"Tidak Kak, jangan jemput Zhen Xi. Zhen Xi sudah cukup merepotkan kalian. Zhen Xi bisa mandiri." Zhen Xi menepuk-nepuk pundak Yen Li lalu berlari kencang sebelum ayah dan kakaknya itu menahannya lagi.
"Zhen Xi!! Zhen Xi!!"
Se Lik berlari kencang sekuat tenaga hendak mengejar putri angkatnya.
Swuzh! Swush!
Tapi lari Zhen Xi benar-benar cepat, melebihi angin. Ia bahkan bisa melompat setinggi atap dan kabur dari sana.
Yen Li segera menahan tangan ayahnya.
"Ayah, tidak ada gunanya mengejar Zhen Xi." kata Yen Li dengan tatapan kosong.
Se Lik menyentuh pundak anaknya dan menatapnya dengan serius bercampur takut. "Yen Li. Sejak kecil anak itu tidak biasa. Dia berlari secepat kuda bahkan pernah menolong ayah yang lebih tua ini untuk mengejar perampok."
Yen Li mengangguk membenarkan.
"Walaupun dia memang sering membuat kekacauan, dia itu sudah ada di hati Ayah..." tangis Se Lik.
Yen Li mengerjap pelan, sedikit ada desiran cemburu dari sang anak kandung walau tipis. Yah wajar sekali.
"Dia juga yang mempromosikan pedang Ayah selama ini. Dia selalu memakai pakaian hitam pendekar dan membawa pedang keluaran terbaru Ayah di pundaknya walau berat."
"Ibumu itu tau apa?? Anak itu memang tidak pernah mencuci piring atau memasak seperti wanita pada umumnya... Tapi dia itu.. hiks. Dia itu... berharga bagi Ayah..." Se Lik jatuh berlutut ke tanah sambil menangis sejadinya.
Yen Li hanya mengangguk-angguk sambil mengelus punggung ayahnya, berusaha menghayati perasaan ayahnya walau sedikit merasa iri.
"Dia bercita-cita menjadi pendekar, ayah bahkan belum sempat membayarinya sekolah jadi pendekar..." keluh Se Lik lagi.
Yen Li memutar bola matanya pelan. "La-lagi pula pendekar wanita itu tidak lazim."
Se Lik masih tak menghiraukan pemikiran putri kandungnya, ia sibuk dengan pemikirannya mengenai Zhen Xi. "Walaupun tokoku akan hancur setelah dia membuat masalah dengan seorang bermartabat, aku yakin Pangeran Wen Hua itu bukan orang jahat yang akan memakai kekuasaannya untuk menindas musuh kecil."
"Huuuuhuuu..." tangis Se Lik semakin keras.
"Sudah Yah. Yen Li yakin, Zhen Xi tidak akan pergi jauh. Dia dua tahun lebih muda dariku. Aku yakin dia tidur di rumahnya Ci Hui, teman dekatnya. Besok, setelah tenang... kita jemput dia." saran Yen Li.
Akhirnya Se Lik mengangguk seakan lebih lega meski masih menatap ke ujung atap tempat Zhen Xi menghilang dengan tak rela.
.
.
"Hhh astaga... ternyata kabur dari rumah itu sangat menyedihkan." gerutu Zhen Xi.
Ci Hui menatap melas sahabat dekatnya seakan merasakan penderitaan Zhen Xi. "Zhen Xi..."
"Hm?" Zhen Xi menoleh.
"Kamu diusir?" Suara feminim yang sangat lembut itu benar-benar menggelikan bagi telinga Zhen Xi. Ya, Zhen Xi dan Ci Hui memang sama-sama perempuan. Tapi keduanya nyaris berkebalikan hanya karena kebiasaan sok tegar Zhen Xi yang membuatnya terlihat tomboi.
Zhen Xi menggeleng. "Aku memang ingin pergi." jawab Zhen Xi singkat seakan tak ada beban di pikirannya.
"Tapi aku dengar, kau memang membuat masalah dengan anak Petinggi Dewa Hujan ya?? Kamu ini memang selalu berulah..." keluh Ci Hui yang sudah sangat hafal dengan sifat Zhen Xi.
"Aku tahu kau memang sangat blak-blakan dan adil orangnya. Tapi sesekali pikir dulu sebelum melakukan sesuatu..." nasehat Ci Hui dengan raut peduli.
Zhen Xi menghela nafas sambil tersenyum datar. "Sejak kecil... Ayah dan Ibu selalu bertengkar karenaku. Ayah sangaaat memanjakanku. Sedangkan ibu selalu merasa aku bukan anaknya."
"Kalau bukan soal ayah yang membelaku, Ayah dan Ibu tidak akan bertengkar. Aku benar-benar sudah mengacaukan keluarga indah Kak Yen Li." Zhen Xi terkekeh.
Mata Ci Hui meredup, ia benar-benar menghayati cerita Zhen Xi. "Masalahnya sesimpel itu?"
"Itu sama sekali tidak simpel. Ah sudahlah. Tidurlah, jangan beri tahu paman dan bibi kalau aku baru saja kabur dari rumah. Katakan kalau aku hanya mampir sebentar."
"Ngomong-ngomong, makasih makanannya." lanjut Zhen Xi sambil meneguk segelas air lagi dan meletakkan tempayannya kembali ke atas meja kayu yang ada di depannya.
"Ehh kamu mau pergi kemana??" Ci Hui langsung beranjak dari tempatnya.
"Menginap saja dulu disini..." pinta Ci Hui lagi.
"Ke suatu tempat." Zhen Xi tersenyum, senyumannya benar-benar membuat Ci Hui tenang. Dia begitu menguasai gerak-gerik wajah, Zhen Xi ingin membuat kesan bahwa ia memang akan baik-baik saja dan sudah punya rencana.
"Zhen Xi...! Zhen Xi...!"
Zhen Xi dan Ci Hui terperanjat kaget.
"Bodoh ya? Kalau mencariku jangan berteriak begitu, aku pasti sembunyi." gumam Zhen Xi.
Zhen Xi menatap tajam sekaligus serius mata Ci Hui. "Ci Hui, katakan kalau aku tidak menemuimu. Percaya padaku, aku akan menemuimu lagi suatu saat. Kau tidak usah khawatir, kau juga tahu kalau aku ini jenius, aku sangat bisa bertahan hidup." pesan Zhen Xi bertubi-tubi.
Ci Hui menatap Zhen Xi dilema, ia tak tahu harus menjawab apa. "T-tapi, kau akan pergi kemana?? Lebih baik kau pulang dengan mereka. Ini bukan lelucon Zhen Xi!"
"Zhen Xi...!" Suara Kak Yen Li yang memanggil-manggil itu semakin dekat. Zhen Xi dan Ci Hui semakin panik.
Zhen Xi yang merasa terdesak itu pun menarik telapak tangan Ci Hui dan menggenggamnya. "Kalau kau berjanji untuk mengatakan itu pada Ayah dan Yen Li, aku juga akan berjanji untuk tetap hidup!"
"Aku tidak mau pulang, aku tidak bisa hidup Ci Hui..."
Ancaman terakhir itu berhasil membuat Ci Hui mengangguk cepat karena takut. "Ba-baiklah. Berjanjilah kau akan kembali menemuiku. I-ini, bawa ini!" Ci Hui melepas kalung emasnya, satu-satunya perhiasan yang ia punya.
"Tidak perlu!" Zhen Xi mengembalikannya, lalu melompat cepat ke atap sebelum ayah dan kakak tirinya itu menemukan dirinya.
Yen Li berlari ke arah Ci Hui dan menatapnya serius. "Ci Hui, apa Zhen Xi datang kemari??"
Ci Hui menggeleng. "Hng... emm tidak. Memangnya ada apa?"
"Dia kabur dari rumah." sahut Se Lik sambil menangis menutupi wajahnya.
"Paman bercanda?! Kok bisa??"
Mendengar akting Ci Hui barusan, Zhen Xi tersenyum lega dari atas sana.
Pandangan Yen Li berhasil menangkap sebulir air mata di pipi Ci Hui. "Tunggu, kenapa kau menangis??"
Ci Hui tersentak kecil, lalu mengusap sisa air matanya. "Tidak. Barusan anginnya sangat kencang, mungkin aku kelilipan."
"Angin? Tidak ada tuh." Yen Li menyipitkan matanya tak percaya, lalu menoleh pada dua piring kosong di atas meja Ci Hui.
"Makanan ini..." Yen Li menunjuk ke arah piring.
"Aku memang lapar, jadi aku makan dua piring kali ini. Aku belum pernah diet!" sahut Ci Hui cepat dengan raut tak tenang, disusul cengiran aneh yang membuat Yen Li agak curiga.
Akhirnya Yen Li menggeleng menepis pemikirannya, ia mencoba mempercayai walau merasa kikuk. "Ba... iklah..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Diana Yulita
topppp
2021-05-29
1
Olivia
top
2021-05-24
1
Silla Mita
oke
2021-05-23
1