Part#2

Menuruti Emak adalah hal utama yang harus Putra lakukan. Apapun akan dia tinggalkan demi wanita yang satu ini. Banyak pertemuan dengan klien yang dia batalkan karena tidak ingin mengecewakan Emak.

Putra menunggu di kantor sembari mengerjakan pekerjaan yang masih bisa dia lakukan. Begitulah Putra, saat dia sudah bersama dengan perkejaan, maka dunia seperti berhenti berputar.

Waktu berjalan semakin petang. Dia tidak menyadari sampai matanya tertuju pada layar atas bagian laptopnya. Matanya seketika terbuka lebar saat melihat angka yang ada di sana.

Tanpa memperdulikan apapun lagi, Putra segera bangkit meraih kunci mobil dan jas yang dia letakkan di sandaran kursi kerjanya.

Begitu sampai parkiran, Putra membuka pintu mobil, menyalakan mesin kemudian memakai sabuk pengaman. Ponsel berbunyi saat dia akan menginjak pedal gas. Tertulis nama wanita solehah di layar ponselnya. Segera dia angkat tanpa menunggu lagi.

"Emak udah di rumah kamu. Kalau pulang bawakan buah-buahan ya."

"Lah, kok udah di rumah?"

"Iya, emak di anterin sama adik ipar kamu. Emak males kalau naik kereta, harus di test dulu," jelas Emak.

"Ya sudah, Putra juga udah mau pulang kok. Ini udah di mobil."

"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut."

"Iya, Mak. Putra tutup dulu teleponnya ya."

"Iya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Putra memasukkan ponselnya ke saku jas. Kemudian dia melakukan mobilnya. Mampir ke toko buah untuk membeli beberapa jenis buah-buahan seperti yang Emak pesan kemudian dia bergegas pulang.

Sesampainya depan rumah, Putra turun dengan kondisi mobil masih menyala karena mobil akan di parkiran oleh satpam menuju garasi yang gedungnya ada di sebelah rumah.

"Assalamualaikum ...," ucap Putra begitu pelayan membukakan pintu yang di sambut sahutan Emak dari dalam. Perempuan bertubuh subur itu menghampiri anaknya. Setelah punggung tangannya di cium Putra, mereka saling berpelukan.

"Ayo, makan dulu. Emak sudah masak makanan kesukaan kamu." Emak menggandeng anaknya, menyeretnya ke ruang makan. Putra sedikit melambatkan langkahnya begitu melihat seorang gadis tengah menyiapkan piring dan sendok.

Gadis cantik dengan perawakan kurus itu menunduk malu saat matanya bertemu dengan mata Putra. Tangannya terlihat menyisipkan rambut ke telinga. Lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Sini, duduk." Emak menyiapkan kursi untuk anaknya.

"Ra, tolong ambilkan air minum buat putra." Emak meminta pada Mahira, gadis yang hendak di jodohkan dengan Putra. Mahira mengangguk. Tangannya yang putih kemerah-merahan mengambil gelas yang kemudian dia isi dengan air. Lalu menyodorkannya ke hadapan putra diiringi senyum manis yang sedikit kaku.

"Terima kasih," ucap Putra.

"Ayo, kita makan. Ini, ibu masakin kamu sambal godog, sama tempe goreng, sama cumi asin." Emak mengambilkan makan untuk Putra. "Ayo, Ra. Kamu juga makan. Biar badan kamu agak gendutan. Masa pengantin kurus banget, tar kebayanya gak cocok," seloroh Emak.

Putra batuk. Dia segera mengambil gelas yang berisi air.

"Kenapa toh? Ini namanya Mahira, dia wanita yang akan jadi istri kamu, Putra."

"Mak ...."

"Kali ini kamu tidak boleh menolak. Emak udah mengeluarkan uang tabungan emak buat dapetin dia."

"Maksdunya?" Putra menyimpan sendok dan fokus menatap Emak.

"Dia itu anaknya sudin. Sudin itu preman di kampung kita. Humaira ini mau di jual ke tempat pelacuran sama bapaknya. Ya udah emak aja yang beli. Mahal." Emak bersemangat. Lalu kembali mengunyah makanannya.

Mahira bergeming. Dia fokus pada nasi dan lauk-pauk yang ada di piringnya. Dia mendengarkan tanpa ikut campur pembicaraan Emak dan Putra. Putra melirik gadis itu.

