Sheerin dan Lea terlihat sedang menikmati makan siangnya di kantin kampus, jika Lea dengan lahapnya memakan makanan yang dia pesan, maka berbeda dengan Sheerin yang hanya menatap kosong sambil mengaduk-aduk makanannya.
Selera makannya benar-benar tidak ada, pernyataan mama Anya yang penuh dengan tekanan dan ancaman kemarin masih terngiang di kepalanya.
"Loe kenapa sih Rin? Bengong aja dari tadi bukannya dimakan?" Ucap Lea yang menyadari tingkah aneh Sheerin sedari tadi.
"Gue nggak mau!" Ucap Sheerin spontan dengan nada cukup tinggi, membuat Lea terperangah mendengar tanggapan dari sahabatnya itu.
"Kalau nggak mau kenapa loe pesan itu makanan?" Tanya Lea keheranan sendiri.
"Bukan makanannya Lea." Ucap Sheerin terlihat frustrasi.
"Ya habis itu apa? Gue bukan cenayang yang bisa tau isi pikiran loe tanpa loe bilang apa masalah loe sama gue." Balas Lea kemudian.
"Gue nggak mau dinikahin, gue masih mau menikmati hidup gue tanpa terkekang oleh status pernikahan." Sheerin akhirnya mengungkapkan apa yang sedari tadi terasa mengganjal di hatinya.
"Uhuk, untuk!"
Pernyataan itu sontak membuat Lea tersedak makanan yang berada didalam mulutnya.
Dengan cepat Sheerin memberikan Lea segelas air putih kehadapan sahabat seperjuangannya itu, Lea menerimanya kemudian meminum air didalam gelas itu tanpa menyisakan setetespun.
"Pelan-pelan dong Le!" Ucap Sheerin sambil menepuk tengkuk Lea pelan.
Lea menelan saliva nya dengan susah payah, wajahnya terlihat memerah akibat tersedak, ketika sudah bisa kembali mengendalikan diri, Lea menatap tak percaya kearah Sheerin.
"Jadi Loe mau dinikahin? Sama siapa?" Tanya Lea kemudian.
Sheerin menghembuskan nafas asal, wajah paniknya tadi berubah menjadi sendu, menyandarkan punggungnya kesadaran kursi
"Gue juga nggak tau Le, ibu tiri itu semena mena banget sama gue. Gue dipaksa menikah sama orang yang sama sekali nggak gue kenal, dan yang lebih parahnya lagi, pernikahan ini harus dirahasiakan dari ayah. Gue boleh memberitahu ayah tapi kalau pernikahannya udah terjadi." Curhat Sheerin.
"Ibu tiri loe itu memang keterlaluan ya!" Lea memukul meja dengan kepalan tangannya, ikut merasa kesal kepada mama Anya.
"...loe jangan asal terima aja keputusannya itu Rin, loe harus selidiki apa motif dan tujuan tante Anya mau menikahkan loe. Gue yakin kalau si tante Anya ini pasti ada maksud terselubung." Ucap Lea penuh kecurigaan.
"Gue juga berpikir seperti itu Le, gue nggak mau masa depan gue ikutan hancur, cukup masa lalu gue berantakan. Dan gue memutuskan buat pergi aja dari rumah, lebih baik gue hidup sederhana tapi hidup gue bebas tanpa ada yang mengekang."
"Loe mau pergi kemana Rin?" Tanya Lea mulai cemas.
"Kemana aja, asal gue nggak dinikahkan secara paksa sama laki-laki yang nggak gue cintai." Jawab Sheerin, matanya sudah mulai memerah, mengingat nasibnya yang jauh dari kata beruntung.
Lea sebagai sahabat yang baik dan mengerti akan perasaan Sheerin, membawa Sheerin kedalam pelukannya, mengusap-usap pundak perempuan itu. Dia seperti bisa merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Sheerin. Bagaimana tidak? Lea sangat tau betul bagaimana detail kehidupan yang dijalani oleh Sheerin selama ini, mereka sudah bersama sejak memasuki masa SMP, lebih tepatnya 7 tahun yang lalu.
Telinga Lea adalah saksi nyata, tempat mendengarkan semua keluh kesah dan cerita kelam yang di adukan oleh Sheerin sembari berderai air mata, dan bahu Lea adalah tempat paling nyaman untuk Sheerin bersandar, sampai terkadang dia tanpa sadar terlelap disana.
