Permen Kaki yang Membuat Tenang

Hafidz menunggu Sarah di luar ruang BP. Sambil menyandarkan punggungnya di dinding tembok, ia melipat kedua tangannya dan menundukkan kepalanya seraya memakan permen kaki yang sudah menjadi kebiasaannya.

Begitu Sarah keluar ruangan, ia berjalan menghampiri Hafidz dan berdiri di hadapan Hafidz sambil menundukkan kepalanya.

“Gue disuruh bersihin toilet cowo sama cewe bareng Revika,” tutur Sarah pelan.

Hafidz menghela nafas pendek dan mengedarkan pandangannya ke arah orang-orang yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua.

“Tadi, elo keren banget waktu jambak rambutnya Revika,” katanya sambil berjalan hingga membuat Sarah mengikutinya dari belakang.

“Elo nggak marahin gue atau nyalahin gue?” tanya Sarah saat mereka hendak menuju kelas kembali.

"Elo itu sama kaya gue, Rah. Prinsip hidup kita itu sama. Kita nggak akan sentuh mereka kalau bukan mereka duluan yang memulai. Revika itu sudah membangunkan monyet yang sedang tertidur,” katanya asal.

“Loh, ko, monyet?” tanya Sarah yang tiba-tiba saja tertawa geli begitu mendengar celotehan temannya.

“Suka-suka gue, dong. Orang gue yang ngomong, kenapa lo yang sewot?”

“Fidz, beneran lo nggak akan nanya?” kata Sarah kembali.

“Nanya apa?” tanya Hafidz balik sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.

“Soal Revika yang nuduh gue tanpa alasan?”

Hafidz menghentikan langkahnya dan menatap wajah Sarah yang tengah memandanginya dengan mata sendunya.

“Gue nggak akan nanya kalau lo gak cerita duluan sama gue, Rah. Itu hak lo mau cerita sama gue atau nggaknya."

“Radian yang chatt gue duluan, Fidz,” kata Sarah yang akhirnya bercerita hingga membuat Hafidz menoleh ke arah Sarah dan menatapnya.

“Dia bilang, dia suka sama gue. Dia bilang pengen jadi pacar gue. Kalau dia pacaran sama gue, dia mau putusin Revika.

“Gue nggak suka Radian. Dia aja yang maksa pengen jadi pacar gue. Dia juga yang sering chatt gue, padahal gue udah tolak dia dan udah nggak ngeladenin omongannya dia lagi.”

“Rah, lo tunggu di sini,” katanya tiba-tiba kemudian pergi.

“Elo mau ke mana?” teriak Sarah.

“Cari Radian,” jawab Hafidz setengah berteriak.

Hafidz berjalan begitu cepat. Sarah yang panik langsung mengikutinya dari belakang dengan berlari secepat mungkin. Begitu sampai di kelas Ips 5 yang merupakan kelasnya Radian, Hafidz langsung menggebrak pintu hingga membuat anak-anak yang berada di dalam kelas Radian langsung menatap sinis ke arahnya.

“Heh, banci!” teriak Hafidz yang sudah berada tepat di meja Radian hingga membuat Radian yang duduk di kursinya langsung menoleh ke belakang.

“Apa-apaan lo? Lo mau cari keributan di kelas gue?” teriak Radian yang langsung berdiri dan menatap wajah Hafidz garang.

“Elo yang ngajak ribut. Kalau punya pacar, ngapain lo deketin Sarah? Elo mau jadi cowo paling keren di sekolah ini, hah?” katanya yang langsung mendorong tubuh Radian menggunakan dadanya.

“Hafidz! Elo ngapain?” teriak Revika begitu sampai di kelas Radian bersamaan dengan Sarah dan datang menghampirinya.

"Gue mau lurusin. Cowo lo yang kaya banci ini yang suka sama Sarah dan ngejar-ngejar Sarah duluan. Kalau nggak percaya, check handphone pacar banci lo ini, terus lo check juga handphonenya Sarah. Elo mau tahu kebenarannya, kan?”

Revika awalnya ragu. Namun, ia langsung melakukan apa yang dikatakan Hafidz barusan. Begitu berhasil memeriksanya, Revika langsung menampar Radian begitu keras hingga membuat drama mereka menjadi tontonan kelas.

“Kita putus!” teriak Revika kemudian pergi.

“Oke, tugas gue selesai. Jadi, lo jangan sok playboy lagi di sini,” kata Hafidz kemudian pergi dan langsung menarik tangan Sarah hingga membuat Radian begitu malu karena sudah dipermalukan oleh Hafidz di kelasnya.

