"Okeh, perkenalkan sang ketua kita!" sambutan sang senior itupun mendapat tepuk tangan, dan sorakan dari para peserta.
Meira melirik ke arahnya. "Astaga!" dia terperanjat saat pandangan mereka beradu sesaat. Rasanya ia ingin melarikan diri saat ini juga.
"Kenapa Mei?" tanya Jovita. Namun, Meira bergeming dalam diam.
"Bodoh, pantes aja pesertanya sekampung. Orang ketuanya dia." Batin Meira. Dia kembali merutuki dirinya sendiri.
"Saudari Meira, dan Jovita mari sini!" seru sang senior.
Meira masih menunduk, ia tak tahu bakal jadi seperti apa antara ia dengan Aldama nanti.
"Jadi, ini wakil ketua yg bakal nemenin loe terus Dam," goda sang senior. Karna penasaran Dama terus memperhatikan wajah yg sedari tadi menunduk itu. "Meira!" tegasnya.
"Apa maksud loe hah!" sambungnya kembali. "Segitu cintanya loe sama gue, sampe ngikutin setiap yg gue ikutin!" teriaknya.
"Apasih Malu!" sahutnya seraya menarik lengan Dama keluar dari aula.
"Loe ngapain hah!" ucap Dama langsung.
"Gue gak tau ekskul ini ketuanya loe, Jangkung!" ketus Meira.
"Bohong, loe sengaja kan ngikutin gue!" Dama tak kalah sewot.
Meira berdecih. "Cih, amit-amit tujuh turunan gue berurusan lagi sama loe!"
"Ngundurin diri aja loe sekarang!" ketus Dama.
"Enak aja, gue udeh taken di surat matrai gak bisa kali maen ngundurin gitu aja, sebenarnya gue juga ogah berurusan lagi sama loe!" ketusnya kembali.
"Mangkanya keluar kata gue juga," ucap Dama sedikit melembut.
"Nanti gue kena hukuman! Aldama yg suka maling jambunya bi Titin!" tegas Meira seraya mengejek.
"Kurang ajar loe, Otan!" sahut Dama.
Meira menatap Dama tak suka. "Kurang ajar Loe! Gue bukan mony*t ya! Gue manusia!" sentak Meira.
"Tapi kenyataannya loe tuh emang suka manjat pohon, pager, dan yg paling penting loe suka ngambil mangganya mang Kardi!" ucap Dama, dia seakan membalik keadaan menjadi lebih unggul.
"Bodo! Gue gak penduli, gue ngambil juga izin dulu! Gak kaya loe, suka ngambil tanpa bilang." Cerocosnya. "Eum ... namanya apa yah kalo ngambil tanpa bilang, oh, iya maling!" senyum mengembang di wajah Meira. Sedangkan yg diledek memasang wajah yg nampak tak bisa ia tebak.
"Gimana yah, kalo seisi kampus tau kalo loe itu tukang maling jambu!" ucapnya mengejek.
"Jaga bicara loe ya Meira!" ketusnya.
"Reputasi ancur atau- " ucapnya terpotong.
"Atau?"
"Loe gak usah ganggu hidup gue lagi, dan gak usah ungkit masa lalu itu lagi! Gimana?" tantangnya, tangan Meira sudah terulur untuk melakukan jabat tangan.
Dama tengah menimang, "gue terima apa enggak yah! Kalo terima nanti ngelunjak lagi tapi, kalo reputasi gue sebagai handsome boy in here bakal pupus!" batin Dama.
Dama akhirnya menjabat tangan Meira, ia tersenyum kecut seakan meremehkan wanita di hadapannya. "Deal," ketusnya. "Gue bakal bikin loe nyesel masuk ekskul ini." Batinnya bersorak. Senyum devil mengembang di wajahnya.
Akhirnya mereka masuk kembali ke dalam aula, setelah perjanjian yg mereka setujui tadi kini keduanya nampak damai, tidak ada saling melotot satu sama lain, tidak ada ejek mengejek satu sama lain, dan yg terpenting adalah tidak ada rahasia memalukan yg akan terbongkar lagi.
Selesai acara para pengurus ekskul baru tengah berkumpul di ruang aula, mereka tengah membicarakan tentang kegiatan-kegiatan yg akan dilakukan kedepannya. "Oke, jadi setuju semua kalo kita adain kemah?" ucap Dama. Semua anggota mengangguk.
Ucapan yg terkesan menyihir para pasang mata disana, membuat Meira enek seketika, dia ingin segera pulang untuk merebahkan tubuhnya yg sudah lelah tertimpa berbagai tugas dari dosennya, tapi entah disengaja atau tidak rapat ekskul itu mejadi sangat lama oleh bualan gak jelas sang ketua.
"Kak, izin bicara." Meira mengangkat tangannya.
"Iya kenapa?" tanyanya.
"Kalo, gak ada hal yg penting saya izin pamit," ketusnya.
"Iya Kak, agak capek nih banyak tugas juga," ucap anggota lain.
"Okeh, kalo begitu rapat hari ini saya tutup, sampai jumpa besok. Okeh!" sahutnya cepat.
"Kurang waras emang si Jangkung, sengaja dilamain kayanya!" gerutu Meira.
"Siapa si Jangkung, Mei?" tanya Jovita, ternyata ia sedari tadi berjalan di belakang Meira.
"Bukan siapa-siapa!" ketusnya. Dia berlalu pergi tanpa pamit, rasa capenya membuat akal sehatnya sedikit menghilang.
**************
Sedang enak-enaknya tertidur, Meira mendengar ketukan pintu yg membuatnya jengah, ia membuka paksa pintu yg sedikit macet karna terganjal sebuah lap, entah lap apa itu. "Abi!" teriak Meira.
"Ada apa sih?" sahut lembut sang Abi.
"Lap bekas sangkar burungnya Bi, kenapa gak di beresin?" Meira mengambil lap itu dan memberikan pada sang ayah.
"Maaf Mei. Abi lupa."
Meira berjalan gontai menuju pintu, saat dia membuka pintu terpampang lah wajah tampan yg tengah tersenyum ke arahnya, jika saja wanita lain mungkin sudah pingsan akan senyum yg memabukan itu.
"Ada apa loe kesini!" ketus Meira. Dia melihat Dama yg masih rapi dengan jas alamamater kampusnya seraya memegang laptop di tangannya.
"Loe kerjain proposal buat nanti kemah, loe kan wakil gue!" ucap Dama.
"Besok kan bisa! Kalo besok bisa kenapa harus sekarang! Dan kalo lo bisa kenapa harus gue sih!" ucap Meira, ia bahkan mengucapkan beberapa prinsip hidupnya.
"Dasar males!" Dama menarik lengan Meira dan menggiringnya masuk ke dalam rumahnya.
"Mentang-mentang tetangga loe ngajak ngerjain di rumah loe!" ketus Meira.
"Biar loe fokus kali, jan baper."
"Cuih, najis!"
Mereka masuk bersamaan, Meira tertegun melihat semua benda dan panjangan yg sudah lama ia tak lihat, mungkin terakhir kali ia masuk ke rumah Dama sekitar delapan tahun yg lalu. Ia dipersilahkan duduk oleh Dama.
"Kalo, mau minum ambil aja di dapur, gue gak mau layanin loe kaya pembantu!"
"Dasar tuan rumah gaada akhlak!" Meira berteriak.
Suasana rumah yg hening membuat mereka sedikit canggung, walau keduanya terfokus membuat sebuah proposal namun, curi-curi pandang masih mereka lakukan.
"Ibu, sama bapak kemana?" tanya Meira penasaran.
"Lagi pergi!"
"Oh."
"Gue mau mandi dulu, kalo butuh sesuatu ambil aja sendiri!" tegas Dama kemudian ia pergi begitu saja.
"Yg gue butuhin tuh Loe kampret! Masa bikin proposal sendiri, emang gampang!" gerutu pelan Meira.
Sudah lima menit berlalu Meira masih terfokus pada layar laptop. Dia terus mengetik semua yg telah di perintahkan oleh Dama. "Yailah, tuh anak belum keluar dari kamar mandi juga!" keluhnya.
.
.
.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Handa Yani
masih ngikutin
2021-11-25
0