Karina yang cerewet, merepet terus sepanjang pagi. Membujuk Maira dan Janu agar segera berangkat ke Dago. Begitu pula Bayu, dengan semangat dia menimpali setiap perkataan Karina. Bahkan si kecil Oza pun ikut terpengaruh. Merengek, meminta ayah bundanya agar segera berangkat.
"Sana, Ayah, berangkat saja!" perintah Oza dengan mimik wajah lucunya. "Oza kan, mau pergi jalan-jalan juga sama om dan tante!"
Pada akhirnya Janu dan Maira pun berangkat juga, setelah sederet pesan dia sampaikan pada Karina. Oza tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Oza harus begini, harus begitu. Ciri khas ibu-ibu saat akan meninggalkan anaknya.
"Mbak Maira tenang aja. Semuanya pasti aman terkendali!" Karina mengacungkan ibu jari pada Maira yang melongok di jendela mobil.
"Ingat, Oza jangan dibiarkan bobok terlalu malam. Suruh sikat gigi dulu sebelum tidur. Vitaminnya jangan lupa. Juga madunya ...."
"Aduuuh, ribet banget sih, emak-emak!" sungut Karina. "Iya, iyaa ..., sudah sana berangkat!"
Perjalanan ke Dago memakan waktu tak lebih dari satu jam. Sepanjang perjalanan Maira terlihat bahagia. Ketegangannya saat meninggalkan Oza sudah tak bersisa. Janu pandai menghibur istrinya itu dan membuatnya mulai bisa menikmati perjalanan mereka.
Kawasan Dago yang terletak di Bandung utara menyimpan banyak destinasi wisata mengagumkan. Mulai dari wisata alam hingga cafe-cafe cantik yang instagramable. Saat akhir pekan banyak wisatawan berkunjung ke sana.
Janu membawa Maira ke salah satu penginapan yang sudah dia pesan sebelumnya. Resort di atas bukit dengan view cantik pegunungan dan tebing Bandung Utara yang mempesona. Janu tahu, istrinya sangat menyukai semua hal yang berbau alam.
"Wow, indah sekali, Mas!" seru Maira saat membuka gorden. Dari pintu kaca yang menghubungkan dengan balkon kecil di luar kamar, tampak pemandangan alami perbukitan sekitar resort. Sementara jauh di depan, terlihat samar kota Bandung.
"Kalau malam lebih cantik lagi, Dik. Lampu-lampu di kota Bandung akan tampak berkerlap-kerlip seperti bintang."
Janu memeluk Maira dari belakang. Tangannya melingkar di perut istrinya. Hidungnya menyesap bau harum tubuh Maira. Sejenak lelaki itu memejamkan mata, menikmati kehangatan yang tergenggam dalam hidupnya. Untuk kesekian kali, dia kembali merasakan jatuh cinta pada perempuan itu.
Sementara Maira merebahkan kepala di dada bidang Janu. Perempuan itu masih mengagumi view yang tampak dari kamarnya.
"Aku nggak sabar nunggu malam tiba, Mas."
"Kenapa harus nunggu malam? Sekarang juga bisa, kok."
"Ih, mas ini ngeres aja pikirannya!"
Maira mencubit paha Janu. Membuat lelaki itu terpekik kesakitan.
Siang itu mereka menikmati makan siang di restoran dalam resort. Menu masakan sunda, nasi tutug oncom lengkap dengan lauknya menjadi pilihan mereka. Setelah selesai makan, Janu menanyakan pada Maira apakah dia ingin istirahat dulu atau jalan-jalan di seputar resort.
"Jalan-jalan dulu saja lah, Mas. Mumpung ada di sini."
"Oke. Kamu pengen kemana?"
"Tadi kulihat ada papan penanda arah Taman hutan raya pas kita berangkat. Jauh enggak dari sini, Mas?"
"Enggak, sayang. Paling sepuluh menitan."
"Kita kesana, yuk!"
Janu menyetujuinya. Setengah jam kemudian mereka sudah berada di kawasan wisata Taman hutan rakyat Ir. H. Djuanda. Hutan yang merupakan kawasan konservasi terpadu antara alam sekunder dan hutan tanaman itu banyak di dominasi berbagai jenis tanaman pinus. Udaranya segar. Jalanan terbentang di antara rindangnya pepohonan. Mereka berdua berjalan santai di antara pengunjung-pengunjung lainnya.
"Kawasan hutan ini luas banget, Dik. Membentang sampai ke daerah Lembang sana. Kalau mau menjelajahi, harus benar-benar siap fisiknya, karena jarak dari sini sampai ujung sana kurang lebih 10 kilometer an."
"Kalau gak lagi hamil, aku pengen hiking di sini, Mas." Maira terlihat sangat antusias.
Janu berhenti. Dipegangnya pergelangan tangan Maira sehingga istrinya itu ikut berhenti.
"Apa, Mas?"
"Sayang, yang jadi pasukan komando cukup aku saja. Kamu jangan ikut-ikutan pengen long march gitu, ya!"
Maira tertawa geli melihat ekspresi serius di wajah Janu. "Yuk, ah, jalan lagi. Aku pengen lihat goa jepang yang kamu ceritakan tadi!" ajaknya kemudian.
Janu terperanjat. "Jangan, Dik, nanti kamu kecapekan. Jauh, lho. Masih sekitar setengah kilometer lagi. Jalannya juga naik turun!"
"Aku nggak bakalan capek, mas!"
"Ya, kalaupun nggak capek, kamu tetap nggak boleh mengabaikan janin yang kamu kandung itu!"
Maira termangu. Dalam hati dia membenarkan perkataan Kanu. Akhirnya dia mengalah, menurut kata suaminya.
"Tapi janji ya, Mas, lain kali kamu harus ajak aku menjelajahi tempat ini!" Maira merajuk.
"Pasti. Nanti kalau anak kita sudah besar."
"Lamaaa ...!" Maira memberenggut kesal. "Kan, bisa nanti kalau kandunganku sudah kuat, kita jalan-jalan lagi kesini. Sekalian olahraga, biar lahiranku lancar."
Janu tercenung. Ah, Dik, menunggu lahiran anak kita pun belum tentu aku bisa. Mungkin ketika saat itu tiba, aku masih di bumi Papua sana.
Maira melambaikan tangan di depan wajah Janu. "Jangan bengong, ih!"
Janu tersenyum. Diraihnya kepala Maira dan ditenggelamkan ke dadanya. "Semoga kamu dan bayi kita selalu sehat ya, Dik."
Hampir dua jam mereka menikmati kesegaran udara tahura. Menjelang sore Janu mengajak istrinya kembali ke penginapan. Saat berjalan menuju pintu keluar, Janu menghentikan langkah Maira. Dia berjongkok di depan istrinya.
"Sayang, coba mana tanganmu?"
"Kenapa, Mas?"
"Lingkarkan tanganmu di leherku!"
Tanpa curiga Maira mengulurkan tangan, memeluk pundak Janu dari belakang. Tiba-tiba suaminya itu berdiri sehingga tubuh mungil Maira ikut terangkat.
"Aaagh!" pekik Maira terkejut.
Janu tak menghiraukan. Kedua tangannya kini merengkuh paha Maira sehingga perempuan itu berada pada posisi tergendong olehnya.
"Mas, turunin! Malu, ih!"
Janu tak peduli. Lelaki itu kembali melangkah dengan Maira ada di punggungnya. "Aku nggak mau kamu terlalu capek jalan!"
Maira pasrah. Disembunyikan wajah di punggung Janu. Malu karena banyak pasang mata melihat mereka dengan tersenyum-senyum penuh arti.
***
Malam harinya, setelah menikmati makan malam, mereka naik ke kamar. Kaki Maira terasa pegal-pegal karena terlalu banyak jalan di Tahura tadi siang. Janu segera mengajak kembali ke kamar dan berjanji akan memijatnya.
"Kan, sudah kubilang, jangan terlalu banyak jalan, Dik!" omel Janu, sambil memijit-mijit betis Maira.
"Ya, maaf. Soalnya aku sudah lama nggak jalan-jalan ke tempat bagus seperti tadi siang."
Janu menepuk lembut tungkai kaki Maira. "Sudah, tidur saja. Besok mudah-mudahan sudah segar kembali badanmu!"
"Beneran nih, suruh tidur?" goda Maira sambil mengedip-ngedipkan mata.
Janu menautkan kedua rahangnya, gemas. Lelaki itu kemudian merengkuh tubuh Maira dalam pelukan. Dengan sedikit bernafsu, diciuminya telinga dan leher Maira, membuat perempuan itu terpekik kegelian.
Malam itu Janu memperlakukan Maira lebih lembut dari pada biasanya. Lelaki itu agak khawatir jika aksinya akan menyakiti janin di rahim Maira. Pelan dan hangat dia bawa Maira dalam kenikmatan.
(Bersambung)
// Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa like, komen, vote, rate 5, yaa ...❤️❤️❤️🙏🙏🙏 //
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Fenty arifian
haaaduuhhh..aku deg degan..
2021-06-17
0
Puan Harahap
kulepas dikau pahlawan
Salam
⚘⚘PRIA IDOLA
DAN
PRIA URAKKAN ⚘⚘
2021-02-16
0
Jenong
like
2021-01-21
0