...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Selamat Membaca...
...Borahae...
...💜💜💜...
Klung..
Benda pipih si alat canggih yang sedang tergeletak di atas nakas berbunyi, ada pesan masuk.
Azura baru saja keluar dari kamar mandi, dan ia menuju nakas dekat ranjangnya untuk mengambil ponselnya. Azura sedikit terkejut ketika melihat ada notifikasi pesan masuk.
"Mas Fayyad mengirim pesan?," tanya Azura sedikit heran, lalu ia membuka pesan itu.
"Azura boleh kita bertemu di taman dekat rumahmu, ada yang ingin aku bicarakan empat mata sama kamu, aku harap kamu datang sendirian ya, jangan ajak siapapun, ini penting sekali."
Setelah membaca pesan itu rasa penasaran langsung menyergapnya, "Mas Fayyad ingin bertemu sama aku?, dan dia ingin bicara empat mata?, ada apa ya kira-kira?" Azura bertanya kepada dirinya sendiri, tetapi percuma saja karena jawabannya ada pada Fayyad, maka dari itu ia harus segera menemuinya.
"Aku harus menemuinya, aku harus ke taman sekarang juga."
Tanpa berlama-lama lagi Azura langsung meraih tas dan memasukkan ponselnya di dalam tas itu, kemudian ia keluar dari kamarnya, sebelum itu Azura sempat mengatur napasnya seraya berucap bismillah.
Sesampainya di luar kamarnya Azura berpapasan dengan sang Umi, sehingga ia pun menghentikan langkahnya.
"Lho Kakak mau ke mana?," tanya Naima ketika melihat putri sulungnya baru keluar dari kamarnya sambil membawa tas, sepertinya akan pergi.
"Umi, aku izin keluar dulu ya."
"Mau keluar ke mana Kak?"
"Mau..., mau ke taman dekat rumah kita Umi," jawab Azura sedikit gugup.
"Ke taman?, sendirian?," tanya Naima kembali mengintrogasi sang putri, karena tidak biasanya ia keluar seorang diri saja, biasanya selalu mengajak Tasya.
Azura mengangguk pelan, ia takut Uminya melarangnya keluar karena pergi seorang diri tanpa ada yang menemaninya, tidak seperti biasanya jika keluar pasti selalu bersama Tasya.
"Lho kok sendirian, Kakak ajak Adik saja ya, Kakak itu perempuan tidak baik kalau pergi sendirian, Umi juga jadi was-was kalau Kakak keluar sendirian."
Azura menggeleng cepat, "Maaf Umi kali ini aku nggak bisa ajak Tasya."
"Lho kenapa Kak?, kok tumben, biasanya ke mana-mana Kakak selalu minta ditemani sama Adik kan?." Naima merasa heran dengan sikap putrinya kali ini, seperti ada yang disembunyikan darinya.
"U-Umi, aku, aku ke taman karena mas Fayyad ingin bertemu sama aku," jawab Azura sedikit terbata-bata.
Naima semakin heran, kali ini ia heran kepada Fayyad yang katanya ingin bertemu dengan putri sulungnya tetapi malah ingin bertemu di taman, bukannya langsung datang ke rumah.
"Lho kok nak Fayyad ingin bertemu sama Kakak di taman?, kenapa nggak ke rumah saja. Kakak kalian itu belum halal, jadi masih haram untuk berdua-duaan, Kakak nggak lupa kan dengan syariat agama kita?" Naima mengingatkan sang putri sulung agar tidak melupakan syariat Islam tentang hukum berduaan dengan yang bukan mahromnya.
"Iya Umi, aku masih ingat tentang syariat agama Islam yang melarang perempuan dan laki-laki yang bukan mahrom berdua-duaan, tapi kita bertemunya kan di taman Umi, dan taman itu kan tempat umum jadi aku sama mas Fayyad nggak berdua-duakan karena di sana banyak orang, in syaa Allah aku dan mas Fayyad bisa menjaga batasan di antara kami, jadi Umi nggak usah khawatir ya, aku nggak akan pernah melakukan hal yang dilarang oleh Allah."
Naima sedikit lega mendengar penjelasan dari sang putri, namun tetap saja ia kurang menyetujuinya, "Tapi Kakak, alangkah lebih baiknya kalian bertemunya di rumah saja, kan di rumah juga ada Umi, Abi sama Adik, jadi in syaa Allah aman, terhindar dari dosa dan fitnah."
