"Bagaimana bisa, dia...", ucap Ana dalam hati.
***
"Dia kan si Tuan yang di minimarket itu", gumam Ana pelan.
Ana melangkah menuju Ken. "Sekarang kan dia lagi mabuk, semoga dia tak mengenaliku. Mau ditaruh dimana mukaku kalo ketahuan kerja di tempat seperti ini", gumamnya dalam hati.
Dia bersama Sisil mencoba memapah tubuh Ken yang lumayan berat. Karena selain Ken yang tingginya menjulang layaknya gedung bertingkat, dia juga memiliki tubuh yang atletis dengan bongkahan-bongkahan balok pada dada dan perut bidangnya. Baru beberapa langkah dipapah, mereka bertiga hampir jatuh tersungkur. Beruntung Ana dan Sisil sigap menahan tubuh Ken yang sudah setengah sadar.
"Kalian bisa bekerja dengan benar tidak sih!", teriak salah satu tamu di sana. "Heh, bagaimana bisa di club malam terbesar di kota mempekerjakan gadis cupu yang tak enak dipandang begini sih!", umpatnya lagi namun kali ini suaranya lebih pelan.
Namun umpatan itu masih dalam jangkauan pendengaran Ana. Dia hanya menaikkan sudut bibirnya sebelah.
" Dasar pria! ", ucap Ana dalam hati sambil menggeleng pelan.
Ya memang itu tujuannya untuk membuat mereka segan melihatnya. Berbeda dengan Sisil, dia merasa bangga karena penampilannya lebih oke ketimbang Ana.
Beruntung kamar yang dituju tak begitu jauh dari sana. Sungguh perjuangan yang melelahkan bagi Ana. Memapah seorang pria setengah sadar dan beratnya yang bisa dibayangkan. Peluh Ana mulai berderet di keningnya, langsung saja ia membuka pintu kamar itu.
Dan benar saja, sudah ada yang menunggunya di sana. Seorang wanita dengan dress merah yang serba terbuka karena kekurangan bahan, mungkin. Menyambut kedatangan mereka dengan sarkasnya.
"Hey pelayan! Kalian pergilah. Serahkan dia padaku!", perintahnya dengan nada yang lumayan tinggi sehingga Ken mampu membangkitkan kesadarannya sedikit walau kepalanya masih terasa berat. Samar-samar Ken melihat sekililingnya, mulai dari wanita itu, Ana kemudian Sisil. Satu persatu dilihatnya samar.
" Dia, sepertinya aku pernah bertemu dengannya" , ucap Ken dalam hati sambil memandang Ana.
Ken mencoba melepaskan diri dari papahan Ana dan Sisil, berusaha berdiri sendiri walau masih sempoyongan.
"Mari tuan, saya akan menemaimu malam ini", ucap wanita dengan genitnya. Ana bergidik jijik melihatnya.
Si wanita mecoba merengkuh tubuh Ken. Tapi dengan cepat Ken menepis tangannya.
"Tak sudi aku disentuh wanita kotor sepertimu", umpat Ken dalam hati.
Melihat itu, Ana menyeringai puas. "Rasakan!", ucapnya dalam hati.
"Heh, dasar wanita murahan!", umpat Sisil terang-terangan dan berbalik akan meninggalkan kamar.
Baru satu langkah, si wanita meneriakinya tak terima. "Apa kau bilang! Bisakah kau berkaca! Lihatlah seperti apa penampilanmu saat ini. Sekali lihat, orang pun bagaimana akan menilai dirimu. Bukankah kita sama, murahan!", balas si wanita dengan sedikit penekanan di ujung kalimatnya dan sebuah seringai menyungging di mulutnya.
Ana yang tadinya sudah akan beranjak dari sana pun berbalik memperhatikan keduanya.
" Huh, tadinya aku mau cepat kabur sebelum Tuan ini sadar dan lihat aku. Tapi mari kita lihat, sepertinya bakal ada tontonan yang menarik", ucapnya dalam hati dan tersenyum.
Saling tak terima dengan ucapan masing-masing, wanita itu dan Sisil pun berkelahi. Mereka saling jambak, saling cakar dan bergumul sambil mengumpat satu sama lain. Ana tersenyum kelihatan menikmati action scene yang disuguhkan untuknya sambil melipat tangan di depan dadanya.
Tapi kejadian itu malah membuat kepala Ken makin sakit. Masih sempoyongan, Ken memijat sedikit keningnya untuk mengurangi rasa sakit. "Keluar!", bentaknya tiba-tiba.
Orang dua itupun menghentikan perkelahian mereka. "Dengar! Presdir Ken memintamu keluar", ucap si wanita percaya diri.
"Kau!", Ken menunjuk si wanita. "Kau keluar!", perintahnya tegas. Membuat si wanita menjadi malu dan melangkah keluar dari kamar itu.
Merasa menang, Sisil tersenyum. "Dan kau!", kini Sisil ditunjuk oleh Ken. "Keluar!", seketika senyumnya hilang.
Ana menikmati pemandangan yang ada di hadapannya, senyumnya terbit seakan mengejek hasil dari kelakuan mereka berdua. Sisil pun beranjak keluar. Karena merasa tontonan sudah berakhir, Ana siap melangkah membuntuti Sisil keluar. Tapi baru akan melangkah, tangannya mendapat cekalan kuat dari orang yang berdiri di sebelahnya.
"Dan kau!", mata Ken mengarah pada Ana. "Kau temani aku malam ini!", ucap Ken tegas.
