Setelah beberapa hari tidak menghirup udara dingin di malam hari, akhirnya sekarang Nindi bisa kembali bergabung dengan geng amburadulnya.
Nama geng itu memang cocok sekali dengan kelakuan 5 orang yang digabungkan menjadi satu ini, urakan, suka mengganggu ketenangan orang lain demi kesenangan diri mereka sendiri.
Revi, Roni dan Tari adalah teman seangkatan Nindi tahun lalu, dikarenakan Nindi tidak lulus, jadilah dia ditinggalkan oleh teman-temannya itu, tapi seperti mendapat hikmah dari ketidak lulusannya, Nindi mendapat sahabat baru yang juga setipe dengan dirinya, yaitu Vena.
Geng amburadul terbentuk begitu saja semenjak Nindi pindah ke kota ini dan bersekolah di SMA yang sama dengan Revi, Roni dan Tari, sedangkan Vena hampir satu tahun bergabung dengan grup amburadul ini.
Sulitnya mencari pekerjaan di kota apalagi dengan bermodalkan ijazah SMA, membuat Revi dan Tari hampir satu tahun ini menganggur, apalah daya, untuk lanjut ke perguruan tinggi pun mereka tidak sanggup untuk membayar. Beasiswa? Jangan bermimpi, mereka bukanlah anak dengan otak yang cerdas, sama seperti Nindi, hingga bisa lulus SMA pun ibu mereka sudah banyak mengucap syukur alhamdulillah.
Sedangkan Roni, dia bekerja di bengkel milik pamannya, sehingga jarang mengunjungi base camp disiang hari, tapi dia tidak pernah melewatkan semalam pun nongkrong di perempatan bersama gengnya itu.
Dengarlah! Suara tabuhan gendang yang dimainkan oleh Vena dan Roni menarik perhatian setiap pengguna jalan yang berlalu lalang disekitar perempatan. Mumpung belum ada kereta yang lewat, jalanan masih terpantau lancar jadi mereka bisa bernyanyi-nyanyi tidak jelas sesuka hati mereka seirama dengan tabungan gendang yang dimainkan, tak jarang suara fals mereka ditertawakan oleh diri mereka sendiri.
Jika kereta sudah lewat dan portal kembali dibuka, maka lalu lintas akan menjadi kacau, kendaraan roda dua saling berebut untuk maju terlebih dulu, sedangkan kendaraan besar menghalangi pemotor untuk cepat-cepat meninggalkan kemacetan itu. Disaat itulah mereka akan berperan menjadi juru parkir yang handal, uang yang didapat lumayanlah untuk membeli cemilan, untuk menemani mereka nongkrong di malam temaram bertaburan bintang ini.
Di sisi lain, Levin kebetulan melintas di perempatan tempat geng amburadul itu nongkrong, dia baru saja pulang dari rumah Sandi untuk meminjam CD games.
Tanpa sengaja matanya menatap sosok Nindi yang sedang bernyanyi-nyanyi tidak jelas bersama teman-temannya. Sesekali terlihat perempuan itu tertawa dan bergurau dengan Vena ataupun Revi.
Mata Levin terus menatap kearah mereka tanpa mengurangi laju kecepatan motornya, sudut bibirnya tertarik keatas sehingga terlihat seringai kecil di bibirnya itu.
'Hidup loe itu udah kaya nggak punya beban aja.'
'Gimana loe mau lulus coba, kalau tiap malam bukannya belajar malah nongkrong. Apalagi sebentar lagi ujian nasional mau dimulai. Dasar cewe urakan!' Levin mengumpati Nindi dalam hatinya.
Motor Levinpun berlalu meninggalkan perempatan, masih tidak habis fikir. Apa perempuan itu tidak belajar dari pengalamannya? Apa dia benar-benar betah duduk dikursi kejayaannya sehingga tidak rela jika dirinya lulus SMA dan akan pergi meninggalkan kursinya itu?
Levin geleng-geleng kepala memikirkan nasib Nindi kedepannya. Hanya perlu sebuah keberuntungan untuk merubah nasib perempuan urakan itu agar menjadi jauh lebih baik lagi.
'Masa depan loe itu suram tau!' Levin terus bergumam-gumam sendiri.
Ciiiiiiit!
Levin mendadak menekan rem depan motornya untuk menghindari dua orang yang sekarang sedang berdiri tepat di hadapannya. Untung saja dia sigap, kalau tidak, mungkin Levin sudah menabrak kedua orang itu.