"Sebenarnya aku juga maunya begitu Umi, tapi mas Fayyad bilangnya dia ingin bicara empat mata dan akunggak boleh ajak siapa-siapa, katanya dia mau membicarakan hal penting."
Naima terdiam sejenak, ia memikirkan solusi agar putri sulungnya itu menemui calon suaminya tidak seorang diri, namun Fayyad sendiri yang menyuruhnya untuk datang seorang diri karena akan bicara empat mata, dan perihal yang penting.
Detik berikutnya Naima tersenyum, ia sudah mendapatkan solusinya, "Atau begini saja, Kakak ajak Adik untuk temani Kakak, tapi setelah sampai di taman, nanti Adik suruh duduk di tempat yang cukup jauh supaya Kakak dan nak Fayyad tetap bisa berbicara empat mata, Kakak setuju kan dengan usulan Umi?, ini demi kebaikan kita semua."
Tanpa menunggu waktu yang lama Azura pun menyetujuinya seraya diiringi dengan seulas senyuman, "Iya Umi, aku setuju dengan usulan Umi, jazakillah khoir Umi karena Umi selalu tahu apa yang terbaik untuk aku, aku sayang Umi."
Azura berhambur ke dalam pelukan sang Umi. Dengan senang hati Naima membalas pelukan sang putri sulung yang tersayang.
"Wa jazakillah khoir Kakak, Umi juga sayang dong sama Kakak, putri sulung Umi yang semakin sholihah."
"Aamiin," ucap Azura mengaminkan doa tulus Uminya dengan sangat serius.
...💜💜💜...
Fayyad sedang duduk di salah satu kursi yang telah disediakan di taman, cukup lama ia menunggu kedatangan Azura yang tak kunjung menampakkan dirinya.
Selang beberapa detik kemudian, dua orang perempuan muslimah yang anggun dengan pakaian syarinya berjalan menghampiri Fayyad. Mereka adalah Azura dan Tasya.
"Assalaamu 'alaikum."
"Wa 'alaikumussa-lam," Fayyad tersentak ketika mendapati Azura yang sudah berdiri di hadapannya bersama Tasya, perempuan yang telah membuat jantungnya seketika berdebar.
"Tasya," pekiknya lirih, namun terdengar sampai ke telinga Azura.
"Mas Fayyad maaf aku mengajak Tasya ke sini karena aku nggak mau nantinya terjadi fitnah diantara kita, tapi nanti Tasya akan duduk sedikit menjauh dari kita, jadi kita masih bisa bicara empat mata, sesuai dengan keinginan mas Fayyad." Azura menjelaskannya dengan detail agar Fayyad tidak keberatan dan bisa menerimanya.
"Mas Fayyad tenang saja, Tasya nggak akan ganggu mas Fayyad sama kak Azura kok, tapi ingat ya kalian belum halal jadi mohon bersabar ini ujian," goda Tasya sambil terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Fayyad pun tersenyum, sementara Azura langsung memberikan cubitan kecil di lengan sang Adik, sontak Tasya mengerang kesakitan, namun tak begitu sakit.
"Kak Azura, kok aku dicubit sih, benar kan apa yang aku bilang, ish kak Azura nih malu-malu meong," goda Tasya lagi.
Kali ini Azura hanya bisa geleng-geleng kepala saja dengan tingkah jahil sang adik. Namun terbesit di benak Azura tentang Tasya yang tampak biasa saja padahal saat ini ia sedang bertemu dengan laki-laki yang dicintainya, benar-benar pandai sekali Adiknya ini menyembunyikan perasaannya.
Fayyad pun mengganggukkan kepalanya, pertanda ia menyetujuinya sekaligus tidak mempermasalahkannya.
"Iya Azura nggak apa-apa kok, kalau begitu silakan duduk."
"Kalau begitu aku cari tempat duduk juga ya Kak, yang jauh supaya mas Fayyad bisa leluasa berbicara empat mata sama kak Azura, bukan begitu mas Fayyad?"
Fayyad terkekeh, tingkah Tasya saat berbicara ini begitu lucu menurutnya, itulah salah satu hal yang membuatnya bisa jatuh hati kepada Tasya, yaitu karena keceriaannya.
