"Dia itu bukan Pangeran Dewa Hujan, walau cuma anak petinggi yang paling dipercaya Dewa Hujan saja dia bisa jadi orang yang paling ditakuti di mana saja. Benar-benar beruntung." keluh Yen Li.
Kelopak mata Zhen Xi meneduh mendengar celotehan kakak tirinya. Kakak paling baik yang sangat menyayanginya tanpa pamrih, padahal ia hanya anak pungut.
"Kalau saja aku lahir di keluarga bermartabat begitu." guman Yen Li.
"Kak, jangan begitu. Paman dan Bibi adalah orang yang baik."
Yen Li melebarkan matanya dan menatap Zhen Xi serius. "Baik? Mereka selalu memarahimu. Apa kau masih menyayangi mereka?"
Zhen Xi mengangguk. "Walau begitu, tanpa mereka... mungkin aku sudah mati. Tak ada yang merawat."
"..."
Zhen Xi menoleh pada Yen Li yang tak kunjung menjawab. Rupanya pandangannya masih melayang jauh mengikuti pantat kuda Pangeran Wen Hua yang sudah sangat jauh dan terlihat kecil dari sini.
"Tapi... dia itu tampan sekali kan." Yen Li benar-benar melayang ke langit ke tujuh puluh tujuh saat membayangkannya.
"Lumayan." Tanpa sadar Zhen Xi menjawabnya pelan.
"Apa? Lumayan?? Astaga! Adikku yang tomboi dan tak pernah mengagumi laki-laki ini mengagumi Pangeran Wen Hua!"
Zhen Xi menggeleng keras. "Aku tidak pernah mengagumi laki-laki? Aku masih normal kok! Tapi kali ini kakak salah dengar!" elaknya.
Yen Li masih menggeleng dan bersikeras dengan antusias. "Tidak, tidak, kau barusan-"
Bak!
Sebuah pukulan mendarat di paha Zhen Xi. "Diam!!"
Zhen Xi langsung menunduk menatap jari kakinya sendiri sambil menyentuh pahanya yang terasa sakit. Sementara Yen Li menatap protes pada ibunya.
"Ibu, jangan memarahinya terus." cegah Yen Li.
"Apa kau tidak tahu seberapa berharganya Pangeran Wen Hua?? Toko ini akan bangkrut sebentar lagi!" bentak Ji Yue.
Zhen Xi dan Yen Li menoleh ke arah toko yang semula ramai itu menjadi sepi. Beberapa orang yang lewat terus menatap pada Zhen Xi dan mulai membicarakan kelakuan bodohnya pada Pangeran Wen Hua barusan.
"Setidaknya jangan merusak reputasi toko ini! Haa?!" Ji Yue tampak begitu marah sampai air matanya menetes mengaliri pipi keriputnya.
"Ibu..." Yen Li menyentuh pundak ibunya.
Zhen Xi mengepalkan tangannya, bibirnya melipat ke dalam.
"Sejak awal, kau memang membawa sial. Entah kenapa aku masih mau merawatmu..." Ji Yue mulai terisak.
"Ji Yue! Jangan mengatakan hal buruk itu padanya!" Pria yang lelah bekerja keras, seharian memukuli logam untuk membuat pedang itu datang dengan raut cemas yang ditujukan pada Zhen Xi.
Zhen Xi semakin merasa bersalah melihat kedua orang baik dihadapannya ini. Keringat dan bekas luka bakar pada tubuh ayah angkatnya yang bernama Se Lik itu menambah sayatan di hati Zhen Xi.
"Ayah, Kakak. Ini salahku." ucap Zhen Xi.
"Ini memang kesalahanmu! Apa kau baru sadar??!" sahut Ji Yue sambil menunjuk wajah Zhen Xi dengan mata mencuat saking marahnya.
"Hanya ini harta kita satu-satunya Zhen Xi! Hanya ini!" Ibunya menekankan lagi.
"Pembuatan pedang dan ramuan bahannya, semua ini harta karun kami satu-satunya. Kalau ini sampai habis tak bersisa hanya karena kebodohanmu barusan... aku bisa mati!" Ji Yue mengambil salah satu pedang yang ada di etalase toko dengan kasar, ia menodongkannya pada lehernya sendiri.
"Tidak! Ibuuu!" Yen Li langsung berteriak panik sambil menangis.
"Ji Yue!" Se Lik menahan dan menarik tangan Ji Yue.
Zhen Xi tak pernah menyangka, hari ini akan begitu sial sampai ia ingin menangis sekeras-kerasnya. Adegan kepanikan barusan membuat syarafnya tegang hingga traumanya terus datang menghujami pikirannya. Entah bagaimana masalah keuangan bisa jadi bahan untuk memojokkan dirinya lagi.
"Sejak awal memang aku selalu membuat kalian susah." desis Zhen Xi.