"Kalau loe butuh tempat, datanglah Rin, pintu rumah gue terbuka lebar selama 24 jam full buat loe. Tapi itu berlaku di jam kerja aja, hari sabtu minggu dan tanggal merah libur, hehe." Ucap Lea cengengesan, Sheerin menarik dirinya dari dekapan Lea, bibirnya sudah mengerut seiring dengan tawa kecil yang terdengar dari mulut Lea.
Lea yang menyadari perubahan Sheerinpun semakin melebarkan tawanya.
Tak jauh dari tempat mereka duduk, Clarissa menatap kedua sahabat itu dengan tatapan kebenciannya, matanya terlihat menyala seperti api yang berkobar.
Marah, iri dan tidak suka saat melihat kedekatan yang semakin hari semakin menjadi-jadi itu.
Dengan pikiran piciknya, Clarissa berjalan santai mendekat kearah meja mereka sambil membawa jus mangga di tangannya.
Dan saat berada tepat disamping Sheerin, Clarissa dengan sengaja menumpahkan jus mangga itu dipangkuan Sheerin.
"Ahh!" Ucap Sheerin spontan saat merasakan bajunya basah.
"Upss, sorry gue nggak sengaja." Clarissa menutup mulutnya yang menganga dengan kelima jarinya. terlihat jelas sekali jika itu hanya dibuat-buat saja.
"Loe jalan nggak liat-liat apa?" Tanya Sheerin dengan nada yang masih terkontrol.
Lea terperangah melihat kejadian itu, saat Sheerin diperlakukan seperti ini, tapi kenapa Sheerin tidak terpancing untuk marah? Dan masih bicara dengan nada yang bersahabat. Lea berdiri dari posisi duduknya, menatap tajam kearah Clarissa, tidak terima dengan perlakuan semena-menanya.
Bukan hanya sekali dua kali peristiwa seperti ini terjadi, Lea bahkan sudah tidak bisa menghitung dengan jarinya sendiri.
"Loe sengaja ya numpahin jus itu? Mau loe apa sih sebenernya? Kalau loe mau cari perhatian bukan begini caranya." Ucap Lea yang mulai tersulut emosi.
Clarissa tertawa menyeringai mendapat makian dari mantan sahabatnya itu.
"Apa? Cari perhatian? Sory ya, gue nggak tertarik buat gabung lagi sama kalian. Kalian nggak sadar apa kalau kalian ini sangat membosankan." Ucap Clarissa melipat kedua tangannya didada.
"Udahlah Le, nggak usah diladeni." Sheerin meraih lengan Lea dan menariknya.
"Nggak bisa Rin, manusia satu ini udah sangat keterlaluan, maksudnya apa coba cari gara-gara terus sama kita?" Ucap Lea menggebu.
"Kalian yang keterlaluan, kalian adalah musuh dalam selimut, kalian pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Anggap aja ini sebagai penebusan dosa kalian sama gue. Tapi bagi gue, ini semua masih belum cukup untuk membayar penghianatan yang udah kalian lakukan." Ucap Clarissa tak kalah menggebu.
Sheerin sadar, kalau apa yang dikatakan Clarissa itu memang benar adanya, sehingga saat dia mendapat perlakuan kasar dari mantan sahabatnya itupun, dia seperti bisa menerima dengan lapang, dengan harapan Clarissa bisa memaafkan kesalahannya dimasa lalu.
"Tuh kan, loe memang dasar orangnya pendendam. Pantas aja sampai sekarang loe nggak pernah punya sahabat lagi." Ucap Lea.
"Lebih baik nggak punya sahabat sama sekali, dari pada punya sahabat yang menusuk dari belakang, apa itu bisa dikatakan sahabat, itu cuma kedok doang." Ucap Clarissa.
"Ris, lebih baik loe lupakan kejadian buruk yang pernah terjadi diantara kita dulu, dengan begitu loe nggak akan memiliki perasaan iri lagi di dalam hati loe. Gue yakin dengan itu loe bisa melanjutkan hidup loe dengan lebih baik lagi. Atau bahkan kita bisa bersahabat seperti dulu lagi, gue kangen kita bertiga nginep dirumah loe. Karaokean bareng, hang out bareng. Persahabatan kita nggak sempurna tanpa loe." Sheerin mencoba untuk membuka mata hati Clarissa dengan mengingatkan kenangan indah kebersamaan mereka dulu.
Clarissa terdiam, namun matanya tak berhenti memancarkan kebencian untuk Lea dan Sheerin.
"Gue yakin, kalau loe juga sebenernya kangen masa-masa itu. Ayo kita buka lembaran baru, anggap aja semua nggak pernah terjadi, buang yang buruknya dan simpan yang baiknya, jadikan kejadian itu sebagai pelajaran untuk hidup kita yang lebih baik kedepannya."
