4 tahun kini sudah usia pernikahan Ningsih dan Herman, mereka di karunia dua orang anak satu berusia 4 tahun dan yang satu sedang dalam kandungan.
Usia kandungan Ningsih kini sudah 9 bulan dan tinggal menghitung hari untuk kelahiran sang buah hati keduanya, tapi Herman sang ayah sedang tidak memiliki usaha apa-apa dia sedang menjadi pengangguran, setelah satu bulan kemarin ini jatuh sakit dan harus istirahat.
Uang tabungan yang sengaja Ningsih persiapkan untuk persalinan pun habis terpakai untuk biaya sehari-hari mereka makan, di tambah si kecil Nadia sudah banyak kebutuhannya, Ningsih binggung harus bagaimana lagi.
"Yah, gimana ini hari terus berlalu semakin dekat dengan hari persalinan, tapi kita sama sekali ga punya persiapan, lalu mau bayar rumah sakitnya pakai apa?" tanya Ningsih binggung.
"Sebentar Bu, Ayah, akan cari pinjaman ke temen-temen Ayah nanti siapa tahu ada yang mau bantu," jawab ayah lemas.
"Kalo pinjem nanti gimana gantinya, sedangkan Ayah sedang tidak bekerja," kata ibu tidak tahu lagi harus apa.
"Ya tar sekalian pinjem buat modal dagang biar nanti, sehabis Ibu melahirkan Ayah bisa dagang lagi, Bu." Ide ayah yakin akan niatnya.
Ibu hanya tersenyum, berharap kali ini ayah bener-bener bisa usaha yang lancar demi kebutuhan keluarga dan masa depan anak-anak mereka.
Sebenernya bukan ayah tak ingin kerja tapi ayah hanya tidak tega meninggal kan ibu di rumah sendirian hanya bersama Nadia saja, sedangkan kondisi kandungan ibu yang sudah memasuki bulan sembilan bisa kapan saja melahirkan tidak ada yang tau jalannya Bayi.
Ya, setelah berjuang selama bertahun-tahun hidup dalam ketupurukan bertahan melawan omongan demi omongan ketidak sukaan keluarga dari Herman, demi untuk bisa hidup bebas Ningsih, berjuang sekuat tenaga setelah berusaha payah menabung dan terus menabung menyisihkan sedikit hasil jualannya selama empat tahun Ningsih akhirnya berhasil membeli rumah walau kecil tapi lumayan bisa untuk tempat berteduh dari hujan dan panas.
Ningsih memilih pindah rumah tidak mau menempati rumah warisan suaminya, biar rumah itu menjadi masa depan anak-anaknya nanti.
*****
Seminggu menjelang hari kelahiran ayah telah berusaha bersusah payah mencari pinjaman kesana kemari tapi tak menemui hasil semua temen yang ayah datangi sedang tidak bisa membantunya, putus asa ayah tambah binggung harus bagaimana lagi.
Akhirnya ayah teringet dengan Kakak iparnya yang pertama, di antara ketiga kakanya ayah lebih dekat dengan kakak pertamanya, akhirnya ayah memutuskan untuk pergi menemui kakaknya, berharap kali ini membuahkan hasil.
tapi harapan ayah kosong lagi-lagi ayah gagal tidak mendapatkan pinjaman dari kakaknya, ayah ga tau lagi harus mencari pinjaman kemana lagi, ayah pulang kerumah dengan wajah lusuh dan lemas.
Sebenarnya ada satu kakak ipar ayah yang berkecukupan dia lebih sukses dari saudaranya yang lain, tapi dia terkenal nyebelin selalu mengumbar aib keluarga, suka pamer kalo melakukan kebaikkan dan suka membicarakan kekurangannya Ningsih pada orang lain.
"Apa aku pinjem aja sama kakak kedua ya? tapi tar kalo jadi masalah gimana? akh tau ah pusing." Batin ayah.
*****
Hari kelahiran yang di tunggu tiba, ibu sudah mulai terasa saat habis subuh tadi, tapi masih bisa di tahan dan ibu juga masih bisa berjalan-jalan agar si Bayi gampang keluarnya.
Pukul 06.00 wib terasanya mulai kuat ibu sudah tidak tahan lagi akhirnya ayah, membawa ibu puskesmas terdekat dengan mengendarai motor binggung ayah, dengan biayanya nanti, uang yang ada di tangan hanya sebesar lima ratus ribu hasil jual gelang ibu hanya itu harta berharga yang terakhir ibu punya.
Sepanjang jalan ibu terus istigfar menyebut Asma Allah, agar di permudah jalan lahirnya, sama seperti saat kelahiran putri pertamanya, Nadia di tinggal bersama neneknya yang nanti akan menyusul membawa baju-baju Ningsih.
Sebelum ayah, membawa ibu, tadi di rumah sempat menghubungi Bidannya hingga pas sampai tempat Bidan sudah siap menyambutnya.
"Sini-sini, ajak sini, Pak?" panggil Bidan saat melihat ayah datang.
Ayah berhenti mendengar suara Bidan, dan membantu ibu berjalan ke ruang periksa, ibu masih bisa jalan walau dengan susah payah sambil menahan rasa mules yang sangat kuat.
"Sini, Bu saya periksa dulu Bapak, silakan urus pendaftarannya dulu di depan!" kata Bidan menyarankan.
"Baik lah kalo bagitu tolong bantu istri saya." Kata ayah khawatir dengan kondisi ibu.
wajah ibu begitu pucat gimana tidak sekarang sedang ada seorang bayi dalam perutnya yang mencoba untuk keluar, dengan terus mendorong memaksa ingin keluar.
"Sini Bu, silakan tiduran dulu kita periksa ya." Kata Bidan membantu ibu naik tempat tidur pasien.
"Hmm ... kerasa jam berapa, Bu?" tanya Bidan sambil terus memeriksa.
"Tadi habis subuh sudah mulai kerasa, tapi masih pelan jam enam mulai kerasa kerasnya," jawab ibu meringgis saat bayi sedang mendorong.
"Waduh ini sih sebentar lagi, air ketubannya sudah mulai habis untung cepet kesini kalo telat bahaya dengan bayinya, hayo Bu, ikut saya cepet ini bentar lagi." Kata Bidan mulai panik.
Bidan mencari kursi roda buat membawa ibu ke ruang bersalin karena ga mungkin kalo berjalan kaki, Bidan juga ga mau pasien terluka, bayi dan ibunya harus selamat.
Bidan mendorong kursi roda membawanya ke ruang bersalin, saat memasuki ruangan bersalin di tempat tidur ada seorang perempuan sedang ingin melahirkan juga tapi, Bidan menyuruhnya untuk pindah dan mengijinkan Ningsih untuk menempati tempatnya.
*****
"Loh Bu Bidan kenapa ibu tadi di suruh pergi kan dia juga mau melahirkan?" tanya ibu penasaran.
"Ga apa-apa dia masih lama udah dua hari masih pembukaan satu terus, sedangkan Ibu, tinggal sebentar lagi ini udah pembukaan sembilan!" jawab Bidan menyiapkan peralatannya.
Bidan menyuruh ibu untuk ambil posisi yang bagus kaki di rentangkan dan tanggan menarik kakinya saat si bayi mendorong, itu saran yang di berikan Bidan ke ibu.
Sebelumnya Bidan menensi tekanan darah ibu begitu tinggi 180 per jam, membuat ibu harus mengunakan alat bantu pernapasan saat melahirkan dan tangan ibu di infus.
"Sebentar ya Bu, tunggu aba-aba saya, bilang kalo Ibu terasa mau buang air besar." Kata Bidan.
Ibu hanya menganggung tanda setuju dan mengerti arahan Bidannya.
"Bidan, saya mules," kata ibu.
"Ok, baik Bu, siap tarik napas dari hidung buang lewat mulut, terus Bu, dorong sekuat tenaga angkat kepala Ibu!" tegas Bidan memberi arahan.
Ibu mengikuti arahan Bidan tarik napas ... buang napas ... ! begitu seterusnya sampai dua kali mengejan dalam waktu lima belas menit bayi pun lahir dengan selamat.
"Oeekk ... oeekk ... oekk," suara tangis bayi mengema di ruangan, ibu pun bernapas lega setelah berjuang sekuat tenaga.
"Bagus Ibu, hebat Bayinya lahir dengan selamat dan berjenis kelamin perempuan, lihat cantik seperti Ibunya," kata Bidan memberi selamat dan memuji ibu.
Bidan membantu membersihkan kotoran ibu setelah melahirkan, dan juga membersihkan bayi memakaikan baju dan bedong supaya bayi lebih hangat. Bidan memperlihatkan bayi pada ibu terlebih dulu, baru kemudian di berikannya ke pada sang ayah untuk di adzani.
"Silakan Pak, boleh untuk di azdani." Kata Bidan.
"Baik, Bu Bidan makasih," uncap ayah mengendong bayi.
"Allahu Akbar ... Allahu Akbar ...."
Suara ayah menggumandangkan azdan di telingga kanan bayi, dan komat di telingga kirinya, setelah selesai ayah membawa bayi ke dalam dekapan sang ibunya.
"Permisi Pak, maaf ini biaya persalinan dan obat-obat ibu yang harus di bayar," kata petugas kasir memberikan kertas tagihan.
"Baik Bu, nanti saya akan melunasin semuanya." kata ayah menerima kertas tagihan.
"Bu, Ayah, pulang sebentar ya mau cari pinjeman buat bayar persalinan." Pamit ayah pada ibu yang sedang istirahat.
Ibu hanya menjawab dengan angukkan kepala sambil tersenyum, ayah melangkah pergi keluar ruangan, ibu menanggis saat melihat punggung ayah dari belakang, betapa malangnya nasib keluarga mereka.
*****
Ayah mengendarai motornya tidak kerumah tapi ia pergi ke rumah Kakak keduanya dengan sangat terpaksa ayah memberanikan diri untuk meminjam uang pada kakak keduanya, entah apa yang terjadi kedepannya ayah tak pikirkan itu dulu yang penting ayah bisa membawa istri beserta bayinya pulang.
Setelah mendapatkan uang pinjaman ayah kembali ke puskesmas melunasi semua biayanya masih ada sedikit sisah uang bisa untuk memasak nasi buat di bagikan ke tetangga, namanya NAMU(menyambut tetangga baru).
Setelah urusan bayar ran lunas ibu dan bayi bisa pulang, untung kondisi ibu sudah sehat jadi bisa langsung pulang tanpa harus nginep lagi.
*****
BERSAMBUNG ...
❤Terima kasih sudah mampir❤
😘Salam cinta dari saya😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🧸🍒🍾⃝ͩɴᷞαͧуᷠαͣ❣️ 📴
upp
2021-09-14
2
Reori Enespere
Susah melahirkan lalu uang kurang untuk biaya persalinan. moga anaknya jadi anak yang baik ya bu. Sadar akan perjuangan orang tuanya.
2021-08-19
1
Siti Rahayu ningsih
aku sudah mampir ya... ka
2021-08-04
5