Masih merasa syok, Levin melihat dua orang pria berbadan kekar dan berambut gondrong itu mendekat ke arahnya. Mereka saling melirik dan mengangkat alisnya seperti mengatakan 'ayo!'.
Rasa syok Levin berubah menjadi tegang saat melihat tampang garang yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Mampus gue!"
Menyadari situasi genting, Levin buru-buru untuk kembali melajukan motornya. Tapi sial, salah satu preman itu dengan cepat menarik kunci dari lubangnya, dan satu orang lainnya memegangi setang motor.
"Turun loe!" Sentak preman yang memegangi setang sambil melotot tajam kearah Levin.
"Apa ini? Apa gue mau dibegal?" Tanya Levin dengan bibir yang gemetar. Kakinya juga bergetar, Levin tidak merasakan dia sedang berpijak diatas aspal, melainkan tengah melayang di udara.
"Siapa yang mau begal loe, kita mau begal motor loe. Cepat berikan STNK nya, hp loe juga!" Ucap preman yang kini sudah memegang kunci motor Levin.
"Tolong jangan bang, motor ini masih ada cicilan, nanti kalian dicari debt kolektor kalau sampai begal motor ini." Ucap Levin berusaha mengelabui dua preman itu.
Padahal motornya itu dibeli secara cash oleh papanya sebagai hadiah ulang tahun yang ke 17 dulu.
"Banyak bacot loe! Gue nggak takut sama debt kolektor, wong kerjaan sampingan gue juga sebagai debt kolektor." Ucap preman itu.
Levin mengatupkan kedua tangannya memohon ampunan, berharap jika kedua preman itu mau berbaik hati melepaskan dirinya dan motor kesayangannya.
Tapi bukan preman namanya jika mau melepaskan mangsa yang sudah ada didepan mata. Preman yang satunya lagi menodongkan sebilah pisau kearah Levin karena dia banyak bicara dan tak kunjung mau menyingkir dari motornya.
"Turun loe atau mau gue tusuk?" Preman itu mendekatkan pisaunya kepada Levin, membuat Levin mengangkat kedua tangannya ke udara. Sedangkan preman yang lainnya merogoh saku jaket dan celana Levin mencari benda berharga lainnya.
Levin merasa geli saat tubuhnya dijamah preman itu.
'Kalau begalnya cewe sih nggak apa-apa, gue ikhlas.'
Sedangkan di sudut lain, tepatnya di perempatan.
"Stop stop!" Revi memberi kode agar Vena dan Roni berhenti memainkan gendangnya.
"Kenapa Rev?" Tanya Tari.
"Kalian nggak ngerasa lapar apa?" Revi balik bertanya.
"Lapar lah."
"Ya lapar, udah konser berjam-jam juga nggak ada konsumsinya."
"Iya Rev, beliin kita makan dong!" Ucap Vena
"Sialan, disini gue ketuanya, masa loe mau nyuruh gue!" Revi melotot kearah Vena, Vena hanya nyengir kuda mendapat hadiah pelototan itu.
"Ya udah, Nindi, loe dibeliin kita makanan. Martabak sama gorengan yang ada didepan sana!" Revi menunjuk kearah barat.
Nindipun menempelkan keempat jarinya di kening memberi hormat.
"Siap bos, sini duitnya!" Nindi mengulurkan tangannya ke hadapan Revi.
"Pake duit loe dulu dah!" Ucap Revi tanpa merasa bersalah sedikitpun. Nindi menganga tak percaya menghadapi bosnya yang tidak bertanggung jawab ini.
"Sialan loe, bos macam apa sih loe ini! Gue duit dari mana? Kalau disini loe bosnya, harusnya loe yang tanggung jawab sama perut kita-kita. Ini malah loe lempar ke gue." Nindi malah memarahi Revi.
Tari dan Vena cekikikan melihat wajah Revi yang memerah mendapat semprotan dari Nindi. Memang Nindi dan Roni lah yang paling berani membangkang kepada Revi, sedangkan Tari dan Vena selalu tidak bisa menolak perintah Revi, itupun jika masih dalam kategori wajar.
"Oke, ambil nih. Cabut kata-kata loe kalau gue bukan bos yang bertanggung jawab!" Kalah telak, akhirnya Revi memberikan uang recehan hasil markir kepada Nindi.
Nindi tersenyum senang melihat uang lecek yang diberikan oleh Revi.