Kini Fayyad kembali duduk dengan disusul oleh Azura yang ikut duduk di sampingnya, duduk kursi paling ujung, untuk memberikan batas di antara keduanya. Tasya juga sudah pergi untuk mencari tempat duduk yang cukup jauh, namun masih bisa memantau mereka berdua dari belakang.
"Mas Fayyad ingin membicarakan hal apa?," tanya Azura tanpa berbasa-basi lagi, karena ia tidak ingin terlalu berlama-lama bersama laki-laki yang belum menjadi suaminya, meskipun sudah melamarnya namun mereka tetap belum halal.
Fayyad menghela napas dalam-dalam, ia sepertinya berat untuk mengatakan sesuatu kepada Azura, lebih tepatnya ia tidak tega.
Dengan wajahnya yang tertunduk, Azura menyimpan rasa penasaran karena laki-laki yang duduk di sampingnya ini tak kunjung membuka suara.
"Azura, pertama aku mau minta maaf sama kamu, aku minta maaf banget kalau nantinya apa yang aku katakan akan menyakiti hati kamu, tapi aku bersumpah demi Allah aku nggak bermaksud menyakiti hati kamu, aku nggak bermaksud memberikan harapan palsu sama kamu."
Fayyad tak berani menoleh ke arah Azura, ia merasa amat bersalah karena telah menyakiti hati perempuan sebaik Azura, tetapi ia sama sekali tak bermaksud untuk melakukan hal itu.
Sementara Azura semakin dibuat penasaran, ditambah lagi Fayyad meminta maaf kepadanya sebelum ia mengatakan inti pembicaraannya.
"Mas Fayyad ingin bicara apa?, katakan saja mas," desak Azura agar Fayyad langsung kepada inti pembicarannya.
"Baiklah, Azura aku minta maaf, aku, aku nggak mencintai kamu."
Azura tersentak, ia langsung menoleh ke arah Fayyad yang baru saja memberikan pernyataan yang membuat dirinya tidak percaya, amat tidak percaya.
"Mas Fayyad sedang bercanda kan?," tanya Azura memastikannya.
Fayyad menoleh ke arah Azura sembari menggelengkan kepalanya dengan wajah yang serius.
"Aku nggak bercanda Azura, aku serius, maaf aku memang nggak mencintai kamu."
Air mata Azura mulai meluruh begitu saja, ia masih shock berat, hatinya terasa amat sakit, dan tubuhnya seakan lemas tak bertenaga.
"Kalau Mas Fayyad nggak mencintai aku, lalu kenapa mas Fayyad melamar aku?"
"Aku minta maaf Azura, waktu itu aku nggak berniat untuk melamar kamu, aku memang dijodohkan oleh Abi kamu, tapi aku pikir aku akan dijodohkan sama Tasya, tapi ternyata sama kamu, aku sudah mau menolaknya tapi aku sudah terlanjur mengiyakan perjodohan ini sebelum aku tahu dengan siapa aku akan dijodohkan," ujar Fayyad menjelaskannya dengan rinci, agar Azura tidak salah paham.
Azura mencerna baik-baik penjelasan dari Fayyad. Namun tiba-tiba muncul tanda tanya di hatinya, "Jadi maksudnya mas Fayyad mengira akan dijodohkan dengan Tasya, begitu?"
Perlahan Fayyad menganggukkan kepalanya, "Iya, aku mengira aku akan dijodohkan dengan Tasya, tapi ternyata perkiraanku salah."
Azura meneguk salivanya secara paksa, hatinya semakin sakit, seperti disayat dengan pisau tajam yang baru diasah.
"Jadi maksudnya Mas Fayyad nggak mencintai aku, tapi mencintai Tasya?, benar begitu mas Fayyad?," tanya Azura dengan deraian air mata yang tak dapat ditahan lagi.
Fayyad kembali menganggukkan kepalanya, iya mengiyakan pertanyaan Azura yang benar adanya, "Iya Azura, aku mencintai Tasya."
Dada Azura langsung terasa sesak. Isak tangisnya mulai pecah, sekuat tenaga Azura menutupi mulutnya agar tidak mengeluarkan isak tangis, tapi gagal, karena hatinya terlalu sakit dan perih setelah menerima kenyataan yang seakan menghantam dadanya dengan sangat keras.
"Astaghfirullahal adziim," pekik Azura beristighfar.
Sesekali Azura menoleh ke belakang, ia melihat Tasya sedang duduk di kursi yang agak jauh darinya, syukurlah Tasya sibuk dengan ponselnya sehingga adiknya itu tidak melihat dirinya sudah bersimbah air mata.
"Azura aku benar-benar minta maaf, aku memang salah, aku sudah menyakiti perasaan kamu, tapi aku nggak bermaksud seperti itu, keadaan yang membuat semuanya jadi seperti ini."
Azura mengusap air matanya, ia mencoba tetap bangkit meskipun hatinya masih didera rasa sakit.
"Terima kasih mas Fayyad, terima kasih karena sudah jujur, aku hargai perasaan kamu, tapi tolong hargai perasaan aku juga, ini hal yang nggak mudah buat aku, aku butuh waktu untuk menenangkan diri, aku permisi, assalaamu 'alaikum."
Azura beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan cepat meninggalkan Fayyad yang hanya bisa terdiam dan menatap kepergiaan perempuan baik hati yang tak sengaja ia sakiti hatinya.
Fayyad mengusap wajahnya kasar. Ia marah, marah kepada dirinya sendiri karena waktu itu tidak bertanya terlebih dahulu dengan siapa ia akan dijodohkan, sekarang karena kesalahannya ini, ia telah menyakiti hati perempuan yang tak bersalah.
"Maafkan aku Azura, aku minta maaf," ucap lirih Fayyad menyesali kesalahannya.
Fayyad pun ikut beranjak dari tempat duduknya dan melangkah pergi dari taman. Sementara Tasya baru mengetahui bahwa Kakaknya dan Fayyad sudah tidak ada di kursi itu setelah ia baru saja selesai mengotak-atik ponsel pintarnya.
"Lho kok mereka nggak ada?, pada ke mana?," tanya Tasya kepada dirinya sendiri. Tanpa berlama-lama ia pun langsung mencari keberadaan mereka di sekitar taman, namun tak ada satupun jejak yang ditemukannya.
...💜💜💜...
Azura menutup rapat pintu kamarnya, ia juga menguncinya agar tidak ada satupun orang yang memasuki kamarnya. Tubuh Azura ambruk di lantai, air matanya juga ikut mengalir deras. Ia masih belum mempercayai kebenaraan yang ada, kebenaran tentang perasaan cinta Fayyad kepada Tasya, bukan kepada dirinya.
"Ya Allah kuatkan hati ini, kuatkan hati ini menerima kenyataan yang ada, ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan, ternyata mas Fayyad nggak mencintaiku, dan dia terpaksa melamarku, sakit rasanya ya Allah," rintih Azura di dalam hatinya yang remuk tak lagi berbentuk.
"Luka yang ada di hatiku belum sepenuhnya sembuh tapi kini ada luka baru yang membuat hatiku semakin perih, untuk yang kedua kalinya aku telah gagal menikah."
Isak tangis Azura semakin menjadi, ia memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya yang merah karena kesedihannya yang teramat dalam, air mata terus saja berjatuhan tanpa henti, mewakilkan perasaan hatinya yang hancur berkeping-keping.
"Dia nggak mencintai aku, tapi dia mencintai Adiikku, aku menjadi orang ketiga diantara mereka, mereka saling mencintai tanpa mereka tahu satu sama lain, dan aku, aku hanyalah penggangu hubungan mereka."
Azura amat terpukul karena cintanya tak terbalaskan, bahkan ia tak menyangka bahwa adik dan calon suaminya saling mencintai satu sama lain, ini benar-benar di luar dugaannya. Azura semakin erat memeluk kedua lututnya dan menangis sekencang-kencangnya, mengeluarkan semua isi hatinya yang hancur dan rapuh.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
...~Teruntuk Kanca yang sedang membaca, jadilah pembaca yang aktif ya, aktif beri like dan beri komentar, Percayalah jempol like Kanca adalah suntikan semangat bagi Ukhfira dan komentar Kanca adalah surat cinta sekaligus moodbooster untuk Ukhfira bisa terus menulis cerita ini sampai TAMAT~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Dinda Kirana agustina
tuh baru cwo ...
2021-06-21
1
Beby Ainun
nyesek,,,,
2021-06-10
1
Darna Dahlia
sedihnya nasib azura😭
2021-05-24
1