Laura Cristy

Wajah gadis itu terlihat tidak semangat. Ditariknya koper yang berisi pakaiannya dengan malas dan berjalan memasuki pekarangan rumahnya.

Rumah tempat Ia semasa kecil dibesarkan tidak ada perubahan, masih tetap sama. Masih terasa kosong dan hampa. Ia menatap rumah yang terletak di sampingnya.

Rumah tersebut amat berbeda dengan rumahnya. Auranya amat jauh berbeda. Rumahnya terasa kosong dan dingin, sedangkan rumah sebelah terasa hangat dan penuh dengan canda tawa bahagia. Seperti menertawakan kegetiran hidupnya.

"Cuih!" Rara membuang ludahnya ke pekarangan rumah tetangganya tersebut. Rasa benci tak bisa Ia sembunyikan. Benci dan dendam sudah menggunung jadi satu.

Laura Cristy atau biasa dipanggil Rara. Gadis yang cukup menarik jika saja wajahnya mau dihiasi dengan senyum, namun Ia lebih memilih menghiasi wajahnya dengan aura kesedihan yang membuatnya selalu terlihat murung apalagi kalau berada di lingkungan rumahnya.

Bagaimana kalau di asramanya? Laura lebih bahagia tinggal di asrama. Ia memiliki banyak teman dan suka tertawa bersama. Kebahagiaan itu berubah kalau Ia pulang ke rumah. Pulang ke rumah yang terasa amat suram dan menyakitkan tersebut.

Sayangnya kehidupannya yang indah di asrama akan berakhir 6 bulan lagi. Ia sudah berada di semester akhir kuliahnya yang berarti tidak lama lagi Ia akan kembali tinggal di rumah ini lagi bersama dengan kenangan-kenangan menyakitkan yang masih terekam dengan jelas di memorinya.

Selama ini Rara tidak pernah pulang sekalipun sedang liburan. Ia lebih memilih menghabiskan liburan di rumah neneknya yang terletak tak jauh dari asrama dibanding pulang ke rumah. Namun 3 bulan lalu nenek tercinta sudah berpulang ke pangkuan ilahi. Tak ada lagi tempat yang bisa Ia habiskan kalau liburan selain rumah ini.

Rara melihat ke sekeliling teras rumah. Tak ada tanaman dalam pot seperti yang dimiliki oleh rumah sebelah. Tentu saja tidak akan ada. Mana mungkin si Nenek Lampir sempat mengurus tanaman, mengurus dirinya saja Ia tak mau bahkan sampai mengirimnya ke asrama segala.

Laura mendekat ke keset di depan pintu. Diangkatnya keset tersebut dan benar saja Ia menemukan kunci rumahnya terletak disana. Ini memang kebiasaan si Nenek Lampir sejak dulu. Kunci cadangan diletakkan dibawah keset.

Laura berdiri dan membuka pintu rumahnya. Krieettt.... pintu rumah pun terbuka. Mata Laura memandang sekeliling dalam rumah. Hanya sedikit yang berubah seingatnya. Ukuran TV yang makin besar dan dengan model terbaru terletak di ruang keluarga.

"Cih! Untuk apa beli TV sebesar itu? Memangnya ada yang mau menonton!" ketus Rara. Ia berbicara sendiri karena memang rumah ini tak ada siapapun.

Rara menutup pintu lalu naik ke lantai 2 dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia amat lelah dengan perjalannya hari ini. Ia putuskan untuk langsung mandi lalu tidur. Memang perjalanan dari asramanya dengan rumah cukup jauh. Hampir 8 jam perjalanan dengan bus. Kalau dengan pesawat hanya 1 jam saja, namun Ia sengaja memilih naik bus agar tidak terlalu lama menghabiskan waktunya di rumah.

Rara baru saja hendak berbaring setelah sebelumnya sudah membersihkan tubuhnya ketika mendengar namanya dipanggil.

"Huft! Mau apa sih Si Nenek Lampir itu? Kenapa juga Ia ada di rumah hari ini? Bukankah Dia gila kerja?!" gumam Rara.

Tak lama pintu kamar Rara diketuk lalu masuklah seorang perempuan cantik yang memakai kemeja kerja ke dalam kamar Rara.

"Sayang kamu udah sampai? Kok kamu gak telepon Mama sih? Kan Mama bisa jemput kamu nanti." Mama Vio mendekati Rara yang kini sudah duduk di tempat tidurnya lalu memeluk Rara dengan erat.

"Mama kangen banget sama kamu Sayang." ujar Mama Vio dengan suaranya yang sedikit bergetar menahan kesedihannya. Ia sungguh sangat kangen dengan putrinya ini.

Rara melepaskan pelukan Mamanya. "Gerah, Ma. Rara baru aja selesai mandi. Kenapa Mama ada di rumah? Bukannya Mama seharusnya di kantor?" Rara melihat jam di kamarnya, jam 2 siang. Sangat jarang melihat kehadiran Mamanya di siang hari. Mama biasanya pulang ke rumah tengah malam atau menjelang pagi lalu akan berangkat kerja lagi di pagi-pagi sekali sebelum Rara bangun.

"Iya Mama sengaja ijin sama kantor karena mau menyambut kedatangan kamu Sayang. Kamu sudah makan belum? Kalau belum Mama akan pesankan makanan buat kita makan bersama. Atau kamu mau makan keluar? Sekalian kita merayakan liburan kamu, gimana?" Mama Vio amat senang dengan kepulangan Rara, Ia bahkan mengacuhkan sikap Rara yang terkesan menjauhinya. Baginya hanya perlu sedikit usaha maka Rara akan dekat kembali dengannya. Toh mereka kan memang ibu dan anak yang memiliki ikatan batin. Ia tidak menyadari kalau semakin lama hubungannya dengan Rara semakin jauh.

"Aku mau makan di rumah saja. Aku lelah mau istirahat dulu." tolak Rara.

"Baiklah Sayang. Kamu istirahatlah. Mama akan pesan makanan jadi nanti saat kamu bangun sudah siap semua. Mama tinggal dulu ya. Istirahatlah Sayang." Mama Vio lalu menyalahkan AC dan meninggalkan kamar Rara.

Rara melanjutkan tidurnya. Baru satu jam tidur tiba-tiba Rara mendengar pintu kamarnya diketuk lagi. Rara pun terbangun dari tidurnya.

"Kenapa Ma?" tanya Rara dengan kesal.

"Kenapa sih Si Nenek Lampir ini gangguin gue terus?" gerutu Rara dalam hati.

Mama Vio pun masuk ke dalam kamar Rara setelah mendengar kalau Rara sudah bangun. "Sayang ada Inez di bawah. Dia pengen ketemu kamu. Katanya kangen banget."

"Inez? Si Tukang Pamer itu lagi. Ngapain sih seexcited itu pengen ketemu gue? Pasti ada yang mau dipamerin lagi deh." gumam Rara dalam hati.

"Iya, Ma. Nanti Rara turun. Rara mau cuci muka dulu." jawab Rara dengan malas.

"Oke Sayang." Mama Vio pun meninggalkan kamar Rara untuk menyuguhkan minuman untuk Inez dan pacarnya.

Rara menyingkirkan guling di sampingnya dengan kesal. Wajahnya kesal. Baru saja tiba sudah banyak hal-hal menyebalkan. Kenapa sih Nenek harus meninggal secepat ini? Ia kan harus terus bertemu orang-orang menyebalkan seperti Si Nenek Lampir dan Si Tukang Pamer Inez.

Dengan kesal Rara masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci mukanya. Ia mengelap wajahnya dengan handuk bersih lalu merapihkan rambutnya sebelum turun menemui Inez.

Rara melangkahkan kakinya menuruni tangga. Terdengar suara dua orang yang sedang tertawa dengan bahagia lalu suara Mamanya yang juga ikut tertawa senang.

"Bisa juga Si Nenek Lampir tertawa bahagia kayak gitu." kata Rara dalam hati.

"Itu Rara udah turun." beritahu Mama Vio pada Inez.

Inez lalu bangun dari duduknya dan berlari menghampiri Rara.

"Raraaaaa...." kata Inez dengan penuh semangat. Inez langsung memeluk Rara melepaskan rasa kangen di hatinya.

"Ineezzz Sayaaaaang. Gue kangen banget sama lo." Rara balas memeluk Inez.

"Cih. Siapa juga yang mau kangen sama lo?" omel Rara dalam hati.

"Gue juga kangen banget sama lo, Ra. Ya ampun lo cantik banget sekarang." puji Inez. Inez melepaskan pelukannya lalu menatap penampilan Rara dari ujung rambut sampai kaki yang terlihat amat berbeda.

"Bohong! Bilang saja lo mau gue puji juga. Oke, gue ikutin permainan lo!" kata hati Rara.

"Masa sih, Nez? Kalah lah cantiknya sama lo. Wajah lo aja makin glowing gitu. Makin cantik lo mirip sama Tante Nia aja." Rara sengaja menyebut Inez secantik Tante Nia Mamanya Inez agar Inez makin senang dengan pujian yang Ia berikan.

"Enggaklah. Pokoknya masih cantikkan lo. Titik." ujar Inez tak mau kalah memuji.

"Terserah lo lah. Gue males kebanyakan muji lo. Makin besar kepala nanti. Cih." gumam Rara lagi dalam hati.

"He...he...he... Bisa aja deh. Lo sama siapa kesini?" Rara melirik seorang cowok yang duduk di ruang tamunya. Cowok itu sejak tadi memperhatikan dirinya.

"Pasti Si Tukang Pamer ini selalu cerita tentang gue deh makanya cowoknya penasaran sampe liatin gue kayak gitu." gumam Rara dalam hati.

"Itu pacar gue, Ra. Ayo gue kenalin." Inez menggandeng tangan Rara dan mengajaknya berkenalan dengan Andrew.

"Sayang. Ini Rara." Inez lalu bicara pada Rara. "Ra kenalin cowok gue namanya Andrew."

Andrew berdiri lalu mengulurkan tangannya. "Andrew."

"Laura panggil aja Rara." Rara menyambut uluran tangan Andrew.

"Inez banyak cerita tentang lo. Gue jadi penasaran ternyata lo seperti yang diceritain ke gue, he..he.." jawab Andrew.

"Ah masa sih? Inez cerita apa aja tentang gue? Pasti yang jelek-jelek ya misalnya gue suka ngupil gitu?" tebak Rara asal.

Tak disangka Andrew ternyata malah tertawa padahal Rara tak ada niat untuk melucu.

"Enggak kok. Inez cerita yang baik-baik tentang lo tenang aja. Tapi bener ya kata Inez kalau lo tuh anaknya asyik. Baru kenal aja kita udah langsung akrab kayak gini." puji Andrew.

"Akrab? Gue akrab sama kalian? Lo kali yang sok akrab sama gue! Gak masalah lah karena lo ganteng. Kalau lo ganteng terus tajir lo bakalan beneran gue baikkin, tapi kalo lo ternyata kere mah males banget gue baik-baik sama lo." kata hati Rara.

"Hmm... Aku dicuekkin sama kamu nih ceritanya? Wah baru ketemu Rara aja kamu udah pindah ke lain hati nih. Bisa bahaya nih." ujar Inez berpura-pura cemburu.

"Enggak kok Sayang. Rara kan sahabat kamu. Masa sih aku tega merusak persahabatan kalian? Inget ya, your only the one I loved." gombal Andrew untuk memenangkan hati Inez kembali.

"Cih! Mulai pamer kemesraan mereka di depan gue. Makin muak aja gue ngeliatnya. Gue jadi pengen ngerusak hubungan kalian yang super duper lebay itu. Baiklah ini target liburan gue kali ini. Lumayanlah untuk mengisi liburan daripada bosen. Lebih baik ngerusak hubungan Si Tukang Pamer ini. Sekali tepuk dua lalat bisa kena. Bikin Si Tukang Pamer ini menderita sekalian putusin hubungan mereka." kata Rara dalam hati.

"Udah ayo kita duduk dulu sambil ngemil. Mama aku udah nyiapin cemilan tuh." ajak Rara. Mereka pun kembali mengobrol di ruang tamu.

Rara duduk di samping Inez yang terus saja menggandeng tangannya tak mau lepas. Sejujurnya Rara merasa risih dengan perlakuan Inez yang bermanja ria padanya. Tapi demi menunjukkan citra sahabat yang juga kangen sama sahabatnya terpaksalah Ia menahan perasaannya. Andrew duduk dihadapan mereka berdua seorang diri sementara Mama Vio kembali ke dapur untuk memanaskan makanan yang Ia pesan.

"Jadi kalian sudah berapa lama berpacaran?" Rara mulai menginterogasi kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu. Ia berusaha mencari informasi yang banyak sebelum menjalankan rencana jahatnya tersebut.

"Udah 2 tahun." jawab Andrew. Sementara Inez sedang asyik memperhatikan kuku milik Rara yang dihiasi dengan kutex berwarna indah dengan hiasan batu diatasnya.

"Wah udah lama juga ya. Kok lo gak pernah cerita sih sama gue Nez kalau lo udah punya pacar?" Rara berusaha mengalihkan perhatian Inez dari kukunya. Ia mulai risih dengan sikap Inez yang menurutnya amat norak itu, memangnya Ia tidak pernah ke salon apa hanya untuk manicure dan pedicure? Usaha Rara berhasil. Inez mulai mengalihkan perhatiannya dari kuku Rara.

"Habisnya kamu kalau aku telepon sibuk terus sih?! Kan aku belum sempat cerita tentang Andrew." protes Inez.

"Sibuk darimana sih Nez? Aku kan di asrama cewek mana sempat pacaran? Gak kayak kamu yang pacarnya banyak. Ups... maaf aku gak bermaksud bilang kayak gitu." Rara memasang wajah bersalah melihat ekspresi Andrew yang langsung memicingkan matanya penuh curiga.

"Memangnya Inez banyak pacarnya Ra?" Andrew mulai terpancing dengan omongan Rara.

"Oh enggak kok. Aku cuma becanda aja. Inez mah anak baik-baik. Mana mungkin Inez kayak gitu." jawab Rara.

"Ih Sayang kamu kok nanya gitu sih? Kamu gak percaya sama aku? Waktu itu aku emang sering cerita sama Rara tapi bukan tentang pacar aku tapi tentang cowok-cowok yang lagi pendekatan sama aku. Aku gak pacaran sama mereka semua kok." kata Inez menjelaskan. Ia takut Andrew cemburu yang berakibat rusaknya hubungan mereka nantinya.

"Oh jadi mau pamer nih ceritanya kalau punya banyak gebetan? Sok iye banget sih jadi orang. Ih makin semangat deh gue ngerusak hubungan kalian berdua." batin Rara.

"Iya, Drew. Mungkin gua aja kali yang lagi gak fokus dengerin ceritanya Inez. Gue pikir Inez gonta ganti pacar eh ternyata hanya fansnya Inez aja toh. Wah berarti lo beruntung ya Drew dapetin Inez?" Rara mulai memakai topeng muka duanya saat ini. Cara yang paling ampuh untuk merusak hubungan orang.

"Bisa aja nih Rara. Enggaklah. Justru gue yang beruntung mendapatkan cinta Inez. Susah loh dapetin Inez. Saingannya banyak." puji Andrew pada kekasih hatinya.

"Yaelah ternyata cowoknya sama lebaynya sama nih cewek. Sama-sama norak. Kayak gak pernah pacaran aja sebelumnya. Cocok emang tukang pamer sama tukang pamer." gerutu Rara dalam hati.

"Lo sendiri gimana Ra? Cowok lo siapa sekarang? Lo pasti punya pujaan hati kan?" tanya Inez.

"Gue-" belum sempat Rara menjawab tiba-tiba Mama Vio menjawab. Mama Vio yang datang membawakan lagi cemilan untuk teman mereka mengobrol ternyata mendengarkan percakapan mereka sejak tadi. Ia juga amat ingin tahu kehidupan anaknya seperti apa.

"Rara mungkin agak susah untuk pacaran, Nez. Ia sibuk belajar. Buktinya nilai kuliahnya amat bagus. Bahkan sampai Cum Laude. Mana sempat Ia berpacaran? Iya kan Sayang?" tanya Mama Vio.

"Iya, Ma. Mana sempat aku berpacaran. Aku kan sibuk dengan belajar." jawab Rara sambil tersenyum.

"Kalian pikir gue gak bisa kabur kalau malam hari untuk sekedar ke diskotek? Jangan panggil gue Laura kalau aku gak bisa buat onar di asrama putri sekalipun." gumam Rara dalam hati.

(Rara)

Terpopuler

Comments

Mari Anah

Mari Anah

cocok lah visual rara,ky judes2 julid gtu muka y

2023-11-07

0

Lusiana_Oct13

Lusiana_Oct13

Nez nez kamu tulus rara nya tdk ngangap km malah punya penyakit hati ya selalu iri sama km

2023-09-21

0

Santi Rahma

Santi Rahma

jdi inget tmn ku.sampe bisa2 nya ngambil pcr tmn sndri🙄🙄🙄🤨🤨

2022-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!