"Apa yang kau lakukan?"
Laura tersadar dari keterkejutannya setelah mendengar pertanyaan yang keluar kemudian dari mulut Sabiel. Dia langsung tersenyum canggung pada dosen muda itu.
"Apa aku mengganggumu?" tanya Sabiel yang berjalan menghampiri kursi di hadapan Laura dan langsung mendudukinya.
Kedua tangannya terjalin di depan meja sementara mata hitam legamnya menatap gadis cantik berkacamata bulat di hadapannya.
"Tidak. Tidak sama sekali pak." Laura menggelengkan kepala.
"Apa yang sedang kau buat itu?" Mata Sabiel memberi tanda dengan melihat laptop Laura.
"Tulisan biasa." Laura tampak kikuk. "Apa yang bapak lakukan disini? Bukankah jam mengajar sudah lewat beberapa saat yang lalu?" tanyanya kemudian.
"Ada sedikit urusan dengan pengurus perpustakaan." jawab Sabiel. "Tulisan apa yang kau buat?" tanya Sabiel masih penasaran.
"Hanya prosa biasa." Laura tersenyum malu.
"Prosa? Apa kau seorang penulis?" Sabiel terlihat tertarik.
Laura menutup laptopnya sebelum ia menjawab pertanyaan dosennya itu. Pandangannya penuh gairah.
"Ya. Bisa dibilang seperti itu. Amatiran pak." Laura terkekeh sendiri atas ucapannya.
Sabiel mengangguk puas. Dia sudah menyangka, pasti ada sesuatu yang lain dari gadis dihadapannya itu. Sikapnya yang tampak acuh, pemilihan diksi kata yang selalu ia lontarkan, dan penampilannya yang terlihat santai tanpa hasrat untuk terlihat cantik. Itu adalah paket lengkap seorang wanita yang 'istimewa' dalam pandangannya.
Dalam hatinya, Sabiel menyimpan kekaguman tersendiri pada gadis itu.
"Tulisan-tulisan apa yang kau buat?" Sabiel tidak bisa berhenti bertanya.
"Apapun." Laura menjawab lugas. Dia melepaskan kacamatanya dan menyimpannya kembali pada tempatnya yang berada di atas meja. Matanya melirik pada jendela di dekatnya. Setelah itu ia masukan tempat kacamata itu ke dalam ransel yang tergantung di sisi kursi tempatnya duduk.
Sabiel terpukau pada dua bola mata coklat gelap indah yang dihiasi bulu mata lentik milik Laura ketika akhirnya gadis itu kembali menatapnya. Ini adalah kali pertama bagi Sabiel melihat secara dekat keindahan wajah Laura.
Pantas saja para mahasiswa di kelasnya, tak berhenti membicarakan Laura disela waktu perkuliahan.
"Apa bapak masih akan lama disini?"
Pertanyaan Laura mengangkat kembali Sabiel dari keterpukauan nya pada gadis itu. Sabiel melihat Laura telah siap dengan tas dan laptopnya. Laura akan pergi dari perpustakaan.
"Yah.. Aku masih akan disini." Sabiel tergagap sejenak.
"Baiklah. Hujan sudah mereda. Saya harus lekas kembali ke asrama." Laura melihat jendela yang memperlihatkan hujan sudah berhenti, hanya menyisakan rintik-rintik kecil.
"Oke." Sabiel mengangguk sembari menatap jendela.
"Permisi pak." pamit Laura setengah membungkuk. Sabiel berdiri untuk mempersilahkan Laura pergi.
"Hm.. Laura." Sabiel memanggil Laura ketika gadis itu baru berjalan beberapa langkah dari mejanya.
"Ya Pak?" Laura berhenti untuk kemudian menengok pada dosennya itu.
"Kau tinggal di asrama?" tanya Sabiel
"Ya. Gumilar. Saya tinggal di asrama gumilar." jawab Laura.
Sabiel mengangguk sebelum kemudian ia bertanya lagi.
"Dimana aku bisa membaca tulisanmu?"
"Ilalang.com." Laura memberikan alamat blog-nya. Ia tersenyum cantik sebelum akhirnya melangkahkan kakinya kembali.
"Baiklah." Sabiel tersenyum senang. Matanya berkilat antusias. Layaknya seorang bajak laut yang berhasil menemukan peta harta karun.
***
Sabiel berjalan memasuki pintu rumahnya pada saat hari mulai menjelang malam. Dia melihat dua orang pembantu rumah tangganya sedang berada di dapur. Dia berjalan menghampiri.
"Nyonya sudah pulang?" tanya Sabiel pada kedua wanita tua tersebut.
"Belum Tuan." jawab seorang wanita yang tampak lebih muda.
"Apa Tuan ingin disiapkan makan?" tanya wanita yang paling tua. Wajahnya sayu dimakan usia. Dia sudah lama menjadi pembantu di kediaman Sabiel. Sehingga wanita asal Jawa Timur itu sudah hafal betul kondisi rumah tangga Tuannya. Bagaimana sikap istrinya yang tidak memberikan pelayanan maksimal untuk suaminya, dan bagaimana sikap Tuannya yang tampak pasrah dan sabar menghadapi sikap istrinya yang selalu mengejar karir sampai melupakan perannya sebagai seorang istri.
Terkadang wanita tua itu berpikir apa yang membuat Tuan Sabiel masih saja bersabar hingga tidak memutuskan berpisah dari Nyonya Intan. Pikirannya itu hampir di rasa sama dengan pikiran para pembantu lain yang bekerja di kediaman Sabiel. Mereka diam-diam kagum atas sikap sabar yang ditunjukan oleh Tuannya. Orang bilang kesabaran ada batasnya, tapi para pembantu di rumah tersebut merasa itu tidak sepenuhnya benar. Karna ada satu orang yang sepertinya memiliki kesabaran yang tidak ada batasnya, dan itu adalah Tuan mereka. Sabiel.
"Yah. Siapkan makan malam." ucap Sabiel yang kemudian berjalan menuju kamarnya di lantai dua, sementara kedua pembantunya tersebut mulai mempersiapkan makan malam.
Sudah sejak lama Sabiel terbiasa makan seorang diri tanpa kehadiran Intan di sisinya. Intan lebih sering makan malam bersama teman-teman kerjanya di luar sana. Suatu waktu Sabiel pernah memprotes kebiasaan istrinya itu, dia meminta Intan untuk kembali ke rumah sebelum ia pulang. Bagaimana pun juga suatu kewajaran bila seorang suami menghendaki kehadiran istrinya disaat ia telah lelah bekerja seharian. Sabiel juga ingin merasakan perasaan senang dan hangat ketika mendapat sambutan pulang setiap ia kembali ke rumah.
Untuk beberapa waktu Intan merespon aksi protes Sabiel. Ia memangkas jam kerjanya hingga ketika saat suaminya pulang, ia datang untuk menyambutnya. Namun sayang, sifat egois yang berakar dalam diri Intan sepertinya sudah tidak bisa di ubah lagi. Hanya dalam waktu beberapa minggu saja, Intan kembali menjadi seorang wanita yang ambisius dalam berkarir. Dia selalu mencurahkan hampir seluruh waktunya untuk bekerja dan berkumpul bersama rekan-rekannya. Bahkan terkadang di saat weekend pun, ada saja beberapa acara yang dia katakan menyangkut pekerjaan yang harus ia datangi. Alhasil, Sabiel kembali merasa seorang diri. Segala kebutuhannya selalu disiapkan oleh para pembantu rumah tangganya sendiri. Tanpa keterlibatan Intan sebagai istri di dalamnya.
***
Jam makan malam telah usai. Sabiel kini berada di ruang kerjanya. Intan hingga saat ini belum terlihat kembali dari kerjanya. Sabiel tidak peduli.
Dia duduk di kursi kerja setelah menalikan jubah piyamanya. Segelas teh chamomile hangat berada dekat figura kecil di sudut meja. Teh herbal yang terbuat dari kelopak bunga chamomile itu selalu berhasil membuat Sabiel tidur lebih nyenyak. Itulah mengapa ia selalu meminta pembantunya untuk menyediakan teh tersebut beberapa saat setelah makan malam.
Sabiel mulai menyalakan laptopnya yang berada di meja kerja. Jeraminya tampak lincah menari diatas permukaan keyboard.
Matanya bersinar cerah ketika ia melihat tampilan depan laman blog Laura.
Dengan perlahan ia menaik turunkan mouse ke arah yang ia inginkan. Mengklik beberapa arsip yang berada disana. Sabiel dibuat kagum dengan banyaknya para pengikut aktif di laman blog tersebut. Jumlahnya bahkan mencapai ratusan.
Mata Sabiel terus menelusuri halaman demi halaman blog Laura. Laura ternyata gadis yang penuh dengan pemikiran. Gadis cantik itu ternyata sangat cerdas merangkai kata. Di beberapa halaman Sabiel membaca tentang pandangan Laura tentang HAM, tentang konspirasi politik dan lain sebagainya. Di halaman yang lain dia bercerita tentang kucing kesayangannya yang mati tertabrak kendaraan. Di bagian lainnya lagi, Sabiel melihat beberapa sajak dan prosa yang pastinya dibuat oleh Laura sendiri.
"Berpapasan dengan raga yang sejiwa.
Berusaha menyatu dalam kebisingan mereka. Ada takut untuk berbeda. Ada haru dalam rasa yg nyata." Sabiel membaca salah satu prosa yang ada disana.
Entah mengapa, semakin ia membuka halaman demi halaman blog Laura. Sabiel merasakan satu perasaan aneh yang mengusik dalam hatinya. Perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan. Seperti seorang anak kecil yang berhasil menangkap layang-layang putus setelah ia berlari jauh untuk mengejarnya.
Secara kepribadian, sudah pasti Sabiel menyukai Laura. Setiap tulisan, mencerminkan sang penulisnya. Begitupun dengan tulisan Laura. Sabiel mencoba menerka diri Laura dari tulisannya. Gadis itu sepertinya memiliki banyak ilmu di kepalanya. Dengan gaya bahasa yang puitis dia bisa menggabungkan pikiran idealis dengan kondisi yang realistis, sehingga terjadilah suatu keadaan yang satir.
Dalam satu halaman Laura terlihat begitu cerdas dan bijaksana membahas feminisme dari beberapa sudut pandang berbeda. Sabiel tersenyum bangga membaca kalimat yang tertera disana. Dalam benaknya dia tidak pernah menyangka, akan menemukan gadis kecil dengan pemikiran yang besar di dalam kelasnya. Senyuman itu terus mengembang seiring matanya membaca beberapa prosa yang menarik perhatiannya.
Bagaimana bisa gadis semuda itu begitu pandai merangkai kata. Membuat para pengikutnya berkomentar baik atas bait kata yang ia buat.
"Sayaaaaaanng.."
Suara nyaring Intan dari arah luar ruangan terdengar. Tak berselang lama terdengar juga langkah kakinya mendekati pintu ruang kerja Sabiel. Sabiel menatap pintu yang sebentar lagi pasti akan terbuka.
Ceklek.
Pintu itu terbuka. Intan berdiri bersandar di kusen pintu dengan pakaian lingeri merah delima yang melekat menggoda di tubuhnya.
Ternyata beberapa saat yang lalu, ketika Sabiel tenggelam dalam tulisan-tulisan Laura. Intan sudah kembali. Dia langsung membersihkan dirinya dan berganti pakaian sebelum akhirnya menghampiri suaminya di ruang kerja. Sabiel tampak datar memandang keseksian yang ingin diperlihatkan Intan padanya.
"Aku menunggumu di kamar Tapi kau tak kunjung datang." Intan berjalan perlahan dengan gerakan gemulai. Jemarinya sibuk memilin rambut panjangnya yang dibuat tergerai. "Apa laptop itu lebih menggoda daripada istrimu ini?" Intan merajuk manja menatap Sabiel yang tinggal beberapa langkah dari jaraknya. Sabiel segera menutup laptopnya begitu Intan semakin dekat dengannya.
"Kapan kau pulang?" tanya Sabiel menopang tubuh Intan yang mulai duduk dipangkuannya.
"Sudah cukup lama." jawab Intan. "Kau terlalu asik disini, hingga tidak menyadari istrimu yang sudah berada di dalam kamar." Intan menangkupkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri pipi Sabiel.
"Sebentar lagi aku akan pergi. Apa kau tidak ingin memuaskan diri terlebih dulu bercinta denganku?!" Intan menyeringai menggoda. Perlahan ia kecup bibir suaminya itu. Sementara kedua tangannya merambati permukaan tubuh atletis Sabiel. Namun posisinya yang duduk menyamping, membuat gerakannya sangat terbatas. Intan harus rela hanya bisa menggapai punggung dan area dada suaminya yang ia buka paksa judah tidur dan piyamanya.
Intan terus mengecupi bibir Sabiel, hingga kecupan itu berubah menjadi ******* panjang. Sabiel tampak tidak tertarik, namun ia membiarkan Intan berbuat semaunya. Ketika Intan mulai menciumi rahang dan leher Sabiel, lelaki itu memejamkan matanya. Dalam benaknya kini hanya dipenuhi oleh tulisan-tulisan Laura beserta raut wajah cantiknya.
***
Jangan lupa Like, Vote dan Komen 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
oooowww oooowww 😬😬😬 kau sedang berkhayal apa pak dosen
2022-09-13
0
Suzieqaisara Nazarudin
Sabiel terlalu polos menghadapi Intan,7 tahun di bertahan menghadapi sikap intan, seharusnya dari dulu sabiel menduakan intan,biar tau rasa dia🙄🙄🙄
2022-07-12
0
Mogu
sabiel di gerayangin istri mlh pkiranya ke mahasiswanya laura🤣🤣🤣🤣🤣
2021-08-09
0