Dirumah Argawijaya, yaitu rumah paman Audrey. Satu keluarga itu sedang sarapan bersama, ada Argawijaya yaitu paman Audrey, Karen Argawijaya bibi Audrey, Kate juga adik laki-lakinya Arlan yang baru berusia tujuh belas tahun.
"Oh ya, Pah! Mamah dengar ada pengusaha muda tampan yang muncul baru-baru ini ya? Teman-teman Mamah pada cerita katanya dia itu mash muda, tampan dan kaya pula," ucap Karen memulai perbincangan di sela sarapan mereka.
"Iya, katanya dia juga dingin tak berperasaan. Papah sedikit khawatir juga karena banyak kolega papah yang salut dengan kinerja pemuda itu. Papah takut jika banyak yang pindah haluan menanamkan sahamnya ke pemuda itu." Arga menanggapi ucapan Karen.
"Kenapa harus khawatir? Bukankah bagus jika ada pengusaha muda yang masuk ke dalam bisnis negara ini. Juga bagus buat keluarga kita mengingat dia masih muda," ungkap Karen.
"Maksudmu?" tanya Arga tidak mengerti.
Karen melihat Kate yang sedang sarapan dengan begitu elegan layaknya gadis kaya dengan sosial yang tinggi. "Lihat Kate, dia itu belum punya pasangan, jika saja Kate bisa kenal dengan pemuda itu bahkan bisa membuatnya jatuh cinta pada putri kita bukankah itu bagus?"
Arga menoleh pada Kate, gadis itu sendiri juga terkejut karena mamahnya sampai bermaksud menjodohkannya.
"Kenapa jadi mau menjodohkanku?" tanya Kate bingung.
"Kamu jangan salah sayang, Mamah yakin kamu pasti tidak akan menyesal jika bersama pemuda itu." Karen mencoba meyakinkan.
Kate hanya mengernyitkan dahi karena ia belum tahu dengan pemuda yang di maksud dengan mamahnya. Sedangakan Arga sendiri sedikit menyeringai karena sepertinya rencana istrinya itu memang ide cemerlang.
Karen membuka ponselnya, lalu dia menyapu layar benda pipih yang ada di tangannya, mencari berita tentang pengusaha muda yang masih di perbincangkan hangat.
"Lihat ini sayang, memangnya kamu nggak mau gitu sama pemuda setampan ini?" tanya Karen seraya menunjukan foto pemuda yang di maksud.
Begitu melihat foto yang di tujukan Karen, mata kate terbuka lebar, senyum bahagia muncul di bibir gadis itu, jiwanya langsung memuja meski baru melihat fotonya.
"Dia tampan sekali! Kalau seperti itu aku pun tidak akan menolak jika di jodohkan," ucap Kate.
Arlan yang sedari tadi diam menyantap sarapanya ikut melirik ke benda pipih milik Karen, kemudian pemuda tujuh belas tahun itu menggelengkan kepala.
"Kamu kenapa?" tanya Karen pada Arlan.
"Memangnya Mamah yakin pemuda setampan itu bakal jatuh cinta pada Kate?" tanya Arlan penuh keraguan.
"Heh, sopan sedikit kenapa? Aku ini kakak kamu, bisa-bisanya kamu manggil cuman hanya dengan namaku saja," ujar Kate sewot.
"Suka-suka aku lah!" Arlan tak kalah sewot.
"Sudah jangan bertengkar!" seru Arga.
Kate dan Arlan terdiam, kemudian Kate memicingkan mata kepada Arlan yang sedari dulu terus berseteru dengannya.
"Kamu anak kecil tahu apa? Jangan suka yakin dengan apa yang kau pikirkan!" Kate melotot pada Arlan.
"Aku tuh cuman bicara fakta!" Arlan tidak memperhatikan kakaknya yang sudah sewot.
"Fakta apa maksudmu, hah?!" tanya Kate yang mulai naik pitam.
Arlan mengelap mulutnya dengan sapu tangan, kemudian ia menatap Kate penuh dengan ejekan. karen dan Arga hanya memperhatikan kakak-adik yang memang sering sekali berkelahi itu.
"Bagaimana seorang yang tampan, berpendidikan, berintergritas tinggi bisa suka dengan gadis yang dalam segi pelajaran saja nol, penampilan semua palsu," cibir Arlan.
"Heh! Apa maksudmu palsu?!" Kate membanting pisau dan sendoknya ke meja, membuat Karen secara impulsif memejamkan mata karena terkejut.
