"Kenapa kertasnya kosong? Bagaimana bisa aku menandatangi perjanjian yang bahkan isinya saja apa, aku tidak tahu!" Audrey melayangkan protes pada Ravindra karena ia di paksa menandatangi surat perjanjian yang tidak jelas.
Ravindra meminta bertemu Audrey di sebuah resto yang dekat rumah sakit, dengan dalih untuk menandatangani sebuah kontrak.
"Siapa kamu sampai berani menolak?! Kamu tidak ingat kemarin nangis-nangis minta apa? Siapa yang menawarkan diri jadi budakku seumur hidup?!" Ravin mengingatkan.
Audrey mencebik kesal, sekarang ia menyesal karena telah setuju untuk menjadi budak seumur hidup pemuda arogan itu.
Bagaimana aku bisa membalas dendam jika aku sendiri saja sekarang terbelenggu seperti ini. Gumam Audrey.
"Cepat tanda tangan, tidak usah pakai wajah memelas!" paksa Ravin sekali lagi.
Audrey akhirnya menandantangani surat yang entah bakal di cetak kata atau syarat apa, ia sekarang bisa pasrah.
Ravin langsung mengambil kertas yang hanya berstempel dan sudah di tandatangani oleh Audrey.
"Sudah selesaikan? Kalau iya aku harus kembali ke Rumah sakit," ucap Audrey yang sudah kesal lama-lama disana.
"Mulai hari ini kau harus pindah ke rumahku," titah Ravin.
What? Matilah aku, kenapa harus pindah pula. Audrey membulatkan bola matanya mendengar perintah Ravin.
"Kenapa harus pindah kesana?" tanya Audrey.
"Pakai nanya pula, bagaimana kau bisa melayaniku jika kau tidak tinggal disana, hah! Otak itu di pakai buat mikir, percuma punya gelar sarjana lulusan Harvard kalau ternyata Oneng juga!" cibir Ravin.
Gila nih orang, tampan iya, kaya iya, tapi mulutnya! Amit-amit lebih pedes dari cabe rawit merah dua puluh kilo.
"Aku pikir tidak perlu pindah kesana!" bantah Audrey.
"Sekarang sudah tahu, 'kan? Jadi nggak perlu mikir!" bentak Ravin.
Ih, tampan-tampan galaknya melebihi emak tiri di sinetron ikan terbang.
"Iya, aku ngerti." Audrey mengalah dari pada harus merasakan pedasnya mulut Ravin.
"Malik!" Ravin memanggil asistennya.
"Iya, Tuan!" Malik sudah berdiri disisi Ravin.
"Simpan!" titah Ravin menyerahkan kertas yang sudah ditanda tangani oleh Audrey.
"Nanti sore Malik akan menjemputmu." Ravin bicara dengan nada datar sekarang.
"Iya." Audrey hanya bisa mengikuti.
Akhirnya gadis itu bangkit dari kursinya, sedikit membungkuk memberi hormat kemudian berjalan pergi. Entah kenapa langkahnya terhenti, ia kemudian membalik badan menatap Ravin.
"Terima kasih, berkat uang dari Anda, Mamah sudah di operasi tadi pagi," ucapnya dengan seutas senyum tanda bahagia.
Audrey kemudian langsung pergi meninggalkan Ravin yang tertegun ketika mendapat ucapan terima kasih dari gadis itu.
Ravin berusaha menutupi sesuatu, ia menatap punggung Audrey yang semakin lama berlalu tidak terlihat.
"Kenapa Anda melakukan ini, Tuan?" tanya Malik.
"Memangnya kenapa?" tanya Ravin balik.
"Saya hanya tidak mengerti," jawab Malik.
"Yang perlu kamu lakukan hanyalah menjalankan, tidak perlu mengerti apapun. Jika kau ingin mendapat pedang berkualitas bagus, maka kau harus menempa-nya dengan benar." Ravin menyangga dagunya, terlihat sedikit lengkungan di bibirnya.
Malik hanya mengangguk tanda mengerti dengan apa yang di katakan oleh tuannya.
Audrey berjalan seraya menendang kerikil berulangkali, ia merasa galau tingkat dewa, bagaimana tidak? Dia masih ingin balas dendam, eh sekarang malah jadi budak orang, bukankah miris? Apes dobel-dobel.
"Hish." Audrey mendesis di sela lamunannya.
Hingga sebuah mobil Sport berhenti tepat di sampingnya. Seorang gadis muda turun dengan angkuhnya, menatap sinis penuh ejekan pada Audrey.