"Bulshit loe, persetan sama yang namanya persahabatan, gue benci kalian. Kalian adalah manusia laknat yang pernah gue temui didunia ini." Clarissa kemudian berbalik badan setelah mengucapkan kalimat itu, tanpa ingin mendengar lagi kata-kata Sheerin yang mungkin akan bisa membuat pendiriannya goyah.
"Loe yang laknat, jadi orang kok nggak bisa dibilangin, gue sumpahin loe nggak akan punya temen seumur hidup." Jika Sheerin masih tetap berusaha untuk kembali merubah Clarissa, maka lain halnya dengan Lea, dia selalu merasa kesal atas semua yang dilakukan Clarissa terhadap Sheerin, karena dia tau jika kejadian dimasa lalu bukanlah sepenuhnya kesalahan Sheerin.
Tapi Clarissa selalu menutup mata dan telinga untuk kebenaran sekalipun.
"Udah lah Le, biarin aja dia merasa benar dengan pemikirannya sendiri." Sheerin menatap punggung yang dulu pernah digunakannya untuk bersandar itu semakin menjauh dengan tatapan sendu.
"Gue heran, kok ada ya manusia keras kepala kaya dia. Udah tau kenyataan nya masih aja nggak mau ngerti." Ucap Lea sambil mengepalkan tangan, meskipun Clarissa jarang menunjukkan kebenciannya terhadap Lea seperti kebenciannya kepada Sheerin, tapi Lea akan selalu menjadi tameng untuk Sheerin saat Clarissa datang menyerang, apalagi saat Sheerin hanya diam saja diperlakukan kasar, itu membuat Lea semakin naik darah.
Keduanya pun kembali menjatuhkan diri di kursi yang sebelumnya mereka gunakan, menopang tangan pada pipinya, berkutat dengan pemikiran mereka masing-masing.
Sheerin yang memang sejak tadi sedang bad mood, perasaannya semakin kacau setelah kedatangan Clarissa tadi.
"Kapan ya Clarissa kembali seperti dulu lagi?" Tanya Sheerin.
Lea menoleh ke arahnya.
"Dia nggak akan pernah berubah lagi Rin, buang harapan loe itu jauh-jauh. Loe masih punya gue, gue yang akan selalu ada buat loe. Satu sahabat yang menemani loe saat nangis jauh lebih daripada sepuluh teman yang hanya ada saat loe bahagia." Ucap Lea penuh penekanan.
Sheerin langsung berhamburan kedalam pelukan Lea, merasa beruntung karena masih ada orang yang masih perduli terhadap dirinya.
"Makasih ya Le, loe memang sahabat terbaik gue. Gue nggak tau gimana hidup gue kalau loe nggak ada." Ucap Sheerin. Lea mengelus pelan pundak Sheerin, keduanya pun saling berpelukan, hanyut kedalam suasana haru yang tercipta siang itu.
***
Nindi membuka handle pintu rumah kontrakannya, memasukkan kepalanya sedikit untuk melihat keadaan didalam sana.
"Nindi, kamu lagi apa disana? Cepat kemari, kakak mau berangkat kerja sekarang." Ucap Yuvi saat melihat wujud Nindi yang hanya kepalanya saja.
"Eh, he he." Nindi hanya cengengesan, dia kira kalau kakaknya itu akan memarahi dirinya karena pulang sedikit telat gara-gara adu mulut dulu dengan Levin tadi, tapi ternyata tidak. Alhamdulillah. Hehe.
Nindipun membuka pintu lebar-lebar kemudian berjalan menghampiri kakaknya yang sudah rapi dengan setelan seragam kerjanya dan sang ibu yang sedang duduk bersandar diatas kursi usang.
"Untung aja kamu pulang tepat waktu. Ya udah, kakak berangkat sekarang ya. Awas jangan sampai kamu ninggalin ibu sendirian dan nongkrong-nongkrong nggak jelas sama geng amburadul kamu itu." Ucap Yuvi.
"Hehe. Iya kak, tapi ada satu masalah." Ucap Nindi sambil cengengesan, membuat Yuvi mengerutkan dahi.
"Masalah apa?" Tanya Yuvi kemudian.
"Uang buat ujian nasional harus dibayar secepatnya kak." Jawab Nindi.
Yuvi menarik nafas nya dalam-dalam, satu lagi beban yang harus dia pikirkan jalan keluarnya.