"Hidung oplas, kelopak mata oplas, kulit di suntik biar putih, tubuh di buat kayak artis korea, kalau bukan palsu lalu namanya apa?" ejek Arlan yang bersidekap menatap Kate yang wajahnya mulai memerah karena marah.
"Kau!!! Mah, lihat Arlan!!" rengek Kate yang tahu betul jika ia tidak akan bisa menghadapi adiknya itu.
"Arlan! Kau tidak boleh seperti itu! Kakakmu begitu juga supaya dia bisa mendapatkan pemuda kaya agar kesejahteraan keluarga dan bisnis kita terjamin," ujar Karen membela Kate.
Arlan menjulurkan lidahnya dengan gerakan seakan ingin muntah, pemuda itu sejak awal tidak suka dengan cara berpikir keluarganya yang selalu mengutamakan materi di atas segalanya.
"Arlan! Kau ini seorang pria, kau harus mengerti kalau kita perlu menyeimbangkan kedudukan kita dalam sebuah bisnis. Jika tidak, yang ada kita akan terus jatuh kebawah, karena itu kita perlu memiliki akar yang kuat untuk menopang kit agar bisa terus berdiri kokoh," urai Arga.
Arlan yang tidak mengerti jalan pikiran keluarganya itu akhirnya memilih berangkat kuliah, ia malas jika harus berlama-lama di sana.
"Oh ya, apa Mamah dan Papah tahu? Kemarin ku bertemu si Audrey Lho!" ungkap Kate penuh dengan jiwa menghina di setiap kata yang meluncur dari mulutnya.
"Benarkah? Bagaimana kabar si sombong itu?" tanya karen yang tentu saja tidak menyukai Audrey karena memang selalu menjadi saingan putrinya.
"Hahahaha, Mamah kalau lihat pasti ingin menertawakannya. Sekarang kemana-mana ia harus berpanas-panasan dan bergumul dengan debu, udah kayak gembel jalanan pokoknya," cibir Kate.
Karen tertawa keras mendengar cerita putrinya, sedangkan Arga hanya diam menyelesaikan sarapannya. Arlan yang tadinya ingin pergi, begitub mendengar nama Audrey ia langsung berhenti dan menguping di balik pintu.
"Kak Audrey, bagaimana kabarmu?" gumam Arlan.
Disisi lain, Audrey yang baru saja mendengar tuduhan dari pelayan lain memilih untuk mengabaikannya. Ia berjalan melenggang masuk ke kamar tuannya untuk menyiapkan sarapan di meja balkon kamar pemuda itu seperti yang biasa di lakukan.
Dari balkon Audrey bisa melihat hamparan tanah lapang yang hijau dengan rerumputan, balkon kamar Ravin menghadap halaman belakang yang begitu luas, ada sebuah kolam renang dan taman bunga dalam kaca disana.
"Indah sekali," gumam Audrey.
Tanpa Audrey sadari, Ravin sudah berada di pintu tengah menatap punggungnya seraya bersidekap, melihat gadis yang tengah menikmati suasana pagi yang indah.
"Ehem." Ravin mendeham membuat Audrey terkejut dan langsung membalikan badan.
"Anda sudah selesai Jogging? Sarapannya sudah saya siapkan," kata Audrey dengan senyum yang di buat semanis mungkin.
Ravin langsung mendudukan dirinya dikursi yang terdapat disana, akan tetapi pandanganya tak teralihkan dari Audrey.
"Kenapa kau memasang senyum bodohmu?" tanya Ravin tiba-tiba.
Ya ampun!! Pedas bener tuh mulut! Senyum manis kayak gini di bilang bodoh, dasar iblis tampan!!! Gerutu Audrey dalam hati, kalau bisa ia ingin sekali meremas mulut Ravin hingga pemuda itu tidak bisa mengeluarkan kata-kata menjengkelkan lagi.
"Tidak ada," ucap Audrey seraya menghilangkan senyumnya.
Audrey berdiri di depan meja menunggu Ravin sarapan, kalau bisa mengeluh ia mungkin akan mengeluh. Sekarang Audrey tahu bagaimana beratnya menjadi pelayan, dulu ia selalu meminta pelayan pribadinya menungguinya sarapan seperti yang ia lakukan sekarang dan ternyata itu sangat melelahkan, harus berdiri menunggu tanpa tahu berapa lama sarapan itu akan berakhir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Yusria Mumba
sabar aured
2023-10-24
0
💕febhy ajah💕
ayak ketek hidupnya palsu
2022-04-08
0
Erni Fitriana
sabarrr...sabarrrrr....semangat audrey
2022-03-10
0