-was takut sahabat bram alias mantan suaminya juga berada disana namun setelah tubuhnya berhasil sampai ditempat bram berada, tak ada satupun orang disana selain bram dia menyapa Bram yang tampak sudah membaik, karena penasaran Sinta juga menanyakan tentang banyaknya mobil yang ada didepan, tidak disangka pria itu ternyata pemilik dari tiga mobil yang terparkir berjejeran sedangkan satu mobil yang disebelah mobil sinta merupakan mobil dari kakak bram.

"Oh ya, Natasya kemana?"

"Kamu tidak tahu ya Sin kalau Natasya itu sibuk sekali."

"Tapi dia sendiri tadi yang bilang mau nemuin kamu."

"Iya tadi kesini baru juga sebentar dia datang tapi sudah harus pergi lagi."

Sinta sedikit memaklumi sahabat tomboynya itu, sebagai fotografer profesional natasya sudah harus patuh kapan dia ada jadwal, bram pasti sangat kesepian dia tinggal sendiri tanpa orang tua dirumah sebesar itu.

"Kalau aku boleh kasih saran ya Bram, sebaiknya kamu cepat-cepat menikahi Natasya biar dia berhenti kerja dan mengurus kamu dirumah."

"kalaupun aku mau menikah pasti tidak sama dia sin."

"kamu gila ya Bram maksut kamu?"

James rusuh mencoba menaiki ranjang Bram dan itu membuat Bram mendudukkan dirinya agar memangku James, Sinta tidak keberatan dan memberikannya dipangkuan Bram.

"Dia sendiri yang bilang sama aku kalau dia masih santai kalaupun dia mau menikah dia tidak akan berhenti bekerja untuk fokus mengurus aku."

"Terus kamu mau menikah dengan siapa kalau bukan tunangan kamu sendiri Bram mencari istri itu susah lo!"

"Kalau ada kamu ngapain aku bingung?"

Sinta terpaku dan melihat pemandangan didepannya, James tampak diam dan menurut kepada Bram, seperti ayahnya namun Sinta sadar apa yang dikatakan Bram tidak benar dia adalah tunangan dari sahabatnya.

"Sepertinya aku perlu mengadu rayuan kamu kepada Natasya biar dia tahu kelakuan kamu yang sudah genit sama janda!" Sinta cengengesan disetiap perkataannya namun Bram tampak sedang tidak bercanda untuk kali ini.

"Aku serius Sin rasanya aku ingin menjadi ayah untuk James dan suami yang setia serta bertanggung jawab untuk kamu," ini salah dan Sinta masih waras untuk tidak merebut kebahagiaan wanita lain, dia sedikit kaku menarik kembali james kedalam gendongannya tidak menggubris lamaran singkat si Bram, Sinta berpamitan pulang dengan pikiran yang kacau meski ia akui bahwa Bram adalah laki-laki yang baik namun dari caranya saja salah dia melamar Sinta sementara dirinya masih berstatus sebagai tunangan Natasya.

***

Sudah dua minggu sejak kejadian lamaran tiba-tiba Bram kepada Sinta laki-laki itu selalu menemuinya entah dibutik maupun berkunjung ke apartemennya ketika weekend, meski Sinta selalu menghindar dan banyak diam namun itu tidak menggentarkan Bram untuk menjauh dan menyadari bahwa apa yang dia lakukan sekarang adalah sesuatu yang salah. Sinta berusaha menghubungi Natasya untuk membicarakan beberapa hal kepada wanita muda penuh semangat itu namun akhir-akhir ini natasya susah dihubungi.

"Ayolah angkat, Syaa!"

"Hallo Sinta ada apa?" setelah lima kali sambungan akhirnya Natasya menjawab.

"Kamu sibuk tidak kalau aku ingin bertemu sebentar?"

"Mau membicarakan apa sepertinya penting sekali?"

"Ya lumayan penting, bagaimana bisa tidak?"

"Oke nanti sore ya aku datang kebutik kamu saja."

"Aku tunggu Sya."

tut

Sambungan terputus dan Sinta sedikit merasa lega karena apa yang selama ini dia takutkan akan segera berakhir, setelah melayani dua tamunya akhirnya jam sudah pada angka lima sore itu artinya butik sudah waktunya tutup, namun Natasya belum juga datang. Dia melangkahkan kakinya keluar butik dan menunggunya didepan kafe yang biasa dia singgahi, barusaja dia duduk dari arah berlawanan Natasya datang dengan motor scoopynya lalu memarkirkannya didepan butik. Sinta melambaikan tangannya memberi tahu Natasya bahwa dia menunggu didepan kafe, lalu Keduanya tampak bersenda gurau sembari menyesap secangkir kopi cappuccino.