***
Di luar kamar ternyata si wanita masih menunggu Sisil. Dia berdiri menempel dinding dengan sebatang rokok menyala di tangannya.
"Heh, murahan! Kau diusir juga rupanya", ucap si wanita pada Sisil.
Sudah hilang moodnya lantaran diusir dari kamar. Kini si wanita malah menambah rusak mood Sisil.
"Apakah kau sungguh ingin aku meladenimu?!", ucap Sisil sambil menyeringai seram.
"Jadi kau pikir aku tak berani!", ucap si wanita kemudian menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya sampai tak menyala. "Lihat! Kau akan berakhir seperti ini", tambahnya lagi sambil menunjukkan arah matanya ke bawah.
Mereka pun melanjutkan apa yang belum selesai di ruangan sebelumnya. Perkelahian itu diselingi umpatan kepada satu sama lain lagi. Keributan yang mereka buat tak ayal menjadi perhatian orang-orang di sekitar sana.
Sarah yang tak sengaja lewat mendengar beberapa temannya berbicara. "Tahukah kau Sisil bertengkar dengan seorang wanita. Kudengar ini masalah tentang Tuan besar yang mengusir mereka", ucap salah satunya.
Dalam pikiran Sarah langsung terbesit nama Ana. Karena tadi dia tanpa sengaja melihat Ana ditarik paksa oleh Sisil. Sarah tak dapat mencegahnya karena jalan mereka terlalu cepat.
"Jangan-jangan Ana yang bertengkar dengan Sisil. Huh, bagaimana ini!", gumamnya dan segera menghampiri perkelahian itu.
Sampai di sana, Sarah merasa lega karena bukan Ana yang berkelahi dengan Sisil. Sarah memperhatikan wajah keduanya yang sudah lebam-lebam. Sarah tersenyum usil melihat penampilan mereka. Dengan baju yang terkoyak dan rambut berantakan, mereka tak ubahnya orang gila di pinggir jalan.
Kemudian dia sadar ketidakhadiran Ana, Sarah pun menghentikan perkelahian itu dan menanyakan keberadaan Ana pada Sisil.
"HEY, STOP! HENTIKAN! ATAU KU PANGGIL SECURITY UNTUK MENGUSIR KALIAN SEKARANG JUGA!", teriak Sarah pada keduanya. Dan mereka pun berhenti.
"Sisil, bukankah kau tadi bersama Ana?! Dimana dia sekarang?", tanyanya pada Sisil.
"Dia ditahan di kamar. Mungkin sekarang sedang bersenang-senang", jawab Sisil malas-malasan.
Sarah kaget mendengarnya, "Sial! Dimana kamarnya".
"Itu di sana, 609", ucap Sarah sambil menunjuk ke arah kamar.
"Baiklah, sebaiknya kalian bubar dan obati luka kalian", ucapa Sarah dan berlalu pergi.
"Cih, dia pikir dia siapa berani memerintahku!", ucap Sisil sinis menatap kepergian Sarah. Kemudian tatapannya ditujukan pada si wanita. Mereka bersitatap cukup lama dengan pandangan saling menusuk. Hingga akhirnya si wanita memilih beranjak pergi lebih dulu.
"Cih, dasar!", umpat Sisil pelan.
***
Saat sudah sampai di depan pintu, Sarah sedikit ragu untuk membuka pintunya. Apakah benar dengan yang dia lakukan. Tapi dia benar-benar khawatir dengan keadaan Ana.
Handle pintu sudah dipegangnya, saat akan menekan handle itu sebuah tangan menahannya.
"Tenang saja, ada kami", ucap salah satu bodyguard Ana sambil menggeleng pelan.
"Baiklah", Sarah merasa lega dengan kehadiran mereka. Paling tidak Sarah tau Ana pasti baik-baik saja dengan kehadiran mereka. Sarah pun beranjak dari sana.
***
"Astaga!", gumam Ana pelan. Serasa disambar petir. Ana refleks membulatkan bola matanya, tak percaya. Mimpi apa dia semalam sehingga harus terperangkap pada situasi seperti ini.
Jantung Ana berdegub kencang, makin kencang saat Ken mulai melangkah mendekatinya. Tubuh Ana terpaku tak dapat bergerak, seperti terhipnotis oleh perintah Ken.
Tubuhnya menegang saat Ken mulai menundukkan kepalanya. Makin turun hungga kening mereka bersentuhan. Terasa hembusan nafas kasar Ken pada wajah Ana. Sedikit aroma alkohol dan wangi parfum Ken yang maskulin sampai pada indera penciumannya. Ana dapat melihat dengan jelas begitu tampannya wajah Ken.
Kini Ken makin mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka saling bersentuhan. Entah mengapa tubuh Ana tak mampu melawan. Saat Ken makin mendekatkan wajahnya, Ana memejamkan matanya kuat hingga kerutan-kerutan dimatanya terlihat.
"Oh, astaga! Mengapa aku gugup sekali", ucap Ana dalam hati. Pipinya sudah merona merah padam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
👑 Mellysa 💣
"Dan kau"
"Kau temani aku malam ini"
Astaga Ken ngomongnya ambigu & nyeremin deh...buat pikirin aku jadi traveling aja. Sabar ya Ana...Ken cuma minta temenin aja kok...jadi jangan gugup oke...santai aja...🤣🤣🤣🤣🤣
2021-10-20
17
Mr.VANO
ana mengapa diam saja,harusny ana ambil langka seribu kabuuuuur
2021-08-11
0
Yulyanti Tarra
Episode 15
2021-06-04
0