"Kakak usahakan secepatnya. Tapi kamu harus janji sama kakak, tahun ini kamu harus lulus. Belajar yang giat! Jangan lakukan kesalahan seperti tahun lalu. Kalau sampai kejadian itu terulang lagi, kamu biayai aja sendiri biaya sekolah kamu." Balas Yuvi terlihat frustasi.
"Iya, kamu harus banyak belajar setiap malam Nin, jangan keluyuran terus." Ibu menimpali, membuat Nindi jadi terpojok.
Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, diapun bingung kenapa rasanya malas sekali untuk belajar di malam hari, bawaannya selalu saja mengantuk, mendadak buku jadi sama seperti Levin, musuh bebuyutannya. Beda halnya kalau dia nongkrong bersama gengnya, sampai pukul 1 pagi pun mata Nindi masih kuat untuk dibawa melek.
"Ya udah bu, Yuvi berangkat. Assalamualaikum." Yuvi menyalami sang ibu sebelum akhirnya pergi.
"Waalaikumsalam." Balas ibu dan Nindi bersamaan.
Setelah kepergian Yuvi, Nindi duduk disamping ibunya lalu kemudian meraih tangan sang ibu dan memijatnya perlahan.
"Ibu tau kalau sudah seperti ini, kamu pasti lagi ada maunya kan Nindi." Ucap ibu seperti sudah bisa membaca pikiran Nindi.
"Hehe, nggak kok bu, Nindi cuma lagi pengen aja pijitin ibu." Balas Nindi.
"Kamu harus buktikan sama kakak kamu, kalau kamu bisa lulus tahun ini." Ucap ibu.
"Iya bu. Nindi pasti lulus tahun ini." Ucap Nindi mantap dengan kepercayaan diri penuh.
Sejenak, keheningan tercipta diantara mereka. Nindi masih tidak berhenti memijat tangan sang ibu yang terasa tinggal tulang saja, penyakit ibu seperti menggerogoti tubuhnya, sehingga tubuh kecil itu terlihat kurus kering. Perasaan sedih selalu saja menyeruak dihati nya saat melihat sang ibu.
Itulah alasannya kenapa Nindi tidak betah tinggal dirumah, dia selalu tidak tega saat melihat kondisi fisik sang ibu, terlebih saat penyakit asma yang ibu derita mulai kambuh, Nindi ingin menangis saja rasanya.
ibu menikmati setiap sentuhan dari tangan anaknya itu. Entah belajar dari mana Nindi tehnik memijat seperti itu.
"Bu." Ucap Nindi kemudian.
"Ya?" Sahut ibu.
"Kalau aja abah masih ada ya, mungkin sakitnya ibu bisa abah sembuhin." Ucap Nindi.
"Abah udah tenang disana Nin, kita hanya perlu bersyukur dengan apa yang masih Tuhan berikan kepada kita. Contohnya bernafas." Ucap ibu.
Apa yang dikatakan ibu benar, bersyukur adalah salah satu cara agar bisa membuat kita bahagia menjalani kehidupan, bahkan Nindi telah lama menjalankan nasihat dari sang ibu, selalu merasa bersyukur. Sebab itu Nindi selalu merasa bahagia berada diantara orang-orang yang menyayanginya.
"Oh ya bu, Nindi lapar nih." Ucap Nindi mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin melihat ibunya hanyut dalam kesedihan.
"Ya sudah, makan dulu sana, kakakmu tadi masak tumis kangkung sama goreng tempe." Balas sang ibu.
"Wah, selera makan Nindi naik 10 kali lipat." Nindi tersenyum senang, bak mendapat durian runtuh mendengar perkataan ibunya, diapun berjalan sambil jingkrak-jingkrak menuju kearah dapur.
Ibu hanya melihat kelakuan putrinya itu sambil geleng-geleng kepala. Dia sangat bersyukur karena dikaruniai dua orang putri yang mau mengerti ditengah kondisi ekonominya yang lemah.
Dan mereka sudi untuk mengurus dirinya yang tidak berguna dan selalu saja sakit-sakitan.
_________
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca... ini baru awal ha, ketegangan belum kelihatan, coba baca beberapa episode lagi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
anthy haryanti
kapan mereka bertemu yah
2022-02-04
0
V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷
Masih Setia.....Stay And Masih Penasaran Kelanjutannya Semangattttt !!!!! 😍👍🏻
2022-02-01
1
라벤더(labendeo)
Setuju emang ini zaman siti nurbaya, pasti ada udang di balik rempeyek
2022-01-31
0