"Jadi ada hal penting apa yang ingin dibicarakan Mamah muda ini?" Natasya menyelutuk dan mencubit lengan Sinta.

"Ini sebenarnya sedikit sensitif Sya, semoga kamu tidak keberatan ya."

"Boleh, santai aja Sin."

"Kemarin waktu Bram sakit aku berkunjung kerumahnya tapi ternyata kamu sudah pulang."

"Ooh itu, soalnya aku sangat sibuk sekarang."

"Aku jadi kasian sama Bram dia kelihatan seperti kesepian, kenapa kalian tidak segera menikah saja Sya?"

uhuk huk

Natasya tersedak kopinya yang kebetulan tengah ia nikmati sedangkan Sinta tertawa renyah sambil menepuk-nepuk pundak Natasya.

"Jujur Sin aku sama sekali tidak punya keinginan itu saat ini kamu tahu tidak mamanya dia itu cerewet sekali, kalau sama dia aku pasti udah disuruh belajar masak harus pakai dress sepatu tinggi bahkan waktu tunangan aku sama bram dia menyuruh aku memakai kebaya yang ribetnya aku sama sekali tidak suka."

"Tapi berawal dari kebaya itu kita jadi kenal kan sekarang."

"Ada benernya juga sih kamu."

Sinta dan Natasya sangat menikmati obrolan yang terhiasi langit jingga dikota Yogyakarta sore itu seolah keduanya tak pernah mempunyai beban kehidupan yang pelik, Sinta menyadari bahwa bram tidak berbohong akan tanggapan natasya tentang menikah.

***

Sudah menjadi kebiasaan ketika weekend Bram akan mendatangi apartemennya, Sinta acuh dan tak menemui Bram sama sekali dia kini tengah sibuk didapur membuat sarapan untuk dirinya dan siti. Mungkin juga untuk bram interaksi keduanya yang semakin dekat membuat benih-benih cinta tumbuh diantara manusia berbeda gender itu, Sinta mencoba menepis rasa hangat itu namun setiap kali dia melihat bagaimana Bram mengasihi James membuat sedikit peluang dihatinya untuk Bram. Jika Bram yang dulu hanya sekedar mengagumi sosok Sinta kini dia benar-benar sudah jatuh dalam sosok janda muda itu, tak peduli lagi dengan hubungannya bersama natasya yang ia inginkan hanyalah Sinta.

Bukan tanpa sebab perlakuan dingin yang selalu Sinta berikan kepada Bram dia amat berharap bahwa pria yang tengah mencoba mendekatinya itu tidak benar tulus dan tidak benar menerima dia apa adanya, mengharap Natasya dan Bram segera menyeriusi hubungan mereka sehingga Sinta tidak akan pernah menimbulkan rasa yang lebih besar kepada bram.

"Bisa bicara sebentar Bram?" Sinta melirik sekilas kepada pria yang tengah meminum air putih selepas sarapan, dia menggangguk dan tetap berada diruang makan.

"Tidak bisakah kamu bersikap seperti dulu perbuatanmu itu hanya membuat luka dihati seseorang."

"Maksudmu Natasya?"

"Menurutmu siapa lagi?" Sinta bahkan mengamati keadaan mereka sekarang yang tampak seperti pasangan suami istri yang harmonis memakan sarapan bersama dan setelah itu bermain bersama anak mereka, Sinta menggeleng tak mungkin pikiran naifnya itu akan terjadi.

"Akan aku bicarakan nanti bersamanya dan aku harap dia mau memutuskan pertunangan ini," kepala Bram menengadah menerawang kelangit-langit apartemen Sinta seperti tidak percaya dengan apa yang diucapkan Bram, dia berdiri dan membereskan piring kotor sisa sarapan mereka Bram tak pernah bosan mengamati langkah anggun Sinta juga tangan lentik yang mahir mencuci juga mengelap piring serta meja makan diruangan itu.

Terpopuler

Comments

Sky Queen

Sky Queen

jejak

salam hangat MY SPECIAL STUDENT❤

2021-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!