"Wah, wah ... lihat siapa ini? Nona muda yang terlupakan! Dari tuan putri jadi Putri jalanan. Ih, mana panas gini suruh jalan kaki," ejek gadis itu seraya mengibaskan tangannya di depan wajah.
"Ho ... ho, si ayam Ka-te," cibir Audrey tak mau kalah, ia bersidekap menatap gadis yang bernama Kate Argawijaya, yang tak lain adalah adik sepupu Audrey.
"Eh, jaga tuh mulut, ya!" bentak Kate seraya menunjuk pada mulut Audrey.
"Apa? Kamu tidak suka di ejek tapi suka mengejek. Salahkan orangtua kamu yang kasih nama, kasih nama kok Ka-a-te-ee. Kayak ayam!" cibir Audrey seraya mengeja nama Kate.
Dari jauh Malik dan Ravin baru saja keluar dari parkiran resto tempat ia bertemu dengan Audrey. Malik tampak memperhatikan kedua gadis yang berseteru di pinggir jalan.
"Tuan, apa kita perlu membantu nona Audrey?" tanya Malik.
"Tidak perlu, berhenti saja di bahu jalan. Aku ingin melihat seberapa tangguh gadis itu." titah Ravin.
Malik menganggukkan kepala, ia lalu menepikan mobil berjarak sekitar lima meter dari tempat kedua gadis tadi berdiri.
Ravin menyangga dagunya dengan kepalan tangan yang bertumpu pada lutut kaki yang ia silangkan, ia menatap tajam ke arah Audrey dan Kate.
"Kalau ngomong jangan sembarangan kamu!" bentak Kate seraya mencengkeram kemeha bagian depan Audrey.
Tentu saja Audrey tidak tinggal diam, ia menarik rambut panjang Kate hingga hingga gadis itu menjerit.
"Aghhh," pekik Kate.
"Dasar cewek gila!" teriak Kate meringis kesakitan.
Audrey melepas rambut Kate dengan sedikit mendorongnya. Lalu ia tersenyum puas.
"Ini akibat kalau kau berani melawanku! Apa kamu kira aku takut dengan keluargamu? Hah, aku tidak takut. Malahan semakin bersemangat untuk melawan atas semua tindakan yang kalian lakukan pada keluargaku!" Audrey memasang wajah garang, benar-benar tidak menampakan gadis manis yang elegan seperti biasanya.
Kate yang hampir terjatuh karena dorongan Audrey pun begitu kesal. Ia merasa sejak dulu Audrey adalah saingannya. Audrey selalu lebih unggul dari Kate, baik dari pendidikan, sosial atau cowok. Namun sekarang ketika saudaranya itu sudah di titik terendah pun ia tidak bisa menginjak gadis itu, sehingga membuat Kate emosi.
"Kau!" Kate meremas tangannya di udara, ia ingin meluapkan emosinya tapi sedikit takut dengan Audrey yang menjadi garang.
"Apa? Mau aku cakar muka mulusmu?" Audrey mengancam Kate seraya menunjukkan kesepuluh jari jemarinya.
Kate bergidik, ia lebih memilih cepat-cepat masuk mobilnya kemudian pergi meninggalkan Audrey.
Audrey tahu jika nyali Kate itu ciut, ia berani jika hanya ada orangtuanya.
"Huh, dasar ayam Kate!" gerutu Audrey seraya menendang kerikil ke arah mobil Kate yang sudah melaju cepat.
Terlihat senyum bangga di wajahnya karena berhasil memukul mundur gadis angkuh nan manja itu.
Dari jauh Ravin masih memperhatikan Audrey, ada sedikit lengkungan di bibir pemuda itu.
"Malik."
"Ya, Tuan."
"Cari tahu siapa dan kenapa gadis itu berseteru dengan Audrey," titah Ravin.
"Saya mengerti." Malik kemudian melajukan mobil itu.
Berpapasan dengan Audrey yang berjalan, tentu saja Ravin mencuri pandang pada gadis yang akan menjadi budaknya.
"Dasar gadis bodoh, ternyata kau kuat juga," gumam Ravin, ia menyembunyikan ekspresi sebenarnya dari wajahnya.
Apa yang akan di lakukan Ravin, atau apa tujuan sebenarnya pemuda itu menerima Audrey, hanyalah dia yang tahu.
*
*
*
*
*
*
Bantu like koment ya, biar novelnya masuk rank karya baru, thank you 😘 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Afternoon Honey
nyimak aja dulu deh.. .
2023-05-19
0
Puji Ningsih
mampir aq thor kayakny cukup menarik 👍
2022-06-03
0
Nafi' thook
kau memang pintar Audrey
2022-03-20
0