"Oke, gue ralat kata-kata gue. Loe itu memang bos yang bijak sana dan berhati mulia." Ucap Nindi sembari cekikikan.
"Jilat terus Nindi!" Ucap Tari.
"Astaga Nindi, kalau bohong itu jangan keterlaluan. Nanti dosa loe makin numpuk kaya di tempat pembuangan sampah!" Ucap Roni.
"Udahlah, cepet pergi sana loe!" Revi mengibaskan tangannya geram, agar Nindi cepat-cepat pergi membeli makanan.
"Sialan loe udah dipuji juga malah ngusir!" Gumaman kecil terdengar, Nindipun berlalu sambil menggerutu.
"Ayo dah lanjut lagi Ron! Ven!" Revi memberi titah agar Roni dan Vena memainkan lagi alat tempur mereka, gendang.
Gendang pun kembali ditabuh, mereka kembali bernyanyi-nyanyi tidak jelas tanpa Nindi.
Sementara itu, Nindi berjalan sendirian dibawah terang sinar rembulan yang ditemani oleh taburan bintang berkelap-kelip.
"Ah, senangnya jadi bulan, selalu dinantikan kehadirannya setiap malam, selalu dipuja oleh bintang-bintang. Dia itu seperti pemeran utama di malam hari." Nindi berceloteh sendiri.
"Ampun bang, tolong jangan!" Lamunan Nindi tentang bulan membuyar saat mendengar suara seseorang meminta ampunan.
Nindi menajamkan penglihatannya, pencahayaan yang minim membuat Nindi tidak bisa dengan jelas melihat apa yang sedang terjadi didepan sana.
Pelan namun pasti, Nindi mendekat kearah sumber suara tadi.
"Itu hp gue bang, jangan diambil!" Semakin terdengar jelas, Nindi seperti tidak asing ketika mendengar suara itu.
"Astaga! Itukan si Levin, kenapa dia mainannya sama preman begitu sih?" Ucap Nindi ketika penglihatannya meyakini jika laki-laki pemilik suara tadi adalah Levin.
"Woy Levin, nggak menyangka gue ternyata loe juga sindikat preman ya." Nindi menimbrung kegiatan mereka.
Sontak ketiga laki-laki itupun menoleh kearah Nindi.
Kedua preman itu mengerutkan alis tanda tak mengerti, sedangkan Levin mengutuk kebodohan Nindi. Bagaimana bisa si bodoh ini mengira jika dirinya adalah kawanan preman seperti mereka.
"Astaga Nindi, gue tau loe itu bodoh, tapi seenggaknya loe bisa baca situasi kek kalau gue ini lagi dalam bahaya, gue lagi dibegal." Ucap Levin geram.
"Apa? Loe bilang gue apa tadi?" Tanya Nindi meyakinkan kalau telinganya tidak salah dengar tadi.
"Loe bodoh, bukannya bantuin gue loe." Levin menggerutu.
"Empuk banget loe bicara, udah loe hina-hina gue tadi sekarang loe malah mau minta bantuan gue. Udah lah bang, begal aja dia, kalau perlu jaket sama celananya juga kalian lepas dari badannya. Biar dia pulang telanjang. Jaket sama celananya harganya mahal lho, dia kan anak orang kaya." Ucap Nindi penuh kemenangan.
"Bener juga ide loe!" Ucap salah satu preman.
"Sial, loe malah ngomporin mereka lagi." Ucap Levin.
Nindi terkekeh renyah melihat ketakutan diwajah Levin, seru juga ternyata mengerjai laki-laki tengil itu.
Kedua preman itu mulai menurunkan resleting jaket Levin, Levin semakin gelagapan dibuat mereka.
"Ampun bang, jangan! Gue masih perjaka." Ucap Levin semakin gemetar. Kedua preman tidak mengindahkan ucapan Levin, mereka berhasil membuka jaket yang dikenakan Levin tadi.
"Sekarang buka celana loe!" Seru preman.
"Plis bang jangan, bang, kasihanilah gue bang. Nindi bantu gue Nindi." Levin semakin ketakutan, Nindi malah semakin senang.
BUKK !!
BUKK !!
_______________
Jangan lupa like, komennya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rafa Aqif
kq kunyooollll seee..... 😆😆😆😆🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-01-18
1
Conny Radiansyah
Nindi, begonya amit " deh, btw loe yang nonjok tuh preman ....keren
2022-01-04
1
naviah
semangat thor 💪
hahaha kelakuan mereka bikin ngakak🤣🤣🤣
2021-12-31
0