Audrey terlihat duduk termenung menatap mamahnya yang masih di rawat intensif pasca operasi, ia menatap wajah pucat wanita yang sudah melahirkannya.
"Andai papah dan Sean masih hidup, kita pasti tidak akan seperti ini 'kan, Mah?" tanya Audrey bicara pada mamahnya yang masih belum sadarkan diri.
Sean adalah kakaknya yang sudah meninggal sekitar empat tahun lalu di umur 25 tahun. Sean meninggal setelah mengalami kecelakaan mobil akibat menghindari mobil lain. Hal itu membuat Audrey terpukul dan trauma, dua orang terkasihnya harus bernasib sama, sama-sama mengalami kecelakaan mobil.
Audrey menengok jam tangannya, waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Sudah waktunya ia melakukan kewajibannya, pindah ke istana pangeran gelap. Hah, begitulah kira-kira bayangan Audrey, istana yang akan mengurungnya selama sisa hidupnya, seperti Rapunsel yang di tahan oleh penyihir jahat demi ambisinya. Namun sayangnya ini bukan penyihir jahat, tapi iblis tampan terlampau tampan yang jahat.
Hehehehe, dasar otak isinya film Disney. Audrey tersenyum geli mengingat apa yang ada di pikirannya sendiri.
Kenyataan tak seperti ekspetasi, bukannya mengecewakan tapi malah mengagumkan. Saat menemui Ravin pertama kali ia kesana di malam hari, karena datang dengan hati yang kalut ia tidak melihat pasti rumah yang ia datangi. Tapi sekarang saat ia datang dalam keadaan sadar, bola matanya hampir meloncat keluar melihat betapa besarnya rumah Ravin yang berlantai tiga dan berdiri di atas tanah beberapa hektar, luas tanahnya ia tidak bisa menghitung dengan jari.
Ya iya kali dihitung pakai jari, sampe tahun kapan ngitungnya baru selesai?
"Nona Audrey, silahkan!" Malik mengajak Audrey untuk masuk ke rumah Ravin meski sebenarnya itu bisa di sebut istana.
Audrey semakin membelalakan mata ketika melangkahkan kaki di bibir pintu yang baru saja di buka, ada empat pelayan yang sudah berdiri di sisi pintu dan yang lainnya tampak berdiri dengan menundukan kepala, jika dihitung ada lebih dari 10 pelayan yang berada diruangan itu.
Gila! Pelayannya banyak amat! Lebih banyak dari rumahku dulu, dan kenapa semuanya wanita? Jangan bilang mereka juga-. Eh, stop memikirkan hal aneh, karena jiwamu sendiri sudah terikat dengan iblis tampan itu, fix.
Audrey berdiri di depan Ravin yang hanya terhalang sebuah meja. Pemuda yang duduk menyilangkan kaki dan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, menatap tajam pada Audrey yang baru saja datang.
"Dengarkan semuanya!" Suara Ravin terdengar begitu lantang hingga menggema keseluruh ruangan, semua pelayan tampak semakin menundukan kepala, tak terkecuali Audrey yang masih menatap pemuda yang ia panggil iblis tampan.
"Mulai detik ini semua keperluanku, pakaian, makanan, kebersihan kamarku hanya dia yang boleh mengurusnya," titah Ravin seraya menunjuk pada Audrey.
Audrey membelalakan mata lebar. What? Astaga gue jadi budak beneran? Mana jadi pelayan dia. Tapi itu lebih baik dari pada jadi budak di atas ranjang. Senyum seringai muncul di bibir Audrey.
"Apa kalian mengerti?!" tanya Ravin lantang.
"Iya, Tuan!" Seluruh pelayan menjawab serentak.
"Kau, ikut aku!" Tunjuk Ravin pada Audrey, pemuda itu lantas berjalan menaiki anak tangga diikuti oleh Audrey.
Audrey berjalan seraya memperhatikan barang maupun pajangan dinding yang ia lewati, porselen mahal, lukisan yang begitu penuh rasa seni yang tinggi.
Wow benar-benar memanjakan mata. Gumam Audrey.
Ravin berhenti di depan sebuah pintu di lantai tiga. Audrey yang sedari tadi memperhatikan sekitar tidak sadar jika iblis tampan yang jadi tuannya berhenti, sehingga tanpa sengaja gadis itu menabrak sisi lengan kekar Ravin.
"Aduh!" Audrey yang hanya setinggi pundak Ravin pun, hidungnya menabrak tepat di lengan pemuda itu.