"Ya sudah, kita bicarakan saja nanti setelah selesai makan. Tidak baik makan sambil bicara."

Emak hanya tersenyum mendengar Putra berbicara. Putra memang hidup dengan didikan Bapak yang keras. Bagaimana etika harus selalu digunakan di setiap langkah kehidupan. Ya, Bapak memang tidak mendidik Putra dengan ilmu agama yang dalam, tapi Putra tumbuh cukup baik. Dia menjalankan hidup dengan aturan yang memang seharusnya orang lakukan. Jujur dan menghormati orang lain adalah prinsip yang tidak bisa diubah oleh apapun juga. Terutama pada orang tua.

"Dunia dan seisinya pun tidak akan cukup membalas jasa orang tua. Hanya saja, orang tua di dunia ini tidak menginginkan itu semua. Kami--para orang tua hanya ingin dihormati dan dihargai anak-anaknya. Itu saja."

Begitulah pepatah yang sampai saat ini Putra pegang sebagai acuan hidup untuk berbakti pada orang tua yang kini hanya tinggal satu, Emak. Putra akan melakukan apapun sesuai permintaan Emak, selama itu tidak melanggar hukum negara dan agama.

Begitu mereka selesai makan. Putra dan Emak menuju kamar Putra yang ada di lantai atas. Sementara itu, Mahira pergi menuju kamar tamu di lantai bawah.

"Kenapa Emak malah menjodohkan putra dengan anak seorang preman?" tanya Putra mengawali pembicaraan. Dia duduk di sofa sambil melepas dasi dan jasnya.

"Hemm. Ayahnya memang preman, tapi dia bagai bidadari. Anaknya baik dan sopan. Selain itu dia juga cantik." Emak berusaha menggoda Putra. Putra hanya membalas dengan tatapan datar saat melihat Emak senyum-senyum tidak jelas.

"Berapa usianya?" tanya putra lagi dengan tangan kanan kanan diangkat setengah. Membuka kancing lengan.

"Mungkin sekitar 20-an. Masih muda bukan?"

"Putra seperti momong nantinya."

"Ish! jangan salah. Hidup dia itu keras, jadi dia lebih dewasa dari umurnya sendiri. Emak yakin hidup kamu akan bahagia."

"Bagaimana putra bisa bahagia menikah dengan wanita yang tidak putra cintai, Mak?" kali ini dia berdiri di depan cermin. Membuka jam tangan mahalnya.

"Insting seorang ibu untuk anaknya itu kuat. Emak akan selalu berusaha dan berdoa untuk kebahagiaan kamu dan juga adik-adik kamu." Suara Emak terdengar sedih. Putra langsung memutar badan dan bersimpuh di kaki Emak. Meraih tangan yang mulai keriput. Dan menatap wajah wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

"Putra percaya. Putra akan melakukan apapun yang emak inginkan." Putra menaruh kepala di pangkuan Emak. Dengan lembut wanita itu mengelus rambut anaknya.

"Emak tidak ingin, saat emak pergi, kamu masih sendiri. Emak ingin memastikan bahwa kamu diurus wanita yang tepat. Mahira gadis baik, Nak. Dia akan menjaga kamu selayaknya Emak. Dia akan merawat kamu dan itu membuat hati emak tenang jika Gusti Allah memanggil saat ini juga." Emak mulai meneteskan air mata. Ya, tidak ada seorang Ibu di dunia yang tidak memikirkan anaknya, meski anak mereka sudah begitu dewasa bahkan bisa dibilang tua. Saat memikirkan Putra, Emak memang selalu bersedih. Putra terlalu sibuk memikirkan keluarganya setelah kepergian Bapak. Itulah kenapa sampai saat ini Putra belum juga menikah.

"Putra akan menikah dengan gadis itu, Mak. Emak jangan menangis lagi," lirih putra di pangkuan Emak.

Putra merasa berbeda kali ini. Emak begitu ingin dia menikah dengan gadis yang kini tengah melaksanakan salat magrib di kamar. Emak tidak seperti biasanya, yang akan mengenalkan seorang wanita dan saat putra menolak, Emak tidak akan protes apa lagi sampai menangis seperti sekarang.

Baiklah, mungkin untuk kali ini aku benar-benar harus mau menikahi gadis pilihan Emak. Begitulah ujar Putra dalam hati.

🌺🌺🌺🌺

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!