Selama beberapa menit saling mengobrol dan memberikan tebak-tebakan yang aneh, Hafidz dan Hanun akhirnya terlihat akrab dan terlarut dalam obrolan mereka.
"Udah sampai, pompa dulu ban sepeda lo.”
Hanun mengangguk dan segera memberikan sepedanya kepada si tukang pompa ban. Setelah memompa ban sepedanya dan membayarnya, Hanun terlihat bersiap-siap untuk kembali pulang.
“Seneng bisa kenal kamu. Makasih untuk hari ini, yah?” katanya sambil menatap wajah Hafidz yang tengah memandanginya.
“Hafidz. Sama-sama,” jawab Hafidz yang langsung saja memperkenalkan dirinya tanpa diminta.
“Hanun. Kamu anak Ips 2, yah?”
“Ko, elo tahu?”
“Aku tahu dari Gita. Dia teman sekelas aku, dia cerita soal kamu.”
“Wah, ada stalker, nih,” katanya dengan mata menyelidik seperti seorang detective.
“Maaf, soal tadi siang yang aku nampar pipi kamu. Itu aku reflek.” Hanun terlihat sangat menyesal sampai-sampai ia menundukkan kepalanya karena malu.
Hafidz tersenyum tipis sambil memakai kembali helmnya. “Gak apa-apa. Nggak sakit, ko. Tapi, ini pertama kalinya gue di tampar sama cewe, loh.”
“Masa, sih? Duh, maaf yah, Fidz,” Hanun terlihat menyesal.
“No problem. Ya udah, gue balik dulu. Atau, lo mau gue antar balik sampai depan rumah?” katanya tiba-tiba hingga membuat Hanun terkejut begitu mendengarnya.
“Hah? Nganterin aku pulang?”
“Gue tahu rumah lo. Rumah lo itu tetanggaan sama rumah saudara gue. Tadi, gue lihat lo lagi nyiram tanaman di teras rumah lo,” katanya pelan.
“Oh, Tante Rahma tetanggaku itu saudaramu?”
Hafidz menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis. “Gimana, mau gue antar nggak? Gue antar sampai selamat, deh.”
Hanun tersenyum lebar hingga membuat deretan giginya terlihat begitu rapih dan juga bersih. Hafidz pun memutuskan untuk mengantar Hanun pulang dan mengikutinya dengan mengendarai motornya secara perlahan dari belakang.
Sesampainya di depan rumah, Hanun turun dari sepedanya dan kembali menatap wajah Hafidz yang tengah memandanginya.
“Terima kasih karena sudah mengantarku pulang dengan selamat.”
“Sama-sama, Hanun. Gue balik dulu,” pamitnya.
“Hati-hati di jalan, Hafidz.”
Motor Vespa Hafidz melaju hingga membuat Hanun melambaikan tangannya saat kepergiannya.
“Aku senang kenal kamu," ucapnya pelan dan segera bergegas masuk ke dalam rumahnya.
“Mah, ini belanjaannya!” teriaknya begitu membuka pintu.
Sang ibu terlihat muncul dengan keadaan memakai celemek bermotif bunga-bunga sambil membawa adonan makanan yang sedang ia buat.
“Lama banget belanjanya? Nyalon dulu kamu, Le?” sindir sang ibu.
Hanun tertawa lebar dan memberikan belanjaannya kepada ibunya.
“Mamah ngarang. Tadi ban sepeda Ale kempes, jadi Ale pompa ban sepeda dulu.”
“Ya udah, sekarang bantuin mamah yuk di dapur,” ajak ibunya Hanun yang langsung menuju dapur.
“Aqila mana, Mah? Belum pulang sekolah?” tanya Hanun kepada ibunya, menanyakan kabar adiknya yang belum pulang sekolah sejak tadi.
“Aqila les dulu, mungkin sebentar lagi pulang.”
Tak lama dari kepulangan Hanun, Aqila; adik Hanun yang baru saja pulang les langsung berteriak keras dan memeluk mamahnya yang sedang mengocok telur di dapur.
“Mamah!!” teriak Aqila yang langsung memeluk mamahnya dari belakang.
“Aqila, mandi sana. Kamu itu bau!” ejek mamahnya sambil menarik hidung anak bungsunya itu.
“Iya, Aqila mau mandi. Oh iya, Mah, Aqila ada kabar bagus, loh!” katanya riang.
Sang ibu mengernyitkan keningnya bingung, begitu pun dengan Hanun yang sama-sama ikutan bingung juga.
“Nilai Try Out Aqila di sekolah paling gede, loh. Hebat, kan?” katanya membanggakan diri sambil memperlihatkan selembar kertas hasil Try out nya yang baru beberapa hari diselenggarakan.
“Wah, hebat sekali anak mamah ini. Kamu memang pintar, mamah bangga sama kamu,” katanya sambil memeluk anak bungsunya itu.
“Wah, selamat ya, Dek. Teteh bangga sama kamu.”
“Makasih, teh Ale,” katanya riang.
"Mandi sana. Terus, bantuin mamah sama teh Ale di dapur. Nanti malam tante Rita sama om Gusti mau ke rumah.”
“Oke, Aqila mandi dulu.”
Aqila adalah adik Hanun yang paling bawel dan juga periang. Saat ini, ia tengah disibukkan dengan berbagai les di sekolahnya karena sebentar lagi akan menghadapi ujian Nasional.
Saat ini, Aqila bersekolah di salah satu SMP negeri favorit dan ingin masuk SMA yang sama dengan kakaknya.
Sama-sama berotak cerdas, membuat kedua orang tua Ale; panggilan Hanun di rumahnya begitu bangga kepada anak-anaknya. Ayahnya yang seorang Dekan sekaligus Dosen di salah satu Universitas Negeri, membuat latar belakang keluarga Hanun ini terlihat sebagai keluarga yang berpendidikan.
Sementara sang ibu yang merupakan seorang Dosen di universitas swasta, selalu mengajarkan kepada kedua anak-anaknya untuk meraih impian mereka setinggi mungkin. Karena menurut beliau, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika kita mau berusaha, berikhtiar dan berdoa kepada Sang Maha Pencipta.
Malam harinya, seperti yang dikatakan mamahnya, tante Rita dan Om Gusti yang baru saja pulang dari Jakarta berkunjung ke rumah Hanun yang berada di daerah Batununggal; Bandung untuk melepas rindu yang sudah lama sekali tidak berjumpa.
Suasana malam ini terasa begitu hangat. Obrolan yang begitu panjang lebar, membuat mereka tak mengenal kata waktu.
“Mau lanjut kuliah di mana nanti kamu, Le?” tanya tante Rita yang merupakan adik mamahnya.
Saat ini, keluarga kecil ini sedang berkumpul bersama di ruang keluarga.
“Ale sih pengennya di Bandung aja, Tan. Tapi, papah pengen Ale kuliah di Universitas Indonesia seperti almamater papah dulu.”
“UI bagus, Le. Kamu pintar, pasti bisa sekolah di sana,” sambung om Gusti yang merupakan suaminya tante Rita.
“Iya, Om. Doakan aja.” Hanun tersenyum tipis.
“Kuliah masih lama, Alenya juga masih kelas dua Sma. Nanti aja diobrolinnya. Sekarang, mendingan makan aja dulu cemilan yang sudah disiapkan Ida,” kata ayahnya Hanun pelan.
Mereka mengangguk. Ibunda Hanun kembali datang bersama dengan Aqila. Mereka berdua tampak membawa beberapa cemilan dari dapur dan menyimpannya di atas meja.
“Aqila mau masuk Sma mana?” tanya tante Rita kepada Aqila yang duduk di samping papahnya.
“Mau masuk Sma yang sama kaya teh Ale, Tan,” jawab Aqila sambil tersenyum.
"Aqila ini lagi sibuk banget, Ta. Dia ikut banyak les di luar sekolah. Katanya, dia harus masuk Sma yang sama seperti kakaknya. Dia ingin membuktikan kalau dia mampu masuk sekolah negeri favorit kakaknya," ayahnya Hanun menjelaskan.
“A Heri jangan terlalu memaksakan anak-anak untuk belajar terlalu giat. Kasian otak mereka. Anak-anakmu juga butuh refreshing sejenak. Lagian, sekolah di mana saja juga sama. Swasta maupun negeri, favorit atau tidak. Yang penting gimana kitanya aja, otak kita mampu nggak bersaing sama otak mereka,” tutur tante Rita yang diberi anggukan sang ibu dan juga om Gusti.
“Iya, yang di swasta aja sekarang pada pintar-pintar. Aqila juga jangan terlalu tertekan dengan ujian ya, Nak?” Om Gusti memberi nasehat.
“Iya, Om.” Aqila menjawab.
“Suamiku ini memang si gila pendidikan, Gus. Makanya, rambutnya rontok dan lama-lama jadi botak karena terlalu rajin membaca. Jadi, jangan heran kalau suamiku ini menuntut anak-anaknya untuk sempurna seperti dia,” ujar Ida yang membuat semuanya tertawa.
Karena malam semakin larut, tante Rita dan om Gusti memutuskan untuk berpamitan pulang. Meski masih rindu akan kebersamaan langka mereka ini, mereka harus tetap pulang karena besoknya harus pergi bekerja.
Esok harinya, Hanun terlihat baru saja turun dari angkot dan membayar ongkos kepada supir. Begitu tiba di gerbang sekolah, tiba-tiba saja ada seseorang yang menyapanya dan membunyikan klakson motor begitu keras hingga membuat Hanun begitu terkejut mendengarnya.
“Pagi, Hanun!” sapanya.
Hanun menoleh dan melihat ada sosok Hafidz yang sedang duduk di atas jock motor Vespanya.
“Pagi, Hafidz,” katanya menjawab sambil tersenyum tipis.
“Mau ke kelas?” tanya Hafidz yang membuat Hanun menganggukkan kepalanya. “Bareng, yuk? Tapi, gue parkirin motor gue dulu, yah?”
Hanun kembali mengangguk dan menunggu Hafidz yang sedang memparkirkan motornya. Beberapa menit kemudian, Hafidz kembali menghampiri Hanun dan mereka berdua pun berjalan bersama.
“Gue ada tebakan lagi, nih,” katanya membuka percakapan.
“Tebakan lagi? Ini masih pagi loh, Fidz.”
“Nggak apa-apa. Elo jawab, yah?” katanya sambil menatap wajah Hanun.
Hanun tersenyum tipis dan kembali menganggukkan kepala yang sudah siap mendengarkan tebakan Hafidz.
“Sapi apa yang kepalanya 2, kupingnya 4, ekornya 5?”
“Hah? Sapi apaan yang kaya gitu? Aneh banget!” katanya yang terlihat tidak percaya.
“Jawab aja. Ayo, sapi apa namanya kalau yang kaya gitu?” katanya tak sabaran hingga membuat Hanun harus berfikir keras.
“Nggak tahu,” jawabnya kemudian.
“Jawabannya adalah sapi ajaib,” katanya tertawa ngakak.
“Ih, gak jelas. Garing banget kamu,” katanya sambil memukul pelan lengan Hafidz hingga hanya membuat Hafidz terkekeh.
“Ada lagi, nih. Huruf depannya K belakangnya L. Terdiri dari enam huruf, terus bentuknya panjang dan lonjong. Apa coba?” katanya sambil menunjuk wajah Hanun dengan telunjuknya.
“Ih, Hafidz kamu jorok banget, sih. Masih pagi tahu, anak Ips ternyata emang pada jorok, yah!” teriaknya sambil menggelengkan-gelengkan kepalanya.
“Lah, ko jorok, sih? Jadi, lo nggak tahu jawabannya apa? Gue jawab, nih.”
“Aku nggak mau denger jawabannya,” katanya sambil menutup kedua telinganya dan berjalan sedikit lebih cepat.
Namun, Hafidz masih terus berjalan di samping Hanun dan mengikutinya sampai depan kelasnya. “Jawabannya kapsul,” bisik Hafidz saat berada di depan kelas Hanun hingga membuat Hafidz tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan Hanun hanya melongo tidak percaya dengan jawaban Hafidz barusan.
“Makanya, fikirannya jangan kotor. Pagi-pagi udah fikiran kotor, Hanun-Hanun. Udah, ah, gue ke kelas dulu. Bye, Hakor!” katanya sambil melambaikan tangannya.
“Ih, Hafidz rese, deh! Hakor apaan lagi coba?”
“Hanun kotor,” jawabnya yang kembali tertawa dan membuat Hanun ikut tertawa begitu mendengar jawaban Hafidz.
“Dasar cowo aneh,” gumam Hanun pelan yang langsung masuk ke dalam kelasnya.
Begitu masuk ke dalam kelas, Hanun langsung menyimpan tas miliknya di atas meja dan menyapa Gita yang menjadi teman sebangkunya itu.
“Pagi, Gita.”
“Pagi, Hanun. Eh, ko, aku lihat tadi kamu jalan sama Hafidz di gerbang sekolah. Kamu pergi bareng dia?” tanya Gita penasaran.
“Nggak, kita ketemu aja di depan. Terus jalan bareng deh sampai kelas. Kenapa?”
Gita mendekatkan tubuhnya ke arah Hanun dan setengah berbisik kepadanya. “Kamu kenapa bisa akrab sama Hafidz? Kalian pacaran?” tuduhnya tak beralasan.
“Lah? Ko, pacaran? Kenal juga baru. Aku nggak begitu akrab sama dia. Cuma, kemarin ketemu aja di deket rumahku. Makanya, kita sekarang kelihatan akrab.”
“Ko, bisa?” tanyanya masih tidak percaya.
Karena Gita penasaran dan masih terus
bertanya-tanya padanya, Hanun pun menceritakan kejadian kemarin kepada temannya secara mendetail.
Sementara Hafidz, begitu sampai di kelasnya ia sudah langsung di sambut oleh Sarah dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kesal bagaikan seorang preman jalanan.
“Gila, parah banget lo. Kenapa ninggalin gue gitu aja tadi?” katanya yang langsung duduk di samping Hafidz.
“Habisnya, mandi lo lama banget. Ya udah gue tinggalin dari pada bete,” jawabnya sambil menyimpan tasnya di atas meja.
“Ih, emang dasar nyebelin lo!” serunya yang langsung mengacak-ngacak rambut Hafidz kesal.
“Ih, rese banget sih lo!” teriak Hafidz ikutan kesal.
“Sarah!” teriak seorang perempuan yang langsung masuk ke dalam kelas dan menghampiri Sarah yang masih berada di bangku Hafidz.
Begitu Sarah menoleh, tiba-tiba saja ia ditampar oleh perempuan tersebut dan membuat beberapa orang yang berada di dalam kelas begitu terkejut melihatnya, begitu pun dengan Hafidz.
“Eh, apa-apaan lo main nampar orang seenaknya?” teriak Hafidz yang langsung emosi dan beranjak berdiri, menatap perempuan yang sudah menampar Sarah dengan garang.
“Nggak usah ikut campur lo!” teriak perempuan itu.
“Lo yang jangan ikut campur. Urusan Sarah, otomatis akan menjadi urusan gue juga!” timpal Hafidz yang membuat suasana menjadi tegang.
Beberapa orang yang hilir-mudik di depan kelas Ips 2, langsung mengerubuni Hafidz dan juga Sarah. Rama yang tidak sengaja melewat ke daerah kelas Ips pun, begitu penasaran dengan apa yang telah terjadi.
“Ini ada apa, yah?” tanya Rama ke salah satu seorang siswa.
“Tadi ada Revika masuk ke dalam kelas. Terus nampar Sarah, deh,” jawab Eko yang merupakan teman sekelas Hafidz dan juga Sarah.
“Tampar Sarah? Ko, bisa?” tanya Rama yang tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Nggak tahu, sekarang situasi lagi tegang banget. Hafidz marah, terus ngebela Sarah.”
Rama yang penasaran langsung masuk menyeruak ke dalam kerumunan orang-orang untuk melihat ada kejadian apa yang sebenarnya terjadi?
“Emang bener ya, kalian itu pasangan alay yang terkenal banget macam preman,” sindir Revika yang membuat Sarah langsung naik pitam.
“Heh, salah gue sama lo apa? Kenapa lo tiba-tiba tampar gue?” teriak Sarah emosi.
“Salah lo apa? Nyadar dong lo itu di sini siapa? Elo ngapain ngegoda cowo gue, hah? Pake chattingan sama Radian mesra banget di Line. Kaya yang nggak ada cowo lain aja buat lo godain. Elo itu udah macam kaya pelacur!” teriaknya mengejek dan tersenyum sinis.
Tanpa aba-aba, Sarah langsung menjambak rambut Revika hingga membuat Revika langsung membalas menjambak rambut Sarah dengan kasar. Saling mencakar dan mendorong, membuat keduanya bergulat di lantai berkeramik kelas mereka.
Suasana kelas mulai riuh, beberapa orang berusaha untuk memisahkan dan menenangkan mereka. Tapi, pertengkaran mereka tak dapat dihindari lagi.
Hafidz berusaha untuk memisahkan mereka. Namun, yang ada ia malah ikut terjerembab dan terjambak oleh Revika maupun Sarah. Rama juga ikut membantu dan ikut memisahkan Revika juga Sarah, sampai akhirnya guru-guru datang dan memisahkan mereka berdua.
“Sarah, Revika, ikut saya ke ruang BP!” teriak pak Tatang yang merupakan guru BP mereka.
Akibat pertengkaran itu, Sarah dan Revika langsung di bawa ke ruang BP. Kelas mereka kini menjadi tontonan orang-orang. Sarah memang dikenal di sekolahnya sebagai perempuan si pembuat masalah. Maka dari itu, sudah tak aneh lagi melihatnya keluar-masuk ruang BP.
Begitu Rama dan Hafidz saling berhadap-hadapan, sorot mata keduanya tampak terlihat saling membenci dan penuh dendam. Ada aura permusuhan besar yang telah mereka rasakan selama ini. Mereka berdua juga langsung saling membalikkan badan dan saling mengacuhkan satu sama lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments