Ana jadi inget waktu jamannya dia Diklat. Mereka juga disuruh membuat bivack alam kaya yang lagi disuruh ke caang. Seru banget waktu itu. Karena lagi-lagi faktor hutan hujan tropis yang setiap hari selalu hujan, jadi kebayang gimana menderitanya Ana dkk waktu itu. Bivack-nya sih sudah keren, tapi karena daun-daunnya kurang banyak dan tidak rapat dalam penyusunannya, alhasil bivack mereka bocor dan mereka tidak bisa tidur sama sekali biarpun kondisi mereka sudah di level rendah.
Akhirnya mereka dapat hukuman semualah dari si para Bucik Purnama. Sebelumnya mereka disuruh merayap dilumpur (lebih tepatnya becekan tanah). Setelah itu mereka dikumpulkan di depan para senior, sudah kaya tersangka yang lagi diadili. Untung mereka (para senior) masih punya perasaan memberikan mereka minuman hangat, kalau tidak mereka bakal pada hypotermia alias kedinginan yang teramat sangat.
Tapi biarpun tidak dikasih minuman juga tetap terasa hangat kok, soalnya mereka diomeli habis-habisan dan setelah dikerjai, mereka pun diminta mengganti baju lalu disuruh membuat bivack (lagi) tapi pakai poncho alias mantel hujan ABRI, dan sendiri-sendiri!! Dan jarak antara caang yang 1 dengan yang lainnya jauh-jauh!! Gila!!
Buat yang belum pernah merasakan pasti tidak bisa membayangkan gimana rasanya saat itu. Kita masing-masing cuma dibekali matras buat tidur, poncho, senter, botol air ukuran kecil, korek api cuma 10 batang, tali rapiah, peluit (yang dibunyikan kalau ada apa-apa), dan pisau kecil. Akhirnya 6 orang caang diantar ke tempat eksekusi masing-masing oleh beberapa senior.
Kalau Ana tidak salah ingat, yang mengantar dia waktu itu Ochid sama Tangguh, jadi 1 caang diantar 2 orang senior. Untungnya posisi bivack Ana tidak terlalu jauh dari basecamp, tapi tetap saja mas PARNO DATANG LAGI!! Mencari bahan-bahan untuk jadi penunjang bivack ponco malam-malam, gerimis pula, sendirian pula, gimana tidak parno coba? Akhirnya jadi juga sih Ana membuat bivack-nya sendiri.
Tapi itu tidak berlangsung lama, soalnya lagi pewe-pewenya dia di dalam bivack-nya, tiba-tiba saja ada senior yang mendatanginya, kalau tidak salah Ando, yang menyuruh buat balik ke basecamp. Entah ada apa. Alhasil (lagi) bivack Ana yang sudah pewe nan cantik itu, yang dia buat dengan susah payah, dirobohin gitu saja sama Ando. Hiks, tegaaaaaaa..!!!!!!
...Bivack Poncho...
Loh si Ana malah jadi curhat pengalamannya dia?? Back to caang Jevan dan Rahmat.
Dengan waktu yang tersisa sebelum malam, mereka disuruh buat bivack ponco kaya yang pernah Ana dkk alami waktu itu. Tapi enaknya, posisi mereka berdekatan. Tapi memang posisi bivack mereka dengan basecamp agak jauh ke dalam. Dan untungnya lagi (buat mereka) malam itu beneran tidak hujan. Damn!
Tengah malam, semua senior tidur. Ada yang di dalam tenda ada juga yang di luar dekat sama api unggun. Yang saat itu masih melek, Ana dan Febry saja. Karena sama-sama belum mengantuk, jadi merekalah yang sekalian meronda. Nanti bergantian dengan yang lain yang sudah tidur buat mengecek para caang di bivack-nya. Posisi duduk mereka membelakangi api unggun yang masih berkobar, berhadapan sama sebagian kecil hutan pinus dan jauh di depan mereka adalah lokasi latihan militer Kopassus.
Tapi tiba-tiba saja, waktu mereka lagi asyik mengobrol, terdengarlah suara derap langkah-langkah kaki yang lagi melakukan gerak jalan plus suara komandonya! Sontak buluk kuduk mereka berdiri.
Kan enggak ada latihan militer, tapi kok..?
Mereka berdua saling pandang dan berharap apa yang mereka dengar itu salah. Tapi mereka yakin banget sama pendengaran mereka. Malah sekarang ditambah ada bunyi tembakan disusul kemudian bunyi derap langkah kaki kuda sama ringkikannya.
Wadoohhh!! Ini mah pasti apa-apa.
Baru saja Ana sama Febry mau beranjak membangunkan siapapun yang ada di dekat mereka, suara-suara itu tiba-tiba menghilang gitu saja. Lenyap! Sunyi!
Degupan jantung Ana dan Febry mungkin bunyinya kedengaran kompak. Biarpun mereka akhirnya merasa lega suara-suara aneh itu sudah hilang. Tapi tidak berlangsung lama sih mereka bisa bernafas lega. Soalnya tidak sengaja mereka melihat bayangan di balik sebuah pohon pinus tidak jauh di depan mereka. Tidak jelas itu bayangan apa. Tapi mereka berdua yakin banget itu kaya cewek pakai baju berbentuk jubah dengan rambut panjang berurai di depan pundaknya. Tidak jelas juga warnanya apa, yang pasti hitam kaya bayangan. Lagi-lagi mereka panik. Dan langsung pindah ke belakang Ando, Ochid dan Hendru yang lagi tidur tidak jauh dari mereka. Dengan takut mereka memberanikan diri buat melihat sesuatu tadi tapi sudah hilang. Tidak berbekas (lagi).
Paginya Ana dan Febry sepakat buat tidak cerita masalah semalam ke siapa-siapa. Karena pasti yang lainnya bakal meledek mereka habis-habisan. Dan mungkin karena hari sibuk, jadi mereka tidak terlalu memikirkannya lagi. Setelah sarapan, para caang dibawa oleh tim lapangan ke danau. Lumayan jauh dari posisi basecamp yang letaknya ada di atas permukaan tanah, tapi dekat sama kamar mandi (inget??).
Hari ini mereka (caang) mau melakukan materi penyebrangan basah. Teknisnya, mereka harus menyebrangi danau dengan bantuan **carrie**l mereka (yang sudah dibungkus pakai poncho biar tidak basah) yang dijadikan tumpuan atau pelampung biar mereka tidak tenggelam. Trik lainnya, ya pakai tali. Mereka harus meniti tali yang diikat dari ujung ke ujung danau dan mereka menjadikan tali itu buat pegangan saat menyebrangi danau.
Karena tali karmantel (tali yang biasa digunakan saat panjat tebing) kalau bergesekan langsung sama kulit suka terasa perih jadi mesti pakai sarung tangan. Tapi saat itu si Ando lupa bawa sarung tangan ‘canggih’nya dia, jadi mau tidak mau dia harus menyuruh orang buat mengambil sarung tangannya di basecamp, karena dia tidak bisa meninggalkan tempat eksekusi. And the lucky one is.. Ana (again) karena posisinya yang paling deket sama dia.
Shit!! Dia enggak tahu gue masih trauma gara-gara disuruh nyari pohon waktu itu dan tadi malam. Mendingan tadi gue dirinya jauh-jauh dari dia deh. Sungut Ana dalam hati.
Tapi mau tidak mau, tanpa bisa menolak, Ana tetap jalan ke arah basecamp dan sempet ketemu sama Aan.
"Mau kemana?"
"Ambil sarung tangannya Ando, Kak, di basecamp."
Aan menoleh ke arah jalan menuju basecamp lalu menatap muka Ana. "Perlu ditemenin?"
"Emang kenapa, Kak? Gue hapal jalannya kok."
"Hmm.. Ya sudah deh, kalau berani sendiri, hati-hati ya."
Ana pun kembali jalan ke arah basecamp.
Mesti cepet nih kalau enggak, si Ando bisa marah-marah.
Awalnya seperti yang waktu itu, masih santai, tapi lama-lama, perasaan itu datang lagi. Yup, perasaan kaya diikuti. Beberapa kali Ana menoleh ke belakang tapi tidak ada senior lain yang mengikutinya. Tapi semakin cepat dia jalan, perasaan diikuti itu juga semakin kencang mengikuti semua pergerakannya.
Akhirnya dia pun lari tidak tentu arah. Untungnya tidak kesasar dan tidak kepleset masuk jurang di sampingnya. Tapi anehnya pas dia lagi lari, dia dengar ada suara semak-semak yang bergesekan sama sesuatu padahal dia yakin banget badannya tidak mengenai semak-semak sedikitpun waktu lari. Sempat berhenti sih buat mengecek, tidak ada siapa-siapa tapi semak-semaknya goyang!! Kaya benar-benar ada yang menyerempet mereka (semak-semak). Dengan panik, dia langsung lari lagi.
Sudahlah yang penting sampai basecamp!
2 basecampers, yang saat itu lagi membereskan tenda-tenda dan alat-alat, langsung cengo alias tidak percaya melihat Ana datang sambil ngos-ngosan. Sama banget kaya peristiwa di Pinus waktu itu.
"Lo sama siapa ke sini?" Tanya Abed dengan tampang super cengo apa takjub, tidak jelas deh.
"Sendiri, gue.. disuruh.. ambil.. sarung tangan.. Ando, katanya.. ada.. di carriel-nya.." Sahutnya terpotong-potong karena efek nafas yang tidak beraturan.
"Biar gue yang nyari."
Tampang Danu saat itu juga sama kaya Abed. Cengo. Beneran tidak percaya Ana bisa sampai basecamp sendirian.
Tapi anehnya posisi Abed tidak berubah dari Ana datang sampai sekarang. Berdiri sambil megangin carriel-nya yang dia sandarin di kedua kakinya. Tapi yang buat Ana bingung pandangan dia bukan ke Ana tapi kaya.. ke arah belakangnya. Ana pun menoleh. Tidak ada apa-apa.
"Lo kenapa, Bed?"
Abed kaya baru tersadar langsung menggelengkan kepalanya. "Enggak ada apa-apa kok." Dia lalu berpaling ke Danu yang ada di dalam salah satu tenda. "Ketemu enggak, Nu?"
Tidak berapa lama, Danu keluar sambil memegang sepasang sarung tangan tebal warna hitam lalu memberikannya ke Ana. "Hebat banget lo enggak nyasar sampai sini, sendirian pula!"🥰
Ana hanya bisa menyengir. "Ya sudah, gue ke danau lagi ya? Bye." Waktu Ana mau berbalik pergi, Abed menahannya.
"Lewat sana saja, jangan lewat situ lagi."
Abed menunjuk ke arah yang lain. Memang ada 2 jalan sih, cuma jalan yang ditunjuk Abed itu agak jauh, maklum jalur penduduk. Kalau yang Ana lewatin tadi jalur hutannya. A shortcut, biarpun agak berbahaya, karena melewati samping jurang.
"Emang kenapa kalau lewat sana lagi?"
Ana sebenernya bingung melihat mimik muka Abed yang kayanya.. ketakutan (lagi) tapi coba dia tutupi.
"Enggak pa-pa, lebih aman, lewat sana kan licin, takut lo jatuh, sudah lewat sana saja ya."
Ana pun menurut. Kadang dia lebih percaya sama feeling Abed. Pasti memang ada apa-apa kalau sampai dia keukeuh menyuruh Ana begini begitu.
Pas balik ke danau, Ana tidak pakai jalan lagi, tapi lari! Ngibrit sih lebih tepatnya. Danu yang merasa ada yang aneh langsung nanya ke Abed. Tapi biasanya memang dia selalu mau tahu apa urusan orang sih.
"Ada apaan sih?"
Abed melihat hal yang membuat dia takut menghilang gitu saja barengan sama Ana yang pergi ke danau.
"Ada yang mengikuti Anto waktu ke sini tadi, Nu." Akhirnya dia pun cerita.
Carrielnya dia biarkan lalu duduk di matras dekat dengan bekas pembakaran api unggun. Danu terlihat sudah tidak heran sama hal itu biarpun agak kaget juga dengarnya.
"Serius lo? Apaan? Sekarang masih ada?"
"Sudah tidak ada, semoga enggak mengikuti Anto lagi." Abed terdiam sejenak. "Poci, Nu."
Sontak Danu pun lebih kaget. Abed menyebut pocong itu poci. "Kok bisa ngikutin si Anto?"
"Gue juga enggak tahu, setahu gue dia enggak lagi dapet deh. Dan asal lo tahu juga, Nu, kemaren waktu dia balik dari nyari pohon, dia juga diikutin, makanya gue enggak mau ikut sama lo."
"Sialan lo, Bed." Danu menonjok bahu Abed. "Kenapa lo enggak bilang? Kalau tahu gitu gue juga enggak pergi."
"Makanya gue enggak bilang, biar lo pergi." Abed pun tertawa dan Danu hanya bisa manyun mendengarnya.
_To be continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Galuh Jennaira
Visualnya thor, bikin kaget /Sob/
2024-02-08
1
rednow
ngeri2 sedap dah 😁😁😁
2021-02-18
1
L🌿
Mampir bawa boom like 👍
Semangat Thor 💪 Saling Dukung 👀
Ditunggu feedbacknya 😊
"Istri Pilihan Papa"
"Cinta Dan Musuh"
2021-01-24
1