Bab 4

"Es Lemon tea satu, pak." pesan Laura yang baru sampai di kantin kampus. Ia duduk di bagian teras berhadapan dengan lapangan futsal yang tampak lenggang. Matanya melihat sekeliling kantin yang belum terlalu ramai. Dibagian depan pagar kantin yang bersebelahan dengan mushola, beberapa mahasiswa tampak berkumpul di satu meja kayu panjang dengan laptop dan diktat yang mereka buka.

"Siap neng. Gulanya mau banyak apa sedikit?" tanya bapak berkopiah putih tersebut.

"Sedikit pak." jawab Laura singkat.

Laura kembali membuka novel yang ia bawa sejak tadi ketika bapak berkopiah itu kembali masuk ke dalam kantin, menyiapkan pesanannya.

Masih satu jam lagi hingga tiba saatnya kelas Laura hari ini dimulai. Mata gadis itu terus menatap baris tulisan dalam novel. Ia acuh ketika ada beberapa lelaki yang ia duga senior karena rambut mereka gondrong dan tampilan mereka yang terlihat santai, mencoba menggodanya. Dia terlalu hanyut dalam cerita fiksi yang sedang ia baca.

"Kelak setiap kenangan akan berakhir pada sebuah ingatan." Laura merapalkan baris sajak yang menarik menurutnya.

Laura, gadis cantik yang hobi menulis. Dia sering membuat tulisan atau ulasan mengenai apapun yang ia sedang kerjakan. Dia juga aktif sebagai blogger, setiap tulisannya disana dibaca banyak orang lain. Dia juga punya pengikut setia di blognya.

Sejak kecil bakat menulis sudah ada di diri Laura. Saat sekolah dulu, dia rajin membuat puisi, prosa atau sajak di buku diary-nya. Teman-teman sekolahnya bahkan menjulukinya sebagai pujangga. Saat teman-teman yang lain sibuk membaca komik atau bermain game, Laura justru sibuk membaca buku-buku seniman. Buku-buku WS. Rendra, Wiji Thukul, Sapardi, Sutjiwo Tejo, bahkan pujangga bernafaskan sufisme seperti Jalaludin Rumi, Abu Nawas, Syekh Siti Jenar dibacanya tanpa henti. Seolah buku-buku itu menjadi candu bagi dirinya.

Laura juga suka musik. Dia menyukai musik tanpa mengenal genre. Dia berkeyakinan bahwa masalah musik itu hanyalah masalah enak dan tidak enak didengar. Apapun genrenya jika musik itu enak didengar, maka akan banyak telinga yang mendengar. Sebaliknya apapun genrenya jika pada dasarnya musik itu tidak bagus, maka akan sedikit telinga yang ingin mendengarnya. Simple.

"Laura!"

Laura yang sedang asik membaca novel mendadak dikejutkan oleh tepukan keras di bahunya. Dia menoleh pada seseorang dibelakangnya.

"Iishh, kau mengagetkanku Rena." dengus Laura kesal.

"Sedang apa kau?" Rena mengambil tempat duduk di samping Laura. Laura hendak menjawab namun bapak berkopiah datang menghampirinya, dengan es lemon tea yang ia bawa di atas nampan bundar.

"Ini minumnya Neng.." Bapak berkopiah putih menghampirinya dan meletakkan pesanan Laura di sisi kiri lengannya.

"Terima kasih pak." ucap Laura sopan sebelum bapak itu kembali ke dalam kantin.

"Novel apa itu?" Rena menyambar novel yang sedang Laura pegang, dan melupakan pertanyaannya yang tak segera dijawab Laura.

"Apa seru?! Kau terlihat menghabiskan waktumu dengan membaca banyak novel." tanya Rena mengingat beberapa kali ia melihat Laura tenggelam dengan buku-bukunya.

"Kau tidak akan tahu jika tidak membacanya Rena." Laura tersenyum lembut pada temannya itu.

"Sudahlah, habiskan minumanmu. Sebentar lagi kelas akan dimulai." Rena memberitahukan satu hal yang sempat dilupakan Laura karna keasikannya membaca.

"Oke." Laura memberi tanda oke dengan jemarinya.

***

Hari ini Laura menerima dua mata kuliah. Salah satunya dari dosen favorit kaum hawa, dosen muda tampan yang mengultimatum bahwa dirinya sudah menikah. Sang dosen itu berjalan santai memasuki kelas. Laura mengangkat kepalanya dari novel yang ia biarkan terbuka di atas meja. Ia mulai memusatkan perhatiannya pada dosen muda yang sedang berbicara mengawali perkuliahan.

Kata demi kata keluar dari mulut dosen itu, beberapa coretan tampak menghiasi papan whiteboard di depan kelas. Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat, dosen Sabiel terlihat hendak mengakhiri perkuliahannya saat seorang mahasiswi mengangkat tangannya.

"Ya. Ada apa?" tanya Sabiel membuka kacamatanya. Ia memicingkan mata menatap mahasiswi tersebut.

"Saya ingin bertanya, apa tanggapan bapa mengenai isu percintaan antara dosen dan mahasiswa?" Mahasiswi itu tersenyum menggoda. Yang mana mengundang sorak sorai dari semua mahasiswa di dalam kelas tersebut.

Sabiel tak menduga akan mendapat pertanyaan semacam itu. Usianya sebagai dosen di universitas itu masih terlalu muda untuk mengomentari isu yang ada sebelum ia menjadi bagian dari tenaga pengajar di universitas itu sendiri. Tapi kondisi mahasiswa yang haus akan perhatian, tidak bisa ia abaikan begitu saja. Mereka tidak akan puas jika Sabiel tidak mengeluarkan pandangannya.

"Menurut kalian bagaimana?" dia menanya balik mahasiswa dihadapannya sembari memakai kembali kacamatanya dan menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

"Apa kalian tahu pasti cerita dari kejadian itu?" tanyanya kemudian. Bola matanya melihat beberapa mahasiswa saling berbisik. Beberapa tampak ragu untuk menjawab pertanyaan dosen Sabiel.

Semua mahasiswa tampak tak ada yang berani menjawab. Mereka bungkam karna isu itu terdengar simpang siur bagi mereka yang baru menginjakkan kaki di universitas tersebut.

"Untuk apa membahas urusan orang lain?!" Laura tak tahan ingin menyuarakan protesnya dengan kepala terpaku pada buku dimejanya. Rena beberapa kali menyikut lengan Laura ketika mata seluruh manusia disana tertuju pada Laura. Termasuk dosen Sabiel yang terlihat menyeringai mendengar ucapan acuh Laura. Gadis yang kini menjadi pusat perhatian itu, mendongak santai menatap balik beberapa pasang mata yang masih menatapnya.

"Untuk apa membahas urusan orang lain?!" Laura mengulang ucapannya sembari menatap mahasiswi yang mengajukan pertanyaan. "Saya rasa, tidak ada satupun dari kita yang berhak membahas masalah privasi orang lain. Selain karna tidak etis, itu juga tidak ada sangkutannya dengan pelajaran kita." ujar Laura menjelaskan.

"Kami kan hanya ingin tahu." dengus mahasiswi itu kesal mendapat tatapan sinis dari Laura.

"Keingintahuan yang berlebihan terkadang menyebabkan masalah baru." Laura kembali menimpali. Kali ini dengan nada mencemooh kebodohan dari pertanyaan teman sekelasnya itu.

Sabiel yang menyaksikan berkacak pinggang mendengar kata-kata yang keluar dari gadis cantik itu. Kejutan tak terduga mengetahui bahwa ada satu mahasiswi yang pandai bersilat lidah. Kata-kata yang keluar dari bibirnya menukik tajam dalam hatinya.

Mahasiswi bernama Gina itu menggeram sebal mendengar perkataan yang jelas-jelas mengarah pada dirinya. Dia hanya ingin berniat menggoda dosen Sabiel itu dengan pertanyaan terkait hubungan asmara dosen dan muridnya. Tapi siapa sangka pertanyaannya itu justru memancing keluarnya singa betina.

"Kau....!" Gina menggeram marah.

"Cukup." Sabiel yang sejak tadi menikmati pertunjukan, mengeluarkan suaranya ketika Gina hendak membalas perkataan Laura.

Dia menatap lekat Gina yang mulai terbawa emosi, dan menatap lembut pada Laura yang tampak tak peduli dengan aura kesal yang Gina tunjukkan padanya.

***

Laura menyandarkan kepalanya pada kusen jendela yang berembun karna hujan deras turun beberapa saat yang lalu. Dia melihat dari balik jendela perpustakaan itu, orang-orang berlarian mencari tempat berlindung dari guyuran hujan.

"Aneh. Orang bilang hujan itu berkah. Namun kenapa ketika berkah itu turun, mereka menghindarinya?" Laura tersenyum ketika pemikiran itu hadir kembali setiap ia melihat orang-orang yang sibuk menghindar dari serangan air hujan.

Sehabis perkuliahan tadi siang, Laura memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan fakultas. Sedangkan Rena, langsung kembali ke indekostnya.

Laura termangu menatap suasana di luaran. Hujan deras membuat banyak orang memilih untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Mereka berteduh di teras bangunan-bangunan fakultas. Beberapa orang yang tak sabar terlihat nekat menerobos guyuran hujan. Tak peduli tubuhnya basah kuyup karna tersiram air dari langit.

Laura menghela nafasnya panjang, dia melihat pantulan wajahnya di kaca jendela yang berembun itu. Lalu kembali menghembuskan nafas panjangnya.

"Seharusnya tadi aku diam saja." Dia merasa bersalah telah memojokkan Gina dengan argumennya.

Tidak biasanya Laura terpancing emosi. Biasanya dia akan selalu tampak tak peduli dengan apapun yang terjadi di dalam kelas. Dia ingat raut wajah Gina yang tampak kesal mendengar perkataannya tadi. Dan ia menyesali itu.

Pandangan Laura kini teralih pada laptop di meja dekat jendela itu. Dia melihat ada beberapa komentar baru di laman blog-nya.

"Boleh aku berkenalan denganmu? Aku suka tulisan-tulisanmu disini"

Laura memutar bola matanya malas. Dia terlalu sering mendapat komentar seperti itu. Tangannya mulai menggerakkan mousenya untuk kembali pada prosa yang sedang ia buat sebelumnya. Tanpa menoleh kembali pada laman blog dan mengabaikan komentar itu.

"Aku hanyalah sebuah entitas yg berbeda

Sebuah fenomena sakral yang fana

Dalam euforia feminisme belaka

Terbelenggu hasrat tak kasat mata....."

Punggung Laura menegang mendengar suara di belakang telinganya. Suara itu terdengar setengah berbisik namun terasa tegas ketika merapalkan baris kata yang Laura buat.

Dengan penuh penasaran, Laura menolehkan kepalanya pada sumber suara tersebut. Bola matanya membulat ketika sosok dosen tampan pujaan mahasiswi itu tampak tersenyum lembut padanya.

***

Jangan lupa like, vote dan komen. 😘😘

Terpopuler

Comments

@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡

@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡

uuuhhhh mulai ngedeketin nih pak dosen 🤭🤭🤭

2022-09-13

0

isna akhiriya

isna akhiriya

cieeee dosen muda mulai penasaran

2021-07-27

0

𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿

𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿

jiaaah pak dosen mulai penasaran 😍🤭

2021-07-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!