“Hey, banci!” kata Hafidz kembali sambil membalikkan badan hingga membuat Radian menatap Hafidz penuh kebencian.

“Sekali lo sentuh Sarah, gangguin Sarah, nyakitin Sarah, elo bakalan berurusan sama gue!” tegasnya kemudian pergi kembali.

“Keren lo, Cuy!” Sarah memberikan dua jempolnya ketika mereka pergi dari kelas Radian hingga membuat Hafidz menarik kerah seragamnya untuk berlagak keren.

Hafidz tersenyum dan merangkul Sarah. Mereka berdua pun kembali ke kelas mereka. Sementara Rama yang tidak sengaja melihat kebersamaan mereka berdua, tampak menatap Sarah dan juga Hafidz dengan sorotan mata yang sangat sulit untuk diartikan.

Saat bel jam istirahat berbunyi, Gita dan Hanun tengah bersiap-siap menuju kantin. Namun, saat di depan kelas, Rama tiba-tiba saja menghadang jalan mereka berdua hingga membuat situasi kali ini terlihat tegang.

“Gue perlu ngomong sama lo, Nun.”

Rama menatap wajah Hanun. Namun, Hanun sendiri malah memalingkan wajahnya hingga membuat Gita merasa berada di situasi terjepit di antara mereka berdua.

Karena tidak ingin mengganggu, Gita pun langsung bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.

“Ada apa?” tanya Hanun membuka suara dengan malas, yang langsung duduk di sebuah bangku panjang di depan kelasnya.

“Gue mau minta maaf sama lo soal . . . .”

“Nggak ada yang harus kita bicarakan lagi, Ram. Semuanya sudah selesai,” potong Hanun cepat.

“Tapi, elo sama Rian putus juga gara-gara gue."

“Keputusanku untuk putus sama Rian nggak ada hubungannya sama kamu,” papar Hanun yang masih tidak menatap wajah Rama.

Rama duduk di samping Hanun dan memberanikan diri untuk menatapnya.

“Kalau elo nggak marah sama gue, lo masih mau kan jadi temen gue? Elo sama gue itu udah hampir 3 bulan saling perang dingin kaya gini, Nun.”

“Masalah itu aku belum yakin, Ram. Ada beberapa hal yang membuat aku kecewa besar sama kamu sebagai teman. Aku ke kantin dulu.”

Hanun pergi meninggalkan Rama sendirian yang tengah memandangi kepergiannya. Bukannya pergi ke kantin, Hanun justru malah duduk sendirian di taman sekolah. Melihat Hanun yang tengah sendirian, Hafidz yang baru saja dari kantin langsung menghampiri Hanun dan duduk di sampingnya.

“Hai, Cewe. sendirian aja? Boleh ikut gabung duduk di sini nggak?” katanya sambil menatap wajah Hanun.

Hanun mengangguk dan kembali tersenyum kecil.

“Boleh nggak sih kalau kita kecewa sama temen sendiri?” tanya Hanun tiba-tiba membuka suara.

“Bolehlah. Kecewa kan nggak harus sama pacar aja. Sama teman, rekan kerja, guru atau orang tua sendiri juga boleh banget.”

Hanun menatap wajah Hafidz yang tengah memakan lollipop. Merasa diperhatikan, Hafidz menoleh ke arah Hanun dan tersenyum simpul kepadanya.

“Kenapa? Elo mau permen juga?”

Hanun tertawa lebar hingga membuat Hafidz mengeluarkan sebuah permen kaki dari kantong celananya dan memberikannya kepada Hanun.

“Nih, buat lo. Buat Hanun yang lagi kecewa sama temannya.” Hafidz memberikan permen kaki miliknya kepada Hanun.

“Makasih, Hafidz si pembuat tebakan yang aneh."

Hafidz tertawa lebar hingga membuat Hanun yang duduk di sampingnya membuka bungkus permen kaki yang diberikan Hafidz kepadanya.

“Pulang sekolah nanti mau ikut gue nggak?”

“Ke mana?” tanya Hanun sambil menatap wajah Hafidz.

“Rahasia. Nanti gue tunggu di gerbang sekolah, yah? Bye, Anun,” pamitnya.

“Ih, ko, Anun?"

“Panggilan kesayangan dari aku buat kamu. Eh, gue buat lo,” tawanya yang membuat Hanun geli sendiri mendengar Hafidz mengucapkan kata ‘aku-kamu’.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!