Yen Li menggeleng, air matanya menetes. "Zhen Xi, bukan begitu..."
"Aku sangat merepotkan. Aku membawa sial. Aku memang sangat sial, sejak awal tidak punya ayah. Ibuku juga meninggal secepat itu. Lalu sejak aku kecil, kalian juga selalu bertengkar karenaku."
"Kalau dari lahir sudah sial, kenapa aku harus dirawat kalian dan menularkan kesialan?" Zhen Xi membuang muka untuk menyembunyikan tangisnya.
"Zhen Xi..." Se Lik, pria yang menemukan bayi malang yang menangis di malam yang dingin setelah kekacauan akibat serangan Istana Naga Langit itu merasa sedih mendengar keputus asaan anak angkatnya ini.
"Zhen Xi... Masalah ini akan segera selesai. Ji Yue akan tenang, ini hanya masalah waktu. Kita masih bisa membuka toko lagi. Bagaimana kalau menjual roti hangat isi daging yang biasa kau buatkan untuk kami?" bujuk Se Lik.
Zhen Xi mengusap air matanya, lalu berusaha tersenyum tegar sambil menyentuh pundak berlapis pakaian lusuh ayahnya. "Ayah, itu buatan kak Yen Li. Sebenarnya aku diajari olehnya."
Se Lik menggeleng pelan karena bingung.
"Aku memang tidak bisa apa-apa seperti yang bibi bilang." aku Zhen Xi.
Se Lik agak kecewa dengan pernyataan Zhen Xi barusan.
Zhen Xi berjalan mendekati Ji Yue dengan wajah tertunduk. "Bibi, aku akan pergi. Zhen Xi benar-benar minta maaf. Setelah Zhen Xi punya uang, Zhen Xi akan menebus semuanya. Zhen Xi berjanji."
"Tidak, kau mau kemana?! Zhen Xi, jangan begini!" Yen Li terlihat panik seketika, karena adik angkatnya itu belum pernah bercanda.
Zhen Xi tak menghiraukannya. Ia mendongak menatap ibu angkatnya yang selama ini tak pernah sudi dipanggil dengan sebutan ibu. "Tapi sebelum pergi, apa Zhen Xi boleh memanggil bibi dengan sebutan ibu? Sekali saja..."
Ji Yue tampak sedikit kasihan, tapi ia memaksakan raut wajahnya itu untuk tetap bersikeras membenci Zhen Xi.
"Tidak akan pernah." jawab Ji Yue dengan nada dingin.
Air mata Zhen Xi lagi-lagi jatuh beruntun membasahi pakaian hitamnya yang panjang.
"Baiklah. Sekali lagi Zhen Xi minta maaf. Zhen Xi juga berterimakasih pada ibu. Ibu sudah merawat Zhen Xi hingga sedewasa ini." Zhen Xi membungkuk sedikit untuk syarat kesopanan sebelum berlari masuk ke dalam rumah untuk memberesi pakaiannya.
"Zhen Xi!" Yen Li berlari menyusul.
"Zhen Xi! Zhen Xi! Jangan pergi! Apa kau membenci ayah??" Se Lik hendak menyusul ke dalam juga.
"Jangan hentikan dia!" Ji Yue menggenggam tangan suaminya.
Se Lik mengibaskan tangannya dengan kasar dan berlari menyusul Zhen Xi ke dalam, meski ada tatapan dilema antara memilih istrinya atau anak angkat kesayangannya itu.
Zhen Xi mengumpulkan pakaian-pakaian kesukaannya di atas sebuah kain lebar yang ia beber di atas lantai, lalu mengikatnya dengan kuat.
"Zhen Xi! Tenanglah! Zhen Xi! Pikirkan ini dengan kepala dingin!!" Yen Li mengguncang pundak adik tirinya dengan air mata.
"Kakak, terimakasih sudah menjadi kakak yang sangat menyayangiku. Kakak adalah kakak terbaik."
"Kak, tolong jaga ayah. Jangan biarkan ayah kelelahan atau terkena cetakan logam yang panas lagi. Aku tidak bisa lagi menjaganya. Ah iya, jangan lupa buatkan ibu teh herbal setiap pagi, kepalanya sering pusing. Apa dia terkena tekanan darah tinggi?"
Yen Li menggeleng pelan.
"Zhen Xi, kau akan tinggal dimana? Setelah masalah ini mereda, kakak akan menjemputmu..." tawar Yen Li dengan raut serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Lina Atiek Budiarti
bapak sama kakaknya baik,, emaknya yg ga tulus 😭
sedih bacanya
2021-03-04
4
eLysha💕
😥😥😥Nyeseg
2021-03-02
1
Irawati Pek
waduh ibunya @)$-*%&#+#+*$-@
2021-02-08
1