Camelia melangkah di koridor rumah sakit dengan santai. Tampak di tangannya ia membawa bekal makanan yang akan ia berikan pada ibunya yang sedang terbaring lemah dirumah sakit tersebut. Camelia masuk ke dalam salah satu ruangan rawat pasien tanpa menyadari bahwa Baren dan Evelin sedang mengikutinya dari belakang.
"Ibu!" seru Camelia menyapa Shofia yang tampak tersenyum tipis padanya sembari berbaring di atas brangkar pasien.
"Kau sudah datang." ucap Shofia menatap putrinya.
"Iya, Bu! Hari ini aku bawa makanan kesukaan Ibu," sahut Camelia dengan raut wajah yang sangat ceria.
"Oh, kau tidak perlu repot-repot masak makanan untuk Ibu karena kau juga sudah lelah bekerja dan menjaga Ibu disini." kata Shofia sembari mengelus rambut Camelia yang terurai panjang.
"Lagi pula Ibu juga tidak bisa makan seperti biasanya karena Ibu sering mual dan muntah saat sedang makan." kata Shofia lagi.
"Mungkin itu karena pengaruh dari obat-obatan yang Ibu konsumsi ... tapi aku harap Ibu tetap semangat menjalani pengobatannya." ucap Camelia pada Ibunya tersebut.
"Haaaah, apa Ibu bisa sembuh? Sudah bertahun-tahun Ibu terus merepotkanmu karena Ibu sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit ini." ucap Shofia seakan putus asa.
"Ibu, jangan pesimis seperti itu! Ibu harus semangat agar Ibu bisa sembuh seperti semula ... aku yakin kalau Ibu semangat semua usaha kita akan berbuah manis," sahut Camelia seakan memberikan semangat pada Shofia.
"Nak, lebih baik Ibu pulang saja kerumah." kata Shofia.
"Kenapa, Bu? Ibu kan masih lemah seperti ini dan Ibu perlu perawatan dirumah sakit." tanya Camelia.
"Biaya rumah sakit sangat mahal dan sekarang kita sudah menunggak biaya yang tidak sedikit! Ibu bingung harus bayar semua tagihan itu pakai apa? Kita tidak punya harta apapun kecuali rumah kita dan kalau rumah itu dijual maka kita tidur dimana?" sahut Shofia.
"Bu, untuk masalah itu Ibu tidak perlu memikirkannya, biar aku saja," ucap Camelia.
"Nak, gajimu sebagai kasir di minimarket tidak cukup untuk membiayai Ibu dirumah sakit." kata Shofia seolah ingin berdebat dengan putrinya tersebut.
"Tapi...
Tok...tok...tok...
Camelia menoleh kearah pintu ruangan tersebut.
Ceklek...
Tampak seorang perawat membuka pintu tersebut dan masuk menghampiri Camelia serta Shofia.
"Permisi, apa kau keluar dari pasien?" tanya Perawat itu pada Camelia.
"Iya, aku anaknya." sahut Camelia.
"Dokter ingin bicara denganmu mengenai penyakit Ibumu." kata Perawat itu lagi.
"Oh, baiklah! Aku akan kesana," sahut Camelia.
Perawat itu lantas mengecek selang infus yang terpasang di tangan Shofia.
"Ibu, aku keruangan dokter dulu ya," kata Camelia pamit pada Shofia.
"Iya, sayang." sahut Shofia.
Camelia keluar dari ruangan rawat ibunya dengan raut wajah yang tampak gusar dan khawatir.
"Dokter ingin bertemu denganku! Apa penyakit ibu bertambah parah?" gumam Camelia dalam hatinya.
Dari kejauhan Baren dan Evelin melihat Camelia melangkah pergi menjauh dari ruangan itu.
"Kemana dia?" tanya Evelin.
"Itu nanti saja! Aku penasaran siapa yang ia temui di dalam ruangan itu tadi." sahut Baren berniat untuk masuk ke dalam ruangan rawat pasien dimana Shofia sedang terbaring lemah.
Evelin merasa penasaran kemana Camelia akan pergi saat itu.
"Kalau begitu aku akan mengikuti Camelia dan mencari tau apa yang dia lakukan dan kau masuklah keruangan itu untuk melihat siapa yang ia temui barusan," kata Evelin pada Baren.
"Baiklah," sahut Baren.
Camelia pun masuk ke dalam ruangan dokter yang menangani penyakit ibunya. Ia duduk tepat berhadapan dengan dokter tersebut.
"Ada apa, Dok? Anda ingin bertemu dengan saya?" tanya Camelia.
"Ini mengenai penyakit yang di derita ibumu." sahut Dokter itu.
"Apa penyakit ibu saya semakin parah?" tanya Camelia lagi.
"Ya!" sahut Dokter .
"Ibumu harus segera di operasi untuk melakukan tranplantasi jantung dan terus terang saja aku katakan kalau ingin melakukan hal tersebut ibumu harus di rujuk kerumah sakit besar," sambung Dokter lagi.
"Maksud Dokter, ibu saya di rujuk kerumah sakit ibukota?" tanya Camelia.
"Ya! Di rumah sakit ini tidak bisa menangani pasien yang memiliki penyakit berat seperti ibumu, maka dari itu kalau kau ingin ibumu sembuh ibumu harus dibawa kerumah sakit besar yang ada di ibukota." sahut Dokter.
Setelah berbicara banyak mengenai penyakit yang di derita ibunya dengan dokter rumah sakit itu, Camelia pun ingin kembali keruangan ibunya. Langkahnya sangat gontai lantaran tak memiliki harapan untuk mengobati penyakit ibunya karena tersandung biaya yang tak mampu ia tanggung.
"Oh, ya Tuhan! Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak memiliki uang untuk biaya operasi ibu, tapi aku sangat ingin melihatnya sembuh karena aku tidak ingin kehilangannya. Di dunia ini aku hanya memiliki ibu saja." ucap Camelia dalam hatinya sembari terus melangkah menuju keruangan ibunya sedang dirawat.
Disisi lain Evelin ingin mencari tau apa yang barusan Camelia lakukan di dalam ruangan dokter itu. Ia pun segera masuk ke dalam ruangan tersebut dan menanyakan langsung kepada dokter tersebut dan mengaku-ngaku sebagai kerabat dekat Camelia.
Camelia menarik gagang pintu ruanga pasien itu dan membuka pintunya. Ia melangkah masuk ke dalam dan menoleh pada sosok pria paruh baya yang sempat bertemu dengannya saat di depan rumahnya. Camelia tentu saja kaget saat melihat Baren duduk santai di sebelah ibunya.
"Dia kan tuan yang tadi." ucap Camelia dalam hatinya sembari saling menatap dengan Baren.
"Kemarilah, Camelia putriku yang cantik! Duduk di samping Ayah!" seru Baren sembari menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.
Camelia melirik ibunya yang tampak pasrah dan tidak menyangkal semua perkataan Baren kepadanya. Camelia juga tak mengindahkan perkataan tersebut, ia malah terperanjat dan berdiri sambil menatap Baren dengan tatapan kesal.
"Kenapa anda ada disini tuan? Anda mau apa? Kami tidak mengenal anda!" tanya Camelia pada Baren.
"Hahaha ... kau tetap saja tidak ingin mengerti apa yang aku katakan berulang kali padamu, Camelia! Aku ini Ayahmu ... Ayah kandungmu!" sahut Baren dengan tegas.
"Ibu ...."
Shofia hanya diam dan tampak disudut matanya telah mengalirkan cairan bening kesedihan.
"Kenapa Ibu diam saja? Kenapa Ibu tidak menyangkal semua ucapan pria ini? Ada apa ini?" begitu banyak pertanyaan yang muncul di dalam pikiran Camelia saat melihat sikap Shofia yang sama sekali tidak menyangkal semua perkataan Baren.
Baren bangkit dari sofa kecil yang ia duduki di dalam ruangan itu. Ia mendekati Shofia dan berbisik padanya.
"Mau sampai kapan kau akan membohongi putri kita, Shofia? Apa kau pikir takdir tidak akan pernah bisa menemukan kami berdua, hah?" bisik Baren di telinga Shofia.
"Pergilah, Baren! Aku dan Camelia tidak pernah membutuhkanmu!" ucap Shofia dengan linangan air matanya.
"Tapi aku membutuhkan Camelia!" bisik Baren lagi.
"Jangan pernah memanfaatkan putriku!" ujar Shofia tak terima Baren akan memanfaatkan Camelia.
"Dia juga putriku!!!" teriak Baren dengan tegas hingga suaranya bergema di dalam ruangan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Firdaus Antoni
m.
2021-10-25
0
♕𝒴𝓾𝓛 🐍👏꧂
smoga bapaknya ini dpt karma.. egois bnr jd bapak gr2 gK mw idup ssh ... segala cara di pake.. hemm
2021-10-13
0
Sugiyanto Samsung
baren egois
2021-10-03
1