"Dasar kelinci ceroboh! Jalan pakai mata! Jangan asal maju saja!" bentak Ravin molotot pada Audrey.
Kelinci apanya? Sekata-kata aja ngatain orang, dasar iblis tampan! Dalam pikiran Audrey dia pengin sekali njulurin lidah buat meledek Ravin.
"Ya maaf," ucap Audrey yang masih menggosok hidungnya.
Ravin mencebik kesal pada Audrey yang tidak fokus, kemudian ia membuka pintu yang ada di hadapannya.
"Ini kamarku! Mulai saat ini kau yang bertugas membereskannya, semua kebutuhan ku harus sudah tersedia begitu aku membuka mata, apa kau mengerti?" tanya Ravin yang tidak mendapat jawaban dari Audrey.
Ternyata gadis itu tengah menatap kagum kamar pemuda itu. Bagaimana tidak? Di kamar itu sudah ada mini bar komplit dengan segala berbagai minuman, mulut gadis itu sampai menganga mengagumi besarnya kamar itu dengan segala fasilitas di dalamnya. Dulu ia memang kaya, akan tetapi tidak sekaya Ravin.
Ravin yang sadar ucapannya tidak mendapat respon, langsung menoleh Audrey yang berdiri di belakangnya, ia melotot karena Audrey malah melamun dengan mulut terbuka.
"Hoi! Ngapain kamu? Di ajak bicara malah bengong!" Lagi-lagi Audrey kena semprot Ravin.
Audrey yang tersadar pun langsung menangatupkan mulutnya rapat-rapat.
"Ada air liur tuh di mulutmu," ucap Ravin kemudian, sesungguhnya pemuda itu ingin tertawa melihat ekspresi kagum dari Audrey.
Gadis itu buru-buru mengusap mulutnya dengan punggung tangan, benar-benar ada air liur yang menetes.
Duh, malunya. Mau ditaruh dimana mukaku? Eh, aku mana ada muka. Sudah di bayar semua sama si iblis tampan. Gumam Audrey.
"Semua yang aku butuhkan nanti kepala pelayan yang akan memberitahumu, apa kau mengerti?" tanya Ravin dengan nada tinggi.
"Iya, aku ngerti." Audrey menggosok telinganya yang panas.
Fix, sehari saja bersama iblis tampan ini, aku perlu ke dokter THT karena kerusakan gendang telinga yang dihasilkan oleh teriakan si iblis yang sepertinya akan selalu mengomel di manapun dan kapanpun dia berada.
Ravin berjalan ke sebuah pintu, Audrey awalnya heran menghitung pintu yang terdapat di kamar itu. Biasanya pintu ada tiga, satu pintu masuk, satu pintu kamar mandi, dan satu pintu lemari. Tapi di kamar pemuda itu ada empat pintu, sehingga membuat Audrey bertanya-tanya dalam hati.
"Ini kamarmu, pintu ini menghubungkan kamarku dengan kamarmu," kata Ravin yang sudah membuka pintu itu.
"Tunggu! Kenapa harus ada pintu diantara kamar kita? Kamu nggak ada niat berbuat macam-macam, 'kan?" tanya Audrey menatap kamarnya dengan rasa heran kenapa kamar mereka harus sampai terhubung seperti itu.
BRAKKKK!!!
Ravin memukul pintu yang awalnya belum terbuka sempurna hingga akhirnya kini terbuka lebar. Audrey yang mendengar suara keras itu bergidik menutup mata.
Salah apalagi coba, ya Tuhan!
Tangan Ravin bertumpu pada kusen pintu, mengunci Audrey yang bersandar di kusen pintu dengan satu tangannya, mata Ravin menatap tajam gadis itu.
Audrey benar-benar terkejut, ia ikut menatap mata Ravin dengan wajah memelas.
"Kamu lupa, hah? Lupa status kamu? Apa perlu aku ingatkan lagi? Setiap inc tubuh kamu sudah menjadi milikku, andaipun aku ingin macam-macam kamu bisa apa, hah?!" bentak Ravin geram karena Audrey terus saja melupakan akan perjanjian mereka.
_
_
_
_
_
_
...Tes satu dua tiga, ehemmmm...
...Bantu like koment ya ......
...Biar othor tambah semangat...
...Thank u lope lope😘😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti mobil mereka di sabotaj percaya deh..
2023-08-05
0
Afternoon Honey
ini novel pertama karya author din_din yang saya baca. jadi nyimak baca dulu ya...
2023-05-19
0
Laini Lenny
keren certanya
2023-03-26
0