...🍁🍁🍁...
...Langit membiru haru dengan keteduhan yang menyamai kesuraman yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata, semua bias itu seakan turut mendukung kesedihan yang Sam rasakan. Hatinya masih menyimpan sebuah kesedihan yang begitu dalam....
Mengingat tentang hari ini, hari dimana ia kehilangan orang yang sangat di cintanya, wanita yang menggoreskan luka yang teramat sangat di hati Sam.
Kepergian Carmella yang begitu tiba-tiba masih menyisakan sebuah kepedihan yang tak ingin pergi dan terus menggerogoti Sam entah sampai kapan.
Berbeda dengan Darco yang saat ini sudah melupakan Carmella dan juga sudah memiliki pendamping yang baru, Samuel tak bisa melupakan Carmella begitu saja.
Meskipun kejadian itu sudah lebih dari lima tahun yang lalu, namun bagi Sam, perasaannya masih sama. Carmella adalah cinta dalam hidupnya.
Sam tidak bisa menyingkirkan sosok Carmella begitu saja dari hatinya. Kepergian Carmella dan semua kenangan yang wanita itu tinggalkan, seakan terus menggores perlahan tapi pasti di hati Samuel.
Tak satupun kenangan tentang Carmella yang meninggalkan dirinya. Kenangan wanita itu begitu kuat dan begitu hidup mengikat jiwanya.
Entah dirinya yang tidak bisa melepaskan cinta pertamanya, ataukan memang sosok Carmella-lah yang enggan untuk pergi dari kehidupannya. Yang Samuel tahu, bahwa hatinya kosong setelah kepergian Mella.
Tok.. Tok..
"Masuklah." sahutnya. Samuel merapikan dasinya dan kembali ke kursi. Sementara sekertarisnya masuk dengan membawa tablet di tangan ingin menyampaikan laporan.
"Ada apa?" kata Samuel dingin. Ia menunggu dengan tidak sabaran. Samuel memang seperti ini. Ia tidak mudah untuk menunjukkan wajah ramah kepada orang lain, termasuk keluarganya sendiri.
"Tamu anda, dr.Raka sudah berada disini tuan." lapor Jeni, sekertaris utama Samuel. Wanita itu juga enggan untuk berbasa-basi sebab ia sudah sangat mengenal bagaimana atasannya. Tidak ada gunanya mencari perhatian putra kedua dari keluarga McAdam tersebut.
"Biarkan dia masuk." sahut Samuel memberikan perintah. Wajahnya terlihat lebih santai saat mengetahui kunjungan sahabatnya, Raka. Meskipun kunjungan Raka di luar jadwalnya hari ini.
Jeni mengangguk patuh, kemudian sedikit tersenyum, "Baik tuan." katanya kemudian berlalu. Jeni langsung melakukan tugas lain yaitu mempersilahkan tamu dari atasannya untuk masuk ke dalam.
Jujur saja, sebenarnya Sam tidak ingin bertemu dengan siapapun untuk hari ini. Ia hanya ingin menghabiskan sepanjang hari berteman dengan kesunyian. Tapi ternyata, seseorang tidak mengijinkannya melakukan hal itu. Tidak untuk hari ini.
Pintu ruangan Sam kembali terbuka, seorang pria dengan busana kasual memasuki ruangannya dengan senyuman yang merekah.
Apa dia pikir ada sesuatu yang menyenangkan diruangan ini? Sam mendelik sesaat kepada Raka. Tidak habis pikir karena sahabatnya selalu bisa menunjukkan wajah ramah bahkan kepada orang asing. Sedangkan Sam paling handal menunjukkan wajah datar.
"Hei bung, aku datang untuk mu." kata Raka menghampiri meja kerja Samuel dan duduk di sana dengan leluasa meskipun tidak Sam tawarkan.
"Kau tidak punya hari lain untuk mengunjungi ku?" Samuel bangkit dari kursi masih dengan wajah datar. Seakan Raka akan di timpa sebuah kemalangan. Raka pikir Sam akan meninggalkannya sendiri di ruangan itu, tapi Sam tetap menghampiri Raka dan memberikan pria itu sebuah pelukan penuh keakraban. Sahabatnya belum berubah.
"Entahlah, aku hanya suka tanggal ini untuk menemui mu, karena aku tau kau pasti akan mengurung diri.- Masih tidak bisa melupakannya?" Raka berpindah dan mendaratkan bokongnya di atas sofa dengan kepala yang setengah bersander kemudian menengadah menatap langit-langit ruangan Samuel.
Raka adalah sahabat terdekat Samuel. Sejak di universitas, hanya Raka lah satu-satu orang yang bisa mendekati dirinya. Meskipun mereka berbeda fakultas, tapi entah bagaimana, Raka selalu saja bisa menempel kepada Sam. Dengan cara dan alasan apapun. Hingga Sam terlalu lelah untuk menghindar.
Samuel bukanlah seseorang yang mudah membuka diri terhadap orang-orang baru, meskipun itu adalah teman-teman sewaktu ia mengenyam pendidikan sekolah junior maupun senior high school.
Samuel selalu membangun tembok pembatas yang membuat dirinya tak tersentuh. Dulu. Tapi setelah nya tidak lagi. Setelah ia bertemu dengan Raka. Pria aneh yang terlalu gigih untuk berteman dengan dirinya. Ah, tapi tidak hanya Raka, sebenarnya ada satu lagi seseorang yang bisa menghancurkan tembok pertahanan Sam, yaitu Carmella.
Tapi sekarang tidak lagi, yang tersisa hanyalah Raka seorang. Karena itulah, sejak kepergian Carmella Samuel kembali membangun tembok pembatas untuk dirinya. Tembok yang lebih tinggi dan lebih dingin dari sebelumnya, hingga tak ada satupun yang kelak akan mendekati tembok itu dan meruntuhkannya seperti yang di lakukan Carmella pada hatinya. Wanita itu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun sebagai ucapan perpisahan. Benar-benar membuat Sam terlihat sangat menyedihkan.
Karena itulah Sam membangun temboknya kembali. Karena Sam tidak ingin terluka lagi. Ia sangat takut terluka untuk kedua kalinya. Kehilangan seseorang yang penting sangatlah menyakitkan. Sam tidak ingin merasakannya lagi.
"Dia yang kau maksud,- aku tidak berniat melupakannya." sahut Samuel datar. "Kau sepertinya sangat lowong. Apa kau tidak memiliki pasien? atau jangan-jangan kau sudah menutup rumah sakit mu." Sam bicara dengan nada yang sama, sinis dan juga tidak berperasaan.
Raka adalah seorang dokter dan juga pemilik rumah sakit terbesar di ibu kota saat ini. Rumah sakit yang diwariskan untuknya, dan rumah sakit yang sama tempat dimana Carmella menghembuskan nafas terakhirnya.
Menurut Sam, untuk seorang pemimpin rumah sakit terbesar, sahabatnya itu tidak cocok untuk kegiatannya saat ini.
"Rumah sakit ku tidak akan tutup hanya karena aku meninggalkannya selama satu hari." Raka membalas Sam dengan begitu santai. Ia sangat tahu bagaimana sahabatnya. Dan Raka sudah sangat terbiasa dengan kata-kata tajam dan pedas dari mulut seorang Samuel.
"Baiklah kawan. Karena aku sudah disini, apa kau Ingin menemuinya? aku juga sudah lama tidak menemui Carmella." Karena tahu Samuel akan melakukan sendiri jika ia tidak datang, karena itulah Raka berada di sana. Ia ingin menjadi bagian saat sahabatnya itu mengenang rasa sakitnya.
Sedangkan Sam sendiri, Ia memang berniat untuk mengunjungi makam Carmella setelah jam kantor berakhir, dan menghabiskan sepanjang hari untuk mengenang cinta pertamanya. Seorang diri- tadinya.
Raka tersenyum kecil saat Sam menganggukkan kepala dengan patuh, "Kita pergi sekarang."
Samuel mengambil kunci mobil lalu meninggalkan kantor bersama Raka. Sebelum itu, mereka masing-masing membeli sebuket bunga untuk di bawa saat mengunjungi makam Carmella.
"Setiap tahun kau selalu membeli bunga yang sama. Kau sepertinya sangat yakin jika dia menyukai bunga ini?" komentar Raka saat mobil Sam sudah kembali memasuki jalan raya.
"Aku mengenal Carmella dengan baik, dan aku akan selalu memberikan yang terbaik untuknya.- Tidak seperti seseorang." sahut Sam ketus.
Dari nada bicaranya yang tidak ramah, Raka tahu jika sahabatnya itu sedang membicarakan saudara laki-lakinya, Darco.
Wajar saja jika Sam marah pada Darco. Raka yang mengetahui keseluruhan kisahnya pun sangat setuju akan sikap Samuel. Jika malam itu Darco tidak membuat Carmella pulang seorang diri, dan mau mengantarnya kembali ke kediaman keluarga Stompson maka kejadian naas malam itu mungkin saja tidak akan pernah terjadi.
Tapi malam itu, Darco justru memilih untuk tinggal bersama para koleganya di bandingkan bersama Carmella yang adalah tunangannya sendiri.
Dan Raka sangat menyayangkan kejadian itu. Dan yang membuat Raka semakin prihatin adalah, Samuel yang terus menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Mella. Menimpa sahabat baik mereka.
"Sudah sampai rupanya.. " komentar Raka setelah sekian lama keduanya hening dalam perjalanan.
Samuel dan Raka keluar dari mobil dan memasuki area pemakaman yang berputar karena berada di daerah perbukitan. Dan di sana selalu sepi seperti biasanya.
"Seseorang sepertinya sudah mendahului kita." gumam Raka saat melihat buket bunga yang masih segar di letakkan di atas makam Carmella. Namun Sam tidak bersuara. Sam lebih memilih diam sambil mengenang cinta pertamanya.
Ia tidak perduli ataupun penasaran tentang siapa yang mengunjungi makam sebelum mereka tiba. Yang ada di pikiran Samuel saat ini hanyalah Carmella dan Carmella. Dan sebuah penyesalan yang tidak kunjung pergi dari hatinya.
Kau bahagia di sana? Sam berucap dalam hati sambil menatap nanar batu nisan didepan nya, Aku harap kau bahagia karena meninggalkan kami semua dengan begitu cepat. Setidaknya aku tahu bahwa kau berada di tempat yang indah. Aku merindukan mu. Dan sampai hari ini masih sangat merindukan mu, Mella.
...🍁🍁🍁...
Seorang wanita muda menggosokkan tangannya agar mendapatkan kehangatan. Dengan wajah dan hidung yang sudah memerah, wanita muda itu dengan cepat masuk ke dalam rumah untuk melindungi dirinya dari cuaca dingin yang hampir membekukan.
"Astaga, Anna. Apa yang kau lakukan sayang,- lihat dirimu, apa kau berniat berubah menjadi boneka salju?" Maria membulatkan matanya saat melihat Anna yang masuk kerumah dengan tubuh gemetar. Maria mengambil secangkir air hangat kemudian segera membungkus tubuh Anna dengan kain dan memeluknya erat.
"Aku tidak apa-apa mom." balas Anna sambil memijit pelan hidungnya yang merah. Sedangkan bibirnya sudah terlihat memucat.
Wajah Maria terlihat cemas, ia sangat tahu bagaimana kondisi putri angkatnya itu. Ditambah lagi Anna keluar rumah dalam keadaan seperti ini. "Kau kedinginan sayang, darimana saja kau di cuaca seperti ini, hem? bagaimana jika sesuatu terjadi padamu sedang aku ataupun Daddy mu tidak mengetahuinya, kau benar-benar membuatku cemas Anna." Raut kekhawatiran terlihat jelas di wajah Maria saat melihat Anna yang terus menggigil karena kedinginan.
"Aku hanya pergi sebentar mom,- sahut Anna cepat. "Jangan cemaskan aku, aku baik-baik saja. Sungguh,-" Anna tersenyum berharap Maria menghentikan kecemasan atas dirinya.
Tapi ternyata ia justru membuat keadaan berbanding terbalik. Bahkan Maria sudah mulai menangis saat memeluk tubuh Anna yang tidak berhenti bergetar.
Maria adalah orang tua dari Carmella. Sejak kejadian lima tahun lalu, orang tua Carmella langsung mengadopsi Anna untuk menjadi putri angkat mereka. Bukan karena mereka menginginkan Anna untuk menjadi pengganti Carmella, atau memastikan jantung dan juga mata yang Anna dapatkan dari putri mereka terjaga dengan baik, tapi alasan Maria dan suaminya melakukan itu adalah lebih kepada rasa bersalah dan juga sebuah rasa tanggung jawab. Mereka tidak bisa membiarkan Anna begitu saja setelah mengetahui bagaimana kondisi Anna yang sebenarnya.
"Kau menemuinya lagi, putri kami." Tebak Maria dengan suara pilu yang sangat Anna kenali. Maria selalu bisa menebak kemana dirinya pergi selama ini. Seakan Anna tidak bisa menyembunyikan apapun dari Maria.
"Mom, aku harus selalu berterima kasih kepada Carmella, dan juga kepada kalian. Jika tidak melakukan itu, aku akan merasa sangat berdosa. Aku akan merasa sangat bersalah kepadanya dan juga kepada kalian." Ah, sial. Seharusnya Anna tidak terbawa perasaan seperti ini. Anna memegang dadanya yang tiba-tiba terasa ngilu.
Luka jahitan di dadanya memang telah sembuh, namun bekasnya masih jelas terlihat. Setiap Anna mengingat Carmella dan merasakan emosi pada dirinya, maka jantungnya akan berdebar dan menimbulkan rasa ngilu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Maria yang menyadari ada sesuatu yang salah pada Anna pun segera menghampiri putrinya dengan wajah takut, "Anna, kau kenapa sayang. Kau baik-baik saja?" Maria memegang kedua tangan Anna dan menuntunnya,
"duduk dan tenangkan dirimu, aku tidak marah padamu sayang. Aku hanya khawatir padamu." Maria mendudukkan Anna di kursi dan mengambilkan segelas air lagi. Apa dirinya berlebihan? seharusnya Maria tidak menceramahi gadis kecilnya dalam kondisi seperti ini.
Anna membuka mulutnya dengan nafas yang sulit untuk ia raih, "Aku tidak apa-apa mom, hanya saja." Anna mengelus dadanya seraya menahan rasa sakit yang kembali di rasakan. Kali ini terasa lebih sakit dari sebelumnya. Itu bukan sakit dari jantung yang sudah di operasi dan di lekatkan pada tubuhnya. Itu adalah rasa penyesalan di hati Anna.
Penyesalan yang terus menghantuinya atas apa yang menimpa Carmella dan keluarga yang sudah merawatnya selama lima tahun terakhir ini. Penyesalan Anna atas keputusannya yang membuahkan kemalangan tidak hanya untuk dirinya tapi juga kepada orang lain.
Seharusnya Anna lah yang mati malam itu, bukan Carmella. Seharusnya Anna lah yang menanggung semuanya, bukan Carmella. Seharusnya Anna lah yang menerima semuanya.
"Mom, maafkan aku. Maafkan aku." Karena sakit yang teramat sangat, Anna pun menangis terisak karena kebodohannya malam itu. Penyesalan yang ia rasakan saat ini adalah penyesalan yang akan ia bawa bahkan sampai nanti ia sendiri yang akan menemui Carmella dan meminta maaf langsung kepada wanita itu.
Maria mendekap dan memeluk Anna dengan erat kemudian menangis bersama dalam pelukan yang hangat, "Ssttt.. jangan katakan itu sayang. Jangan katakan. Kami tahu apa yang terjadi, kita semua terluka dan ini bukan salah mu sayang, bukan salah mu." Maria memeluk Anna dengan lebih erat dan turut merasakan apa yang gadis kecil itu rasakan.
"Mom, kenapa rasanya begitu sakit. Hatiku.. hatiku rasanya benar-benar sakit mom."
.......
.......
.......
.......
.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Angelliana
ohh I see.. ternyata yg nabrak anna itu carmella.. carmella meninggal dan jantung sama matanya di donorkan ke pada Anna.
2021-04-03
2
D.R.S
60
2021-04-02
0
👑 Mellysa 💣
Akhirnya Anna mendapatkan keluarga & orang tua yg menyayanginya. Walaupun diawalai dari sebuah tragedi yg menurut Anna adalah kesalahannya. Walaupun sebenarnya itu karena takdir & jalan hidupnya.
Semoga kedepannya Anna dapat menjalani harinya dengan kebahagiaan. Bukan harus melupakan, tapi jangan jadikan penghambat untuk menjalani hidupnya yg masih panjang. 😊😊😊😊😊
2021-01-02
15