Perjalanan mereka semakin berat karena memang harus melawan gaya gravitasi bumi. Paling mereka sesekali dapat bonus alias tanah flat yang bisa membuat perjalanan mereka sedikit lebih gampang, tapi memang kebanyakan tanjakan curam sih. Tanjakannya pun bukan sembarang tanjakan. Ada tanjakan dari tanah jadi kadang longsor waktu diinjak. Jadi mereka harus pintar bikin pijakan sendiri dari ujung sepatu mereka, tapi sayangnya karena jarangnya tumbuhan yang bisa dijadikan pegangan, maka mereka sesekali harus setengah merayap buat naik.
Setelah tanjakan tanah, pasti ada tanjakan berbatu. Jangan dipikir ini lebih gampang ya, malah semakin susah kalau tanjakan batu. Yups, kita harus pintar nyari pijakan kalau salah bisa keseleo tuh kaki dan bakal lebih menyusahkan diri sendiri sama orang lain kalau sampai hal itu terjadi.
Menjelang sore mereka baru sampai di puncak Gn. Burangrang. Finally!! Kabut pun sudah turun sebelum mereka sampai di sana dan hawa dingin sudah mulai merayapi badan dicampur dinginnya baju mereka yang memang basah oleh keringat.
Dan mereka pun akhirnya menemukan Hendru yang lagi duduk bersandar dengan mata setengah menutup di Tugu yang ada di sana. Jaket tebal sudah membalut badannya yang kurus. Tugas membuka jalur memang sudah selesai karena buat jalur turun mereka tidak perlu buka jalur baru. Dan yakin banget juga, dia sudah kenyang tidur.
"Gue pikir gue dikerjain, kalian enggak jadi naik terus gue harus sendirian di sini." Katanya langsung dengan suara serak kaya habis bangun tidur dan tampang judes. Tapi Ana dan yang lainnya malah tertawa. "Tapi gue yakin kalian lama sampai sini gara-gara mereka."
Hendru dan yang lainnya berpaling ke 2 orang yang berdiri terpisah dari mereka yang sedang istirahat. Carriel sudah ada di atas tanah dekat kaki mereka. Hendru pun bangkit dari duduknya lalu menghampiri 2 caangnya. Yang badannya agak gemuk namanya Jevan dan yang badannya kurus namanya Rahmat.
"Karena kalian lama banget, jadi istirahat kalian enggak lama, 15 menit abis itu jalan lagi."
Suaranya kedengaran lembut tapi tegas. Terbukti dari pergerakan Rahmat dan Jevan yang langsung duduk dengan kaki berselonjor sambil membuka perbekalan mereka.
15 menit kemudian, mereka mulai berkemas dan melanjutkan perjalanan mereka yang masih setengah jalan padahal hari sudah mulai gelap. Feeling mereka benar. Turunnya bakal pakai senter dan bakal jauh lebih ribet dari perjalanan naik biarpun nanti mereka berjalan turun. Tapi tidak terlalu khawatir karena ada Hendru yang kali ini jadi leader perjalanan mereka.
So, their journey was starting again..
Di Hutan Pinus, Situ Lembang.. 3 jam kemudian..
"Cewek-cewek stay di sini sama kak Joseph, yang lainnya ikut gue jemput mereka." Putus Ando karena merasa cemas tim lapangannya belum juga turun biarpun dia yakin Hendru bisa me-lead mereka balik.
Dia tambah dibuat cemas waktu melihat Febry, Lia dan Tita yang sudah sesegukan sambil berurai airmata dan saling berpelukan. Lebay bangetlah pokoknya.^^
Kecemasan paling terlihat di muka Abed. Dia cemas sama semuanya, tapi terlebih sama Ana. Makanya dari tadi siang dia sudah memanggil-manggil Ana dalam hatinya karena dia sudah mengira bakal kaya gini kejadiannya.
Jadi feeling Ana memang benar, kalau dia mendengar suara Abed. Dia langsung bangun dari duduknya tanpa menunggu komando Ando selanjutnya dan mengambil senternya.
"Let's go."
Dia lalu berjalan menuju jalur turun tim lapangan yang langsung diikuti oleh Ando, Danu, dan Aan.
Dengan bantuan cahaya dari senter, Ando memimpin yang lainnya karena dia memang sudah hafal sama jalurnya. Abed pun berjalan paling belakang. Di depannya ada Aan lalu Danu.
Setelah kira-kira 20 menit berjalan, mereka sampai di tanah flat atau datar yang cukup lebar kira-kira setengah lapangan kecil. Sebelah kirinya tebing tanah dan kanannya jurang yang cukup dalam. Di sekelilingnya banyak menjulang pohon-pohon tinggi.
Tiba-tiba saja Abed mendengar suara Ana yang lagi meminta tolong dari arah jurang. Dia memang paling kenal banget sama suara Ana dibanding yang lain. Mungkin karena seringnya mereka bareng. Sontak diapun mengecek ke arah jurang dengan senternya. Aan yang ngeh sama kelakuan Abed langsung berbalik menghampirinya.
"What's wrong?" Aan juga ikut menoleh ke dalam jurang dengan bantuan senternya.
"Enggak pa-pa, An."
Abed tidak mau membuat semuanya panik dengan bilang kalau dia merasa mendengar suara Ana dari dalam jurang. Biarpun dia tahu kalau Aan pasti tahu dia menyembunyikan sesuatu.
Ando dan Danu yang sadar Aan dan Abed tidak ada di belakang mereka akhirnya balik badan dan menanyakan hal yang sama. Tapi Abed tidak mau jujur dan minta mereka buat meneruskan perjalanan. Tapi sebelumnya, Abed lagi-lagi menoleh ke arah jurang dalam tadi baru kemudian menyusul yang lainnya.
Semoga kalian enggak kenapa-napa. Doanya dalam hati.
Perjalanan mereka bisa dibilang gampang banget, karena mereka jalan tanpa beban dan karena sudah senior pastinya. Setelah sejam mereka berjalan melalui tanjakan yang berundakan tanah, kadang berbatu atapun berakar, akhirnya tim Ando bisa bernafas lega waktu melihat banyak cahaya yang mereka yakini itu cahaya senter dari rombongan Hendru tidak jauh di depan mereka. Dan memang benar.
Thank God!
Abed tidak bisa menutupi rasa senangnya melihat Ana yang mukanya sudah keliatan kucel banget dan yang pasti kecapekan banget. Dan hal yang sama dirasain juga sama Ana. Jadi selama perjalanan, dia tidak mau jauh-jauh lagi dari Abed. Sampai-sampai, dengan sigapnya Abed membantu Ana kalau jalanan lagi turunan curam padahal Ananya masih bisa jalan sendiri. Tapi dia senang juga sih dapat perhatian lebih kaya gitu di depan yang lainnya pula, jarang banget ada tuh.
Mereka pun sampai di tanah flat tadi. Senior yang lain mengerjai para caang sebentar sekalian istirahat. Abed pun langsung cerita kalau tadi dia kaya mendengar suara Ana dari bawah jurang. Seketika Ana merasa bulu kuduknya berdiri sambil memberanikan dirinya buat menengok sedikit ke dalam jurang.
"Gue khawatir banget kalian kenapa-napa, soalnya suara lo kedengeran jelas banget."
Ana hanya bisa tersenyum dan merasa bersyukur banget mereka selamat. Dia lalu mengapit lengan Abed sambil melihat yang lainnya lagi mengomel ke caang karena gara-gara mereka berdua semuanya jadi kemalaman. Apalagi Keke, kayanya dia memang sudah diniatin mau mengomel. Gara-gara efek kekesalan yang dipendam selama perjalanan tadi.
Sampai di basecamp. Setelah evaluasi, mereka istirahat. Ando, Hendru, Joseph dan Ochid tidur di depan api unggun. Tangguh dan Danu serta para cewek tidur di tenda masing-masing. Aan dan Abed yang saat itu kebagian jaga malam.
"Gue tahu apa yang lo dengar di jurang tadi, Bed."
"Gue dengar suara Ana jelas banget, An. Tadinya gue mau balik lagi ke tenda ambil tali, terus gue cek ke bawah."
Aan tersenyum sambil menambahkan kayu ke api unggun yang membuat apinya semakin membesar.
"Untung enggak lo lakukan, soalnya kalau lo beneran turun, gue khawatir lo enggak bakal bisa balik ke atas lagi."
Abed menatap Aan.
"Mereka terkadang lagi minta tumbal kalau lo ketemu hal-hal kaya gitu." Aan sedikit merendahkan suaranya. "Lo pasti tahu bangetlah kalau di gunung kaya gini, terus menemukan hal-hal aneh, ya patut dicurigain."
Abed pun hanya bisa terdiam. Menatap kosong api unggun yang berkobar tidak jauh di depannya.
_To be continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Azzalea Hermawan
serem, tapi kata tmn adeku yg pernah hiking juga gitu sih, malah ada pasar malem di tengah hutan...😱
